My Mind

KEKERASAN DALAM PERKATAAN

 

Jikalau engkau bijak, kebijakanmu itu bagimu sendiri, jikalau engkau mencemooh, engkau sendirilah orang yang akan menanggungnya.  (Amsal 9 : 12)

Dalam kondisi dan keadaan tertentu, terkadang seseorang secara sadar mengucapkan kata-kata kasar atau penghinaan yang mampu menyakiti hati dan perasaan orang lain. Kata-kata kasar tersebut seakan mengalir terucap dengan begitu mudahnya. Beberapa orang bahkan mampu melakukannya dengan ekspresi wajah tenang dan diucapkan dengan nada bicara datar, tanpa ada perasaan bersalah.

Kecenderungan yang ada, kata-kata kasar atau penuh penghinaan itu biasanya terucap pada saat seseorang dalam keadaan marah. Setidaknya, posisi atau keadaan pada saat marah, membuat seseorang menghindari dirinya berada dalam posisi tertekan dan tak mampu memberi jawaban atas pernyataan yang dikeluarkan lawan bicaranya.

Pada kondisi tertentu lainnya, penyampaian kata-kata menyakitkan hati lawan bicara, dilakukan sebagai bentuk kekesalan yang diucapkan untuk mencoba mempertahankan konstruksi pemikiran atau argumentasi yang telah dibangun. Tujuannya adalah untuk dapat memperlemah posisi lawan bicara dengan cara menyerang sisi kepribadiannya.

Bisa dikatakan, alasan dari pengucapan kata-kata kasar atau penghinaan yang mampu memojokkan orang lain tersebut, dilakukan sebagai upaya pembelaan diri.

Situasi penuh emosional, sering kali membuat akal pikiran manusia ikut terpancing suasana, dan keluarlah kata-kata kasar dari mulutnya. Bahkan, ketika kadar kekesalan dan rasa tidak senang sudah pada puncaknya, orang yang mengucapkan kata-kata kasar atau kata-kata penghinaan itu, akan tetap keukeuh, ngotot, serta berkeras hati, bahwa apa yang diucapkannya itu bukanlah sebuah kesalahan… Nah lhooo…

Yaaa... mengungkapkan kata-kata, apakah itu baik atau tidak baik, memang terkait dengan akal pikiran manusia. Semua itu merupakan hasil inspirasi, imajinasi maupun refleksi otak kita, karena otak memang merupakan pusat kendali sisi emosional setiap orang. Pada saat kata-kata kasar atau penghinaan terucapkan, pusat kendali pikiran bekerja untuk mencoba memenangkan keadaan.

Oleh karena itu, meskipun seseorang tahu dan sadar bahwa yang diucapkannya adalah sesuatu hal yang irrasional, ia akan tetap mengucapkannya.

Alasan tetap saja hanyalah sebuah alasan… Konteks dan keadaan yang ada, membuat nilai dari sebuah alasan tersebut adalah upaya untuk melakukan pembenaran terhadap sebuah perbuatan salah.

Biasanya, orang yang cenderung bersikeras hati bahwa apa yang diucapkannya itu bukanlah sebuah kesalahan, tidak akan mau ambil pusing atau berpikir kalau apa yang diucapkannya itu sesungguhnya dapat membuat orang lain berdosa atau membuat kesalahan karena hati dan pikirannya terbakar emosi oleh karena ucapannya itu.

Firman Tuhan yang tertulis dalam kitab Pengkhotbah 6 : 7, mengatakan : Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan.

Masalah timbul ketika seseorang menggunakan kata-kata kasar atau penghinaan untuk menyakiti hati serta perasaan orang lain, sebagai sebuah tindakan untuk memuaskan ego pribadi mereka.

Kenapa dinyatakan sebagai sebuah masalah?

Karena tindakan dengan menyakiti orang lain bukanlah sebuah tindakan wajar, tidak edukatif (cara yang cerdas), cenderung bersifat destruktif, dan dapat diterima orang lain sebagai sebuah pernyataan kritis.

Perilaku yang senang mengeksploitasi kemarahan dengan cara menyakiti, bukanlah suatu perilaku yang baik untuk dipendam atau dikembangkan sebagai sebuah kepribadian dari seseorang, karena itu merupakan tindakan seorang psikopat. 

Patut untuk diingat, bahwa pola serta cara penerimaan (menanggapi) seseorang untuk menghadapi "serangan" melalui perkataan, juga berbeda-beda. Pada sejumlah pribadi,  keadaan ini tidak disikapi dengan bijaksana, namun justru mengikuti arus emosi yang sedang berkecamuk dibenaknya. Sehingga tidak ditemukan kata penyelesaian, akan tetapi tindakan saling serang.  

Jelas, kondisi yang berkembang kemudian adalah kontra-produktif, karena tidak dapat menghasilkan kata penyelesaian, bahkan upaya untuk saling menyakiti. Disinilah nilai kemampuan seseorang untuk menahan emosinya, perlu dikembangkan.

Oleh karena itu bisa dikatakan, selain mendapatkan kesenangan sesaat, tiada lagi hal lain yang diperoleh pada saat seseorang lancar untuk mengucapkan kata-kata kasar atau penghinaan kepada orang lain.

Tekanan emosional memang dapat membuat posisi dan sikap seseorang sering kali tidak lagi menggunakan pola berpikir rasional. Ketika hal itu terjadi, tindakan proaktif untuk membangun kualitas kehidupan sosial yang sewajarnya menjadi terlupakan.

Pada sisi lain, tidak setiap orang mempunyai ketegaran hati serta kesiapan diri dalam kadar yang sama untuk menghadapi satu bentuk tekanan yang berasal dari perkataan kasar atau perbuatan tidak menyenangkan dari orang lain.

Tidak semua pribadi manusia dapat menjunjung tinggi nilai-nilai "kemanusiaan" dan menghargai "kejujuran hati". Sikap egoisme yang dikamuflase atas nama harga diri, sesungguhnya berwujud ketakutan (terutama bayang-bayang akan penolakan dan lain sebagainya) yang mengilhami hati serta pola pemikiran, untuk bertindak sesuatu yang disadari sebagai sebuah kesalahan namun harus dilakukan untuk maksud pembenaran.

Nilai-nilai etika yang sewajarnya sengaja dikesampingkan agar terhindar dari adanya rasa takut, terutama terjadinya penolakkan dari orang lain.

Upaya untuk tetap teguh pada pendirian, hal-hal prinsip maupun pada statement yang pernah dibuat, itu oke dan fine-fine saja. Akan tetapi itu bukan berarti diwujudkan dengan cara yang tidak cerdas, “tidak terhormat” serta secara berlebihan.

Bagaimanapun, kehidupan pribadi lepas pribadi manusia tidak terlepas dari adanya komunitas yang memiliki tata krama, dimana bagian atau seluruh anggota komunitas tersebut, bisa memberikan penilaian negatif atau skeptis.

Apalagi culture dan norma-norma yang berkembang serta ada dalam masyarakat, tidak menanamkan hakekat yang mendukung sebuah tindakan untuk menyakiti orang lain. Upaya untuk menyakiti atau mendisposisikan orang lain melalui perkataan kasar atau penghinaan, telah berada diluar jalur kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat dan budaya yang baik dan benar, terutama bagi kelompok orang-orang terdidik (memiliki dasar pendidikan baik).

Sesungguhnya kesalahan adalah pelajaran berharga bagi orang yang mau berfikir bijaksana dan cerdas untuk menjawab sebuah pernyataan... Oleh karena itu, kebiasaan buruk seseorang yang diwujudkan dalam bentuk upaya menyakiti hati dan perasaan orang lain lewat berkata kasar atau penghinaan, tidak dipelihara serta menjadi bagian dari gaya hidup.

Why? Karena disitulah kualitas kehidupan seorang anak manusia mendapat point penting, dimana point itu sangat menentukan dan berpengaruh pada lingkup pergaulan atau kehidupan bersosialisasi seseorang. Apakah kesalahannya akan membuat kehidupannya selanjutnya akan lebih baik, atau apakah ia akan melakukan kesalahan yang sama bahkan lebih parah...

Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.  (Pengkhotbah 7 : 9)

Well, kita memang tidak boleh mendendam dan membiasakan diri hidup dalam kemarahan. Dalam sebuah proses, pasti ada sisi baik dan benar yang bisa dilakukan.

Apabila suka mengatakan hal-hal menyakiti hati dan perasaan orang lain sudah menjadi bagian kehidupan, sikap yang seharusnya dipilih adalah menyadarinya dan dilanjutkan dengan melakukan perenungan diri. Dengan merenung, seseorang tahu bagaimana harus berbuat baik dan benar dilain kesempatan.

Perenungan merupakan sebuah resolusi yang harus dibuat dan dilakukan agar manusia tidak terjebak oleh adanya pikiran atau gaya hidup yang mudah sekali mengucapkan kata-kata yang bisa menyakiti hati serta perasaan orang lain.

Kenapa begitu? Sebab arti penting dari setiap perenungan yang kita lakukan, adalah sebuah peran yang harus dimainkan. Ketika mengucapkan kata-kata kasar atau penuh penghinaan menjadi sebuah kebiasaan, maka hidup ini tidak lagi menjadi kepala, melainkan ekor, oleh karena pernyataan-pernyataan kasar yang terucap, akan menjadi bahan penilaian orang lain, dan orang-orang lain tersebut, tidak akan menghadirkan sikap simpatik.

Pesannya :

Jangan kita merubah sesuatu yang sederhana menjadi kompleks oleh karena diri kita sendiri tidak dapat menjaga sikap kita terhadap orang lain. Marah boleh, tapi janganlah kemarahan itu dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang bisa menyakiti hati dan perasaan orang lain. Selama masih bisa berkata baik, kenapa harus berkata kasar?

Selama masih ada kesempatan untuk berubah hari ini, kenapa harus menunggu hari esok datang? Berubahlah untuk pembaharuan hidupmu selama mulut ini masih bisa mengkatakan : “Hari ini…”


Salam Kasih untuk kalian semua...

Jakarta, 22 Januari 2008


.Sarlen Julfree Manurung

===

catatan :
Bahan-bahan tulisan ini diambil, dibahas lebih mendalam, dan dikembangkan berdasarkan diskusi kecil atas tulisan pada blog multiply milik audrydien64 yang berjudul : Hidup Sejam Tanpa Berbuat Dosa?
Labels: | edit post
1 Response
  1. :)) hahahaha.. pantas..koq sepertinya familiar dengan beberapa kalimat di atas...
    :) thanks for the share...
    - G -


Post a Comment