My Mind
MENJALANI METODE PEMBUKTIKAN KEPADA PASANGAN


Suatu pernyataan kalau hanya manis di bibir saja tanpa ada perbuatan nyata, itu sama saja bohong.



Semua orang akan mati akal sejenak apabila menerima ataupun membaca pernyataan seperti itu. Why? Karena generalisasi pelaksanaannya adalah sebuah perbuatan yang baru bisa dilihat sebagai proyeksi masa depan (bukannya kondisi real time, right now).

Pernyataan seperti itu terucap pada saat seseorang menerima pernyataan dari orang lain, dimana orang lain tersebut membuat statement bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu, namun hasil atau bentuk perbuatannya belum pernah dilakukan.

Adanya realisasi atau pembuktian dari perkataan merupakan keinginan yang tersirat dalam pernyataan tersebut.

Untuk menerjemahkan keinginan yang terkandung didalam pernyataan tersebut, pada dasarnya tidak membutuhkan pola kecerdasan ekstra untuk bisa mencerna pernyataan seperti itu. Makna kata yang terkandung dalam pernyataan tersebut merupakan sebuah ungkapan yang dapat diterima oleh logika biasa, meskipun seseorang yang mendapat pernyataan itu menggunakan gaya berpikir sederhana atau bebas sekalipun.

Meskipun memakai gaya bahasa sederhana, namun mengandung nilai-nilai prinsipil yang bisa membuat orang lain penerimaan pernyataan itu harus memikirkan sebuah rencana  besar untuk mengeksekusi pernyataan itu.

Sebuah kompleksitas keadaan terjadi karena seseorang harus mewujudkan harapan, dimana pembuktian yang dilakukan, pada akhirnya akan menghadirkan wacana atau keadaan dalam nuansa penuh imajinasi semata atau tidak, karena sebuah kenyataan penuh kebenaran adalah keinginan yang ingin dicapai.

Artinya, hasil akhir dari pembuktian yang telah dilakukan dianggap berhasil atau tidak, sangat bergantung pada penilaian atau pengakuan orang lain, terutama dari orang yang menyampaikan harapan melalui pernyataan diatas.

Sifat pembuktian sesuatu itu bukanlah imajiner namun realitas. Ketika pembuktian telah dilakukan oleh penerima pernyataan, maka harus ada tindakan feed-back yang seimbang dari pemberi pernyataan untuk menormalisasi keadaan hubungan pacaran dari kedua insan yang sempat terganggu.

Kenapa harus ada sebuah feed-back?

Seperti telah diungkapkan diatas, bahwa makna dari adanya sebuah pembuktian yang ditunjukkan melalui perilaku (sifat dan sikap) dari orang yang melakukan pembuktian adalah untuk menunjukkan bahwa ketulusan untuk menyayangi kekasih hatinya pada saat sebelum keluarnya pernyataan itu terucap hingga upaya dari pembuktian tersebut telah dilakukan, hasilnya adalah sama, bahkan jauh lebih berkualitas.

Ketika hal itu terjadi, maka nilai kebenaran yang ada dan telah dibuktikan, seharusnya menghapuskan keraguan dari si pembuat pernyataan itu.

Keadaan yang cukup menarik terjadi apabila metode pembuktian tersebut dilakukan oleh salah seorang dari dua anak manusia yang sedang terikat hubungan pacaran.

Membuktikan suatu ekspresi cinta itu pada dasarnya dapat dibangun dari suatu pola konsepsi pemikiran yang sederhana. Alasannya : Apabila memang ada ketulusan serta kejujuran dalam mengekspresikan perasaan cinta dan sayang yang ada, tidaklah salah rasanya kalau seseorang yang terikat tali hubungan pacaran, menginginkan hubungan pacaran yang ada tetap baik menjaga rasa cinta serta sayang pada masing-masing pihak, melalui adanya komunikasi dan perbuatan-perbuatan nyata.

Apabila sebuah perasaan ragu telah berkembang dalam hati dan pikiran dari salah satu pasangan, maka pasangannya harus menyikapinya dengan bijaksana karena keadaan tersebut dapat menghancurkan hubungan pacaran diantara keduanya.

Oleh karena itu, pihak yang mendapatkan pernyataan diatas, perlu melakukan suatu tindakan atau langkah-langkah pembuktian agar keraguan itu bisa dihapuskan dari dalam hati serta pikiran pasangannya itu.

Percaya dehhh... permintaan untuk membuktikan itu, sesungguhnya merupakan ungkapan rasa sayang juga, meskipun kita diminta untuk melakukan suatu "usaha" ekstra agar rasa sayang itu makin melekat di hati. Sebuah konsepsi sederhana dalam mengekspresikan cinta...

Konsepsi sederhana ekspresi cinta itu akan terasa sulit untuk terus melekat dalam hati apabila salah satu pihak merasa bahwa pasangannya telah mendua hati (berselingkuh), atau sebuah kondisi kompleks mulai mengganggu kemesraan hubungan dari pasangan yang sedang berpacaran.

Apabila keraguan itu tetap ada, maka bisa dikatakan bahwa sesungguhnya problema itu ada pada si pembuat pernyataan. Tidaklah salah apabila kemudian muncul suatu pola pemikiran yang menyatakan : That is something wrong beside there… or… she/he jelousy too much.

Jelousy yang berlebih-lebihan seharusnya masih bisa diarahkan agar tidak menjadi dilema bagi suatu relationship as a boyfriend or girlfriend. Beda posisinya apabila yang muncul kepermukaan adalah that is something wrong beside there, karena itu berarti kedua belah pihak harus bertemu dan berbicara secara terbuka serta apa adanya terhadap berbagai hal atau kondisi yang seharusnya diungkapkan.

Why they must do that?

Karena kondisi tersebut bisa menandakan telah terjadi suatu keadaan dimana sang pemberi pernyataan itu sendiri sesungguhnya telah mencoreng kesetiaan dalam mengekspresikan rasa cinta seperti yang diagung-agungkannya, yaitu dengan bersikap berubah setia.

Keadaan ini sering kali menghadirkan suatu “reason-reason” yang sifatnya berkesan mengatasnamakan cinta, namun pada sisi yang lain, justru cinta itu telah ia goyahkan sendiri. Koreksi hanya dituntut pada pihak pasangan namun dirinya sendiri tidak mau atau sulit untuk mau melakukannya. Nuansa teatrikal pun dilakukannya.

Lalu, bagaimana kalau ternyata problemanya itu bentuknya adalah berubahnya posisi atau tingkat kepercayaan pada pasangannya?

Well, kalau memang upaya pembuktian memang sudah dilakukan dan hasilnya juga telah sesuai dengan yang seharusnya atau seperti yang diharapkan, kenapa masih tetap tidak yakin? Suatu big question pasti hadir di kepala. Bila kondisi seperti ini terjadi, kita gak boleh "telmi" (telat mikir) dan harus sesegera mungkin melakukan komunikasi dengan kekasih kita.

Masih munculnya ketidak-yakinan bisa disebabkan oleh dua faktor, egoisme diri yang selalu tidak pernah merasa puas, serta faktor kecurigaan yang diungkapkan atau diekspresikan secara berlebih-lebihan. Indikator semacam itu ada karena elemen saling percaya tidak dijaga oleh kedua insan yang sedang berpacaran.

Apabila pola pemikirannya ternyata tetap saja seperti itu, maka komponen jawaban bisa dikembalikan kepada point pemikiran : that is something wrong beside or out there… beserta turunan kearah mana ingin diterjemahkan.

Ungkapan seperti pernyataan diatas, pada konsepsi pola pemikiran yang sewajarnya, memiliki nilai pembenaran diatas 70 %. Artinya, pola pemikiran itu memang timbul dari dasar hati dan masih adanya keinginan untuk memperbaiki hubungan pacaran yang ada diantara dua anak manusia yang sedang berpacaran.

Nilai esensinya kenapa disebutkan sebagai sebuah pembenaran bukan kebenaran, karena pernyataan itu memang mengandung unsur keragu-raguan dari salah satu pihak. Timbulnya keragu-raguan itulah yang mendasari kenapa kata-kata didalam pernyataan itu bisa terucapkan. Apabila memang tidak ada keraguan diri, maka tidak akan pernyataan seperti itu lagi yang akan terucapkan.

Seharusnya keraguan itu tidak dihadirkan dalam bentuk pernyataan agar salah satu pihak membuktikan perasaan cintanya pada pasangannya karena simbolisasi perasaan sayang yang ditunjukkan melalui upaya pembuktian bagaimana perasaan itu berkata, biasanya dilandasi pembiasan pada saat penilaian akhir, karena masing-masing pihak akan menetapkan standarnya sendiri-sendiri.

Oleh karena itu, masing-masing pihak harus bisa membuka diri serta hati untuk dapat menerima sesuatu dengan nalar atau logika pemikiran berimbang, sesuai dengan batas kewajaran, dan tidak egois.

Namun terkadang, nilai kultural seperti itu tidak mampu dilaksanakan masing-masing pihak dengan lebih luwes serta terkendali. Pemaknaan suatu landasan pemikiran yang hakiki (sepatutnya dan juga sewajarnya), pada prinsipnya dijalankan dengan metode pemikiran bahwa pendapat-pendapat serta pola pemikiran yang menyatakan bahwa dirinya lah yang paling benar, sering kali melupakan adanya kesetaraan pemikiran atau pendapat bersama.

Kesimpulannya, melakukan pembuktian memang perlu kalau ada keraguan. Namun pada sisi yang lain, sikap untuk mau mengkoreksi diri (introspeksi diri) sebaiknya juga menjadi bagian dari budaya diri, karena terkadang, kita suka sekali menuntut pada pasangan kita, tapi pada kondisi yang sama, kita sendiri tidak mau dituntut oleh pasangan kita.


Guys, kuncinya adalah : mencintai dengan tulus...


God Bless You everybody




.Sarlen Julfree Manurung

Labels: | edit post
2 Responses
  1. iyan staffel Says:

    fiuh.......berat jg y bahasa bpk 1 ini....hehehe


  2. kalau bahasa sederhananya Pak : cinta itu harus tulus dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran biar tidak terjadi perselingkuhan atau pacar kita salah menanggapi atas sikap yang kita tunjukkan. Capek Pak, kalau salah satu pihak mulai merasa ada yang "mengganjal" di hati.


Post a Comment