My Mind

To be blind is bad, but worse is to have eyes and not see.

- Helen Keller -

 

Hidup terasa indah apabila memiliki banyak teman. Dikatakan indah, karena ada kegairahan tersendiri yang bisa dirasakan apabila sudah bertemu serta menjalani saat-saat penuh kebersamaan bersama teman. 

 

Tidak sedikit pula orang yang (secara tidak langsung) mengatakan, kalau kedekatan hubungan mereka dengan teman-temannya, jauh lebih lekat apabila dibandingkan dengan kedekatan diri mereka pada anggota keluarga di rumah, bahkan dengan TUHAN. 

 

Namun entah mengapa, ada banyak pula orang yang mengaku kalau diri mereka telah dikecewakan oleh orang yang selama ini dianggapnya sebagai temannya. 

 

Kualitas hubungan pertemanan yang selama ini dibangun dan dijaga dengan baik, teramat mudah terkoyak, saat ada suatu permohonan bantuan yang dinyatakan. Tidak ada respon yang diberikan. Hanya diam, seolah-olah tidak pernah ada pembicaraan yang dilakukan sebelumnya. 

 

Padahal, permohonan bantuan yang dimintakan tidak berupa uang, dan tidak mengeluarkan banyak tenaga. 


Jika mau hitung-hitungan, sama sekali tidak ada nilai "kerugian" materi yang mungkin akan diderita, dan tidak akan menghabiskan energi apabila mau sedikit saja "membuang energi" untuk memberikan bantuan atau sebentuk "jawaban", meskipun jawaban itu, tidak seperti yang diharapkan. Nama baik dan citra diri juga tidak tercoreng apabila ada seungkap kata yang terucap / dituliskan.

 

Tentu saja, rasa galau segera melingkupi hati dan pikiran. Seribu kata tanya seakan ingin disampaikan : Kenapa diam? Apakah salah, kalau memberikan jawaban? Apakah salah kalau aku minta bantuan? Apakah aku sudah merusak suasana hati, serta mengganggu ketentraman dan kenyamanan hidupmu?

 

Apakah diam saja merupakan pilihan sikap terbaik yang bisa ditunjukkan untuk mengatakan "tidak" tanpa ada suara atau bait tulisan kata-kata sebagai sebuah jawaban? Atauuu... apakah sikap diammu itu, merupakan sebuah pernyataan sikap yang ingin menunjukkan bahwa kamu memiliki "kasta" lebih tinggi, sehingga fine-fine saja apabila tidak mengucapkan satu kata apapun? 

 

Memang benar adanya, segenap pandangan yang kita yakini, kita ketahui, dan/atau kita kehendaki, belum tentu sama dengan persepsi maupun cara pandang orang lain, terutama terhadap hal-hal yang sudah kita kemukakan. Namun itu bukan berarti, mendengar / membaca lalu diam, merupakan sebuah sikap ideal seseorang pada saat ada orang lain bertanya untuk meminta bantuan.

 

Kalau cuma diam saja, itu tidak memberikan terlalu banyak "kesan". Hal yang "paling berkesan", apabila sudah tidak mengucapkan kata iya atau tidak, hubungan pertemanan seakan terhenti sampai di pembicaraan itu saja. Huuffff...

 

Who is your friend? Teman adalah seseorang yang selalu ada disamping kita, baik di saat suka, maupun di saat kita sedang mengalami kesusahan. Itu pula sebabnya banyak yang bilang, derita sengsara yang ditimbulkan karena kehilangan teman, jauh melebihi kesengsaraan hati yang disebabkan oleh putusnya hubungan dengan pacar.

 

Sulit rasanya membayangkan, bagaimana seseorang yang dulu kita anggap kawan, sekarang sikapnya sudah seperti seorang "lawan". Antara mati gaya dan mati kata, agak sulit menerima perubahan sikap teman yang tiba-tiba menjauh tanpa kita sendiri dapat mengerti, apa penyebabnya. Tersinggung kah? Ego kah? Apa?  

 

Well, hubungan pertemanan nggak perlu menjadi rusak hanya karena enggan membantu. We are human. Siapa pun dan bagaimana pun kita, sikap saling mendukung (untuk hal-hal yang baik) di dalam hidup ini, perlu terus dihadirkan. Itu namanya, kita menjaga iklim pergaulan kita kearah pergaulan yang sehat.

 

Jika memang tidak bisa (membantu), katakan saja. Tidak ada unsur paksaan untuk siap membantu. Dan jangan pula merasa terpaksa kalau ingin membantu. Yang penting dikatakan, jangan didiamkan, lalu pergi.

 

Adanya keputusan untuk memutuskan hubungan pertemanan karena emoh membantu, justru menimbulkan sebuah prasangka, bahwa kita bersikap layaknya seorang teman, hanya karena ada maunya saja. Sedangkan pada sisi yang lain, kita sendiri nggak mau disusahkan saat keadaan susah sedang dihadapi teman.

 

Hidup memang penuh dengan kejutan dan misteri. Namun, janganlah kejutan serta misteri kehidupan itu berasal dari sikap kita yang tiba-tiba menjadi pribadi yang misterius. Bertemanlah secara wajar. Jangan berlaku timpang atau sesuka hatinya saja. Ekspektasi orang lain tentang diri kita, akan langsung berubah (kearah pikiran negatif) apabila kita hanya mau senang dan bahagia sendiri saja. 

 

Menjalani kehidupan pertemanan, tidak terlepas dari adanya sikap loyalitas kita untuk menghadirkan sikap saling menghargai dalam satu cinta yang tak pernah berlaku satu arah. Ada hubungan timbal balik, ada pengorbanan, dan nilai-nilai kebersamaan serta kesetaraan dalam derajat yang sama. Kita harus mau melihat, bukan mendengar serta membaca, lalu pergi. 

 

 

 

.Sarlen Julfree Manurung

My Mind

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Widjajono Partowidagdo, meninggal dunia pada hari Sabtu (21/04/2012), saat melakukan pendakian Gunung Tambora - Nusa Tenggara Barat, bersama Tim Vulkanologi Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Famele Trakkers For Lupus.

 

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Kepala Vulkanologi Kementerian ESDM Surono, Widjajono kelelahan saat melakukan pendakian salah satu gunung berapi aktif purba yang memiliki "masa tidur" bilangan milenium itu. 

 

Kondisi kesehatan Wamen Widjajono mulai kritis karena sesak nafas, pada saat tim pendaki sudah mencapai Pos 3 yang berada di ketinggian 2.800 meter, dekat dengan kawah Gunung Tambora. Upaya evakuasi segera dilakukan oleh anggota tim melalui jalur darat. Namun pada saat mencapai Pos 2, Wamen Widjajono telah menghembuskan nafas terakhir.  

 

Jenazah almarhum dibawa ke Jakarta melalui Bandara Internasional Ngurah Rai Bali menggunakan pesawat Hercules menuju Bandara Halim Perdanakusuma. Sekitar jam 22.30 tadi malam (21/04/2012), jenazah almarhum telah tiba di kediaman pribadi Beliau di Jln. Ciragil II No. 28 Kebayoran Baru - Jakarta Selatan, untuk disemayamkan. Menurut rencana, jenazah almarhum akan dimakamkan di Pemakaman San Diego Hills, Kerawang - Jawa Barat, siang ini (22/04/2012).

 

Sosok Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo cukup dikenal masyarakat. Beliau merupakan salah satu pejabat negara yang paling banyak tampil untuk memberikan keterangan kepada media massa, saat pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada tanggal 1 April 2012 lalu. Beliau bahkan sempat hadir pada rapat paripurna DPR RI terkait penentuan sikap DPR atas rencana pemerintah tersebut.

 

Penampilan Guru Besar pada Fakultas Teknologi Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB tesebut tergolong cukup sederhana. Wamen Widjajono sangat jarang terlihat mengenakan setelan jas. Adapun kemeja "kebangsaan" Wamen Widjajono adalah kemeja batik lengan panjang warna merah dengan motif warna-warni. Hal lain yang menjadi ciri khas penampilan Wamen Widjajono adalah rambutnya yang "agak" gondrong. 

 

Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menyebutkan, Wamen Widjajono kerap jengkel terhadap komentar-komentar yang dikeluarkan oleh para "pengamat dadakan" yang dianggapnya sok tahu tentang perminyakan, padahal tidak pernah mendalami soal perminyakan.

 

Rekan seangkatan Wamen Widjajono di ITB, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyebut temannya itu sebagai seorang yang lugas, lugu, jujur, baik, dan akademisi mumpuni. Warga masyarakat yang tinggal di sekitar kediaman Wamen Wdjajono juga menyebut Wamen sebagai sosok yang ramah, dermawan, dan bersahaja.

 

Widjajono Partowidagdo, lahir di Magelang pada tanggal 16 September 1951. Gelar sarjana teknik dari Program Studi Teknik Perminyakan ITB diperolehnya pada tahun 1975. Sedangkan gelar Master of Science (M.Sc) dalam bidang Petroleum Engineering (1980), dilanjutkan M.Sc dalam bidang Operation Research (1982), dan MA dalam bidang Economics (1986) dengan judul tesis "An Energy Economy Model for Indonesia" dari University of Southern California (USC).

 

Gelar Ph.D ia dapatkan dari universitas yang sama pada tahun 1987 setelah merampungkan desertasi yang berjudul "An Oil and Gas Supply and Economic Model for Indonesia". 

 

Almarhum tercatat sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Pengelolaan Lapangan Migas ITB, dan Sekretaris Komisi Permasalahan Bangsa, Majelis Guru Besar ITB. Selain itu, Almarhum juga tercatat pula pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan ITB (1993-2004), Ketua Kelompok Keahlian Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral (kini dipecah menjadi FTTM dan FITB) (2005-2007).

 

Karir Almarhum memang lebih banyak dilalui di lingkungan ITB. Baru pada tanggal 19 Oktober 2011, Presiden SBY mengangkat Almarhum sebagai Wamen ESDM.

 

Penulis sendiri berpendapat, Almarhum adalah sosok pemikir dan pendidik sejati. Kesediaan Almarhum untuk masuk dalam lingkungan birokrat, nampaknya bukanlah pilihan yang kurang tepat. Gaya berpikirnya sebagai seorang ilmuwan, cenderung berlawanan arus dengan konsepsi pemikiran para politisi. Pemikiran-pemikirannya lebih layak untuk dijadikan pandu bagi generasi muda bangsa yang sedang menemupuh jalur pendidikan di universitas. 

 

Bangsa Indonesia kembali kehilangan salah satu putra terbaiknya. Dedikasinya kepada dunia pendidikan di tanah air hingga akhir hayatnya, merupakan satu bukti bahwa Almarhum adalah guru sejati, yang mengabdi dengan sepenuh hati, dan tak mengenal kata henti.

 

Selamat jalan Pak Wid.

 

 

.Sarlen Julfree Manurung

Labels: 0 comments | | edit post
My Mind
Beberapa saat yang lalu, saya baru saja pulang ke rumah usai membayar sejumlah tagihan di bank dan tagihan koneksi internet Speedy di Plaza Telkom Pondok Kelapa. 

Di bank tidak ada masalah karena kebetulan antriannya tidak panjang. Lain halnya dengan di Plaza Telkom. Seperti biasanya, setiap tanggal 19 dan 20 tiap bulan, antrian warga yang akan membayar tagihan, sudah cukup banyak. Saya pun harus ikut bersabar mengantri, menunggu nama saya dipanggil untuk melakukan pembayaran.

Saat menunggu, muncul seorang pria mengenakan jaket biru bertuliskan BNN (Badan anti Narkotika Nasional), berkemeja kotak-kotak abu-abu dan celana jeans. Pria itu langsung saja berdiri di depan loket antrian dan menyerahkan nomor telefon tertagih ke petugas loket, meminta agar tagihannya di proses. 

Seorang ibu tua menegur pria itu, "Mas, ngantri dong. Saya aja ngantri."

Sebuah teguran dengan menggunakan bahasa teramat halus namun punya arti amat mendalam.

Pria (kira-kira berusia 30-an) itu pun menjawab : "Maaf Bu, ini saya bayar tagihan instansi negara." 

Usai urusannya selesai, pria itu pergi menggunakan sepeda motor penuh stiker Repsol.

Saya tidak respect dengan sikap pria tersebut. Terserah saja, dia mau pegawai dari instansi mana, antrian tetap antrian. Kalau mau cepat tanpa mengantri lama, silahkan ke Plaza Telkom di Prumpung atau transfer via bank. 

Sebagai abdi negara, kalian harus memberi contoh yang baik, tidak arogan dan minta didahulukan. Kalian yang harusnya menghadirkan sikap melayani rakyat. Bukan minta didahulukan untuk dilayani.

Jujur saja, saya salute dengan sikap yang ditunjukkan oleh adik saya saat mengantri untuk memperpanjang KTP. Beliau adalah seorang pejabat eselon IV di suatu kementerian, namun Beliau tidak minta didahulukan untuk dilayani oleh pegawai Kelurahan yang bertugas melayani di loket perpanjangan KTP. 

Negara ini butuh abdi negara yang tahu aturan, baik tertulis maupun aturan tidak tertulis, yang berlaku umum di masyarakat. Wajar saja kalau masyarakat merasa diperlakukan tidak adil karena abdi-abdi negara selalu minta didahulukan untuk di perhatikan.

Sudah pola pelayanannya buruk, masih pula minta didahulukan. Apa gak malu sama rakyat? Tahu dirilah sedikit...


Labels: 4 comments | | edit post
My Mind

I. Antara Keluhan dan Kekhawatiran Orang Tua

 

Banyak orang tua yang mengeluh karena anak-anak mereka yang mulai beranjak remaja dan dewasa (kira-kira, usia anak SMP dan SMA), mulai sering membantah perkataan mereka, mulai sering minta ijin pulang terlambat, atau mulai sering berbohong. Keluhan itu masih pula diikuti dengan adanya suatu kekhawatiran, kalau anak mereka telah terpengaruh oleh pergaulan yang salah.

 

Pada dasarnya, adanya keluhan dan rasa khawatir orang tua seperti itu, masih dalam batas kewajaran, karena tidak ada satu pun orang tua di dunia ini yang menginginkan anaknya memiliki sikap atau perilaku yang buruk sebagai bagian dari kepribadiannya. Hati dan pikiran orang tua pasti cenat-cenut oleh karenanya.

 

 

II. Penyebab-penyebabnya

 

Lingkungan pergaulan diluar rumah, memang merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan besar dalam membawa perubahan sikap atau perilaku pada diri seorang anak kearah yang tidak baik. 

 

Kehidupan di luar rumah, membuat anak "melihat dunia" yang berbeda dari apa yang pernah digambarkan atau dijelaskan orang tua kepadanya. Lingkungan pergaulan membuat anak melihat, mendengar, merasakan, dan menghadapi berbagai peristiwa yang selama ini belum pernah diketahui sebelumnya.

 

Dengan kata lain, adanya interaksi dengan orang-orang di luar rumah, bisa menjadi sumber inspirasi adanya perubahan pola sikap maupun perilaku pada anak.

 

Usia anak yang masih remaja atau baru memasuki usia dewasa muda, masih belum kaya dengan pengalaman hidup. Anak masih rentan dengan masuknya berbagai informasi dan pengetahuan yang salah, yang tidak patut di contoh dan ditiru, yang penuh dengan rekayasa atau tipu muslihat, serta yang mengandung tindak kekerasan.

 

Meskipun demikian, patut pula diingat para orang tua, tidak tertutup kemungkinan, kalau perubahan sikap atau perilaku anak terjadi karena keadaan atau kondisi lingkungan di dalam rumah yang sering kali tidak kondusif, dan karena pola kebiasaan / didikan yang tidak inspiratif.

 

Hari-hari kehidupan di dalam rumah dilalui dengan : penuh pertengkaran, teramat mudah untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak sungkan melakukan tindak kekerasan di depan anak, tidak ada sikap saling menghormati dan menghargai, serta tidak ada dukungan untuk kemajuan hidupnya.

 

Selain menimbulkan trauma psikologis pada diri anak, kondisi rumah yang tidak kondusif mendorong adanya perubahan sikap atau perilaku anak untuk mengikuti berbagai kebiasaan buruk yang dibiarkan berkembang di rumah.

 

Tidak hanya itu. Kerumitan dalam mengarahkan pola sikap atau perilaku anak yang out controljuga bisa terjadi karena orang tua tidak menerapkan pola didik serta pola komunikasi yang benar terhadap anak mereka. 

 

Pernah nonton acara televisi Super Nanny 911 yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta? Di setiap episode acara televisi itu, tercermin beragam model kegagalan anak dalam mendidik dan mengarahkan anak, sehingga anak memiliki sikap atau perilaku yang susah diatur, cenderung melawan / membantah orang tua, serta "melecehkan" kewibawaan orang tuanya.

 

Dalam artikel berjudul Merubah Perilaku Anak yang dimuat di www.preventionindonesia.com, seorang ibu rumah tangga bernama Vina menulis tentang curahan hati temannya dalam mendidik anak : "Ternyata tidak ada bedanya antara mendidik anak usia 2 tahun 6 bulan dengan anak yang sudah berusia  18 tahun. Sama-sama rumit dan amat melelahkan".

 

Seorang psikolog anak asal Tucson Amerika Serikat, DR. Kevin Leman, dalam bukunya yang berjudul Have A New Kid By Friday mengatakan, perubahan sikap atau perilaku anak (kearah yang kurang baik), bisa terjadi karena orang tua tidak konsisten dengan perkataan dan tindakannya sendiri. 

 

Ada banyak orang tua, dalam rangka menciptakan rasa nyaman anak untuk bisa meniti tangga keberhasilan dan kemajuan hidup anaknya, selalu menuruti setiap keinginan anak atau memenuhi segala kebutuhan yang dinilai diperlukan oleh anaknya.

 

Lalu tidak sedikit pula orang tua yang membebaskan anaknya sejak masih berusia belia, untuk tidak melakukan serangkaian tugas ataupun pekerjaan yang bisa dilakukan anak di rumah. Semenjak dari bangun tidur, orang tua sudah bertindak sebagai "pelayan" bagi anaknya. Kesan yang muncul, anak hanya terima beres saja. Padahal, dampak yang ditimbulkan atas "cara orang tua menunjukkan rasa sayangnya kepada anak" dengan cara demikian, membuat anak menjadi tidak perduli dengan keadaan dan kondisi di rumahnya. 

 

Tanpa disadari, sesungguhnya tindakan orang tua seperti itu membuat anak tidak memahami tugas dan tanggung jawab mereka sebagai anak. 

 

Hal lain yang bisa menjadi penyebab perubahan sikap atau perilaku anak kearah yang negatif terjadi karena orang tua "tidak terbiasa" untuk menyampaikan pujian serta memberikan dorongan semangat kepada anaknya.

 

Ada banyak orang tua yang "pelit" untuk mengucapkan kata pujian kepada anaknya. Kata pujian tidak harus (baru) terucap saat anak mereka berhasil mengukir prestasi. Jika anak berhasil menyelesaikan segenap tugas yang diserahkan orang tua kepadanya dengan baik, maka tidak ada salahnya apabila orang tua menyampaikan kata pujian pada anak, sehingga anak tahu, kalau tindakannya itu merupakan sebuah tindakan yang benar.

 

Selain itu, tidak sedikit pula orang tua yang "enggan" memuji anaknya di depan orang lain, atau tidak pernah menyampaikan dorongan motivasi kepada anak, sehingga dapat meningkatkan semangat juang anak untuk bisa mencetak prestasi atau tampil dengan nilai lebih pada hal-hal tertentu, yang bisa menghadirkan kebanggaan tersendiri, baik pada diri anak, pada orang tuanya, maupun pada keluarga besarnya. 

 

Para orang tua ini beranggapan, memuji anak dihadapan orang lain merupakan sebuah tindakan yang tidak penting untuk dilakukan, karena mereka tidak ingin kalau suatu saat nanti, pujian yang telah mereka nyatakan diharapan orang lain (dengan penuh kebanggaan) itu, akan menjadi batu sandungan bagi mereka apabila kenyataan membuktikan, kalau sikap, perilaku, atau prestasi anak, ternyata tidak sesuai dengan ungkapan pujian yang pernah mereka nyatakan.

 

 

III. Tindakan yang Harus Dilakukan Orang Tua

 

Orang tua tidak akan menyampaikan keluhan dan rasa khawatirnya, apabila perubahan sikap atau perilaku anak, sesuai dengan harapan serta pola didik yang mereka kembangkan / arahkan semenjak anak masih berusia balita. Beda halnya apabila perubahan sikap atau perilaku anak mengarah pada hal-hal yang bersifat negatif. Apabila hal itu terjadi, akan muncul sikap protektif dari orang tua.

 

Dalam waktu singkat, orang tua akan ada penyaringan secara ketat terhadap teman-teman sepergaulan anak, dan terhadap aktifitas-aktifitas apa saja yang boleh atau bisa dilakukan / diikuti oleh anaknya, Bahkan tidak sedikit pula orang tua yang melakukan pemaksaan kehendak, dengan mencabut / mengurangi hak-hak serta kebebasan anak untuk berekspresi. 

 

Mungkin para orang tua lupa, cepat atau lambat, perubahan sikap atau perilaku pada diri anak akan terjadi juga. Pada dasarnya, ini adalah sebuah keadaan yang alamiah, karena setiap orang, pasti mengalami perubahan.

 

Perubahan sikap atau perilaku seseorang bisa terjadi kapan saja. Bahkan perubahan bisa terjadi sejak anak masih balita. Semua tergantung pada pola didik dan kebiasaan yang dikembangkan orang tua dalam beraktifitas serta dalam mendidik anaknya, dan bagaimana seorang anak dapat menyikapi dengan baik beragam problematika kehidupan yang dilihat, didengar, dibaca, atau dihadapinya sendiri.

 

Kemajuan atau kualitas hidup seseorang bisa saja meningkat, tetap sama, atau mengalami penurunan. Akan tetapi, tidak demikian dengan pola sikap atau perilakunya : bisa tetap memiliki tata krama serta menjalani pola / gaya hidup yang sehat dan benar, atau tidak.

 

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap orang tua pada saat melihat adanya perubahan sikap atau perilaku yang terjadi pada diri anaknya?

 

Faktor terpenting dalam menyikapi perubahan sikap atau perilaku anak kearah yang kurang baik, terletak pada ada atau tidaknya "deteksi dini" orang tua terhadap perubahan tersebut. Dalam hal ini, orang tua perlu tahu apa yang menjadi penyebab atau pangkal persoalannya.

 

Sebagian besar perubahan sikap atau perilaku anak, tidak terjadi secara drastis. Pasti ada fase atau keadaan yang mengawali adanya perubahan sikap atau perilaku pada anak.

 

Hal kedua yang tidak kalah pentingnya adalah soal pola pendekatan. Berikan perhatian yang besar, sebagai bentuk keperdulian mereka terhadap masalah atau kondisi penuh emosional yang sedang dihadapi anak. Orang tua harus menghadapinya dengan sikap tenang, penuh kesabaran, dan berlaku layaknya seorang teman kepada anak.

 

Bangunlah suasana penuh keakraban, lalu bicaralah dari hati ke hati dengan penuh kelembutan. Tunjukkan rasa kasih orang tua kepada anak, sehingga anak bisa menyampaikan hal-hal yang mengganjal di hatinya. 

 

Manfaatkan kedekatan emosional dengan anak agar mereka dapat menyampaikan isi hati dan keluh-kesahnya. Rangkul mereka dengan menjadi pendengar yang baik. Pahami, bahwa anak butuh untuk didengarkan pada saat itu. Biarkan mereka bercerita atau menyampaikan argumentasinya hingga usai.

 

Selanjutnya, lakukan dialog secara terbuka, namun tetap mengendalikan jalannya pembicaraan. Maksudnya disini, arahkan pembicaraan menjadi suatu dialog yang sehat, dimana orang tua harus bersikap tegas apabila anak mulai menggunakan kata-kata yang kasar atau kata-kata yang tidak selayaknya diucapkan. Namun pada sisi yang lain, orang tua juga harus mau menerima dikritik oleh anaknya. 

 

Pada saat memberikan nasehat, tunjukkan adanya sikap kalau orang tua menginginkan anaknya dapat menjalani hari-hari kehidupannya dengan baik, sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari. Itu sebabnya, anak perlu memperhatikan kata-kata orang tuanya. 

 

Terkadang, langkah ini sulit dilakukan oleh para orang tua. Bukan karena anak enggan untuk berbicara, akan tetapi karena cara pandang orang tua yang tidak berubah dalam memandang sosok diri anaknya. Ini merupakan titik kelemahan terbesar orang tua, sehingga upaya pendekatan kepada anak, terasa sulit untuk dilakukan.

 

Meskipun anak sudah memasuki usia remaja atau dewasa muda, banyak orang tua yang tetap memposisikan anak mereka sebagaimana layaknya anak mereka yang masih balita atau bocah usia SD.

 

Kecenderungan yang ada, orang tua akan bertindak layaknya diktator atau mahasiswa senior yang sedang melakukan ospek kepada mahasiswa baru, dimana orang tua tidak mau disalahkan dan tidak mau mengucapkan kata maaf kalau berbuat salah.

 

Banyak orang tua memilih untuk menggunakan gimmick lain sebagai pengganti kata "maaf", seperti membuka satu obrolan mengenai satu hal kecil, yang tidak terkait dengan hal-hal yang dipermasalahkan oleh anaknya. 

 

Sikap layaknya diktator ditunjukkan orang tua dengan tidak pernah memberikan kesempatan kepada anak untuk dapat menyampaikan argumentasi atau pembelaan diri. Itu sebabnya ada banyak keluarga, dimana antara orang tua dan anaknya, jarang bisa berdiskusi secara sehat. Anggapan yang dibangun orang tua, hanya anak yang harus mendengarkan orang tua, tapi tidak pada posisi sebaliknya.

 

Pemecahan masalah yang dihadapi anak akan sulit dilakukan apabila orang tua tidak bersikap kompromistis. Anak akan sulit untuk diajak bicara terbuka. Keinginan dan harapan anak akan sulit pula diterima orang tua. Padahal, saat itu anak sedang membutuhkan adanya tanggapan yang bisa membuat anak merasa "diterima" oleh orang tuanya.

 

Curahan terbesar yang perlu dihadirkan orang tua adalah perhatian dan pengertian. Tidak hanya orang tua yang bisa capek hati melihat tingkah anaknya, tapi anak juga bisa merasa capek hati melihat gaya orang tua yang tetap arogan dalam mengambil sikap serta pesimistik dalam memberikan tanggapan terhadap keinginan dan harapan anak.

 

Jangan hanya memberikan penekanan kepada anak, akan tetapi orang tua juga harus bisa bertindak fair terhadap pencapaian-pencapaian yang dicapai atau kualitas pribadi terbaik yang ditunjukkan anak dengan menyampaikan kalimat pujian kepada anaknya.

 

Ketulusan orang tua untuk menyampaikan kata-kata pujian kepada anak, akan menimbulkan perasaan berharga di hati anak. Orang tua juga perlu memuji anak di depan orang lain. Tunjukkan rasa bangga orang tua akan anaknya di hadapan orang lain, meskipun anaknya minim akan keberhasilan mencetak prestasi. Cari dan temukan kualitas pribadi terbaik pada diri anak yang bisa dibanggakan di hadapan orang lain.

 

Hal yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan orang tua adalah mendorong semangat juang anak. Pemberian motivasi pada anak, merupakan satu langkah untuk membangun rasa percaya diri anak. Namun sayangnya, ada banyak orang tua yang sering kali alpa untuk melakukannya karena kesibukkan mereka.

 

Pada sisi yang lain, ada baiknya pula kalau para orang tua mengenali teman-teman yang berada dalam lingkungan pergaulan anak, sehingga orang tua dapat mengevaluasi, apakah anak berada dalam lingkungan pergaulan yang sehat atau tidak.

 

Selain terus mengarahkan dan membekali anak dengan pengetahuan yang baik serta sesuai dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan orang tua ke dalam kehidupan anaknya, upaya pencegahan adanya perubahan sikap atau perilaku anak kearah yang tidak baik dapat dilakukan orang tua untuk mengenali dan kenal dengan baik siapa saja teman, guru, atau orang-orang terdekat anak di luar rumah. 

 

Langkah tersebut perlu diambil, agar orang tua dapat melakukan updating atas aktifitas kehidupan pergaulan anak di luar rumah, sehingga orang tua dapat segera mendapatkan informasi pelengkap (selain informasi langsung dari anaknya sendiri) dengan mencari tahu dari teman, guru, dan orang-orang terdekat anaknya di luar rumah, pada saat mulai mendapati anaknya mengalami perubahan sikap atau perilaku yang tidak sesuai dengan pola pembentukan karakter yang diinginkan orang tua.

 

 

IV. Orang Tua Adalah Penentu Dalam Pembentukan Karakter dan Kepribadian Anak

 

Ketika dijumpai adanya perubahan sikap atau perilaku pada diri anaknya, orang tua perlu mencermati dan menyikapinya dengan bijaksana, penuh ketenangan, penuh kesabaran, penuh pengertian, dan juga penuh dengan rasa kasih sayang. Tidak perlu reaktif atau paranoid, karena perubahan sikap atau perilaku merupakan sesuatu hal yang alamiah dalam kehidupan seseorang.

 

Saat berkumpul dengan anak, orang tua tidak perlu suka marah-marah atau bersikap layaknya diktator, karena sikap seperti itu justru membuat anak merasa tertekan dan tidak diayomi.

 

Anak juga akan sulit untuk diajak berdiskusi atau bicara dari hati ke hati apabila orang tua bisanya hanya menunjukkan sikap layaknya diktator kepada anaknya, karena sikap tersebut akan muncul satu anggapan dalam benak pikiran anak, kalau segenap argumentasi maupun pembelaan yang diajukannya, tidak diterima / didengarkan / diperhatikan oleh orang tuanya.

 

Oleh sebab itu, orang tua perlu menunjukkan adanya penerimaan sikap (acceptance) terhadap "keberadaan" anak, dengan berlaku layaknya orang tua. Jadilah pendengar yang baik atas keluhan, keinginan dan harapan anak.

 

Jangan pula ragu dan enggan untuk memuji dan mendorong semangat juang anak. Adanya kalimat-kalimat pujian serta dorongan semangat akan menimbulkan perasaan bernilai di mata orang tuanya. 

 

Pada sisi yang lain, orang tua juga harus memiliki ketegasan dalam bersikap. Semenjak anak masih balita, orang tua harus sudah menetapkan batasan-batasan tentang hal-hal yang dibutuhkan atau diinginkan anaknya. Jangan biarkan anak memiliki kepribadian yang manja, dimana segenap kemauan atau keinginannya selalu dituruti oleh orang tuanya.

 

Menghadirkan ketegasan dalam bersikap perlu dilakukan, agar anak tahu, kalau ayah dan ibunya merupakan pihak yang memegang kendali dalam mengatur dan menetapkan pola sikap ataupun perilaku yang benar pada diri anak. Dalam hal ini, orang tua perlu sering-sering berkomunikasi dengan anak. Berikan sebanyak mungkin inspirasi kehidupan kepada anak tentang pola dan gaya hidup yang benar serta sehat.

 

Jika kemudian ditemui adanya perubahan sikap atau perilaku anak kearah sikap atau perilaku negatif, keadaan itu merupakan lonceng waktu bagi orang tua untuk mengevaluasi kembali setiap tindakan, pernyataan, maupun batasan aturan yang mereka tunjukkan serta berlakukan pada anak selama ini.

 

Langkah evaluasi perlu dilakukan orang tua, agar upaya pembentukan karakter dan kepribadian anak yang sesuai dengan kehendak serta keinginan orang tua, dapat terus berlangsung. Dalam hal ini, orang tua perlu berlaku konsisten terhadap berbagai pernyataan maupun serangkaian aturan main yang mereka buat.

 

Ada baiknya pula kalau orang tua kenal dengan teman-teman dalam lingkungan pergaulan anak di luar rumah. Kedekatan orang tua pada teman atau orang terdekat anak di luar rumah, selain sebagai bentuk antisipasi terhadap keterlibatan anak dalam lingkungan yang tidak sehat, juga bertujuan untuk dapat memperbaharui pengetahuan orang tua terhadap aktifitas serta perilaku anak di luar rumah.

 

Hal ini perlu dilakukan orang tua, karena setiap upaya serta aktifitas yang dilakukan, selayaknya mempunyai makna strategis serta berpengaruh dalam suatu rangkaian proses (kehidupan) yang dijalani saat ini dan di masa yang akan datang (prinsip Kodawari orang Jepang). 

 

Upaya orang tua dalam mendidik anak sehingga memiliki karakter dan kepribadian yang baik, akan banyak sekali menghabiskan energi. Namun semuanya itu tidak akan berakhir dengan sia-sia atau kekecewaan, karena segenap perhatian, dukungan, dan keintiman suasana yang selalu dihadirkan orang tua, akan menghindarkan anak untuk menyerap pola sikap atau perilaku yang tidak baik.

 

Jadilah orang tua yang mendidik anak secara otoritatif, dimana anak diberikan kebebasan untuk memformulasikan segenap arahan yang orang tua berikan, sehingga anak dapat menjalani kehidupan dengan pola sikap dan perilaku yang benar.

 

We cannot choose our family but we can choose to love them. Keluarga merupakan tempat awal bagi seorang anak untuk menerima didikan. Gunakan waktu dan kesempatan dalam mendidik anak, untuk menciptakan karakter dan kepribadian yang menarik. Let's start to see a gold in your son / daughter, digging it and let them shine.

 

Selamat mendidik anak. Sukses selalu. GBU.

 

 

.Sarlen Julfree Manurung

 

 

= = =

 

LIBRARY :

1. Buku Have A New Kid By Friday - karya : DR. Kevin Leman.

2. Buku Win The Whinning War And Other Skirmishes - karya : Cynthia Whitham, MSW.

3. Artikel Merubah Perilaku Anak - Karya : Vina (dimuat di www.preventionindonesia.com)

4. Artikel Berubah, Kok Susah? - Karya : Eileen Rachman & Sylvina Savitri

5. Artikel OHANA - karya : Bunga Mega (pendiri komunitas perempuan CeweQuat - www.cewequat.com)

6. Artike Kodawari : The Intention Behind Every Action - karya : Rene Suhardono

Labels: 0 comments | | edit post