My Mind
Imajinasi Wacana Regenerasi Kepemimpinan Nasional
By : Sarlen Julfree Manurung


Menjelang pelaksanaan kegiatan pemilu nasional tahun 2009, kehidupan berpolitik di Indonesia mulai diramaikan dengan aktifitas pendaftaran dan penjaringan nama-nama bakal calon anggota legislatif, serta pencarian tokoh masyarakat maupun tokoh partai yang akan mewakili partai untuk maju sebagai calon presiden.

Terkait dengan kegiatan pemilu presiden, sejumlah kekuatan politik telah mengajukan suatu wacana politik yang menginginkan agar dilakukannya regenerasi kepemimpinan nasional, dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada para politisi atau tokoh dari kelompok generasi muda bangsa, untuk mencalonkan diri sebagai seorang pemimpin bangsa.

Wacana regenerasi kepemimpinan nasional tersebut dibangun dengan menghadirkan sebuah issue, bahwa seorang calon pemimpin yang berasal dari generasi muda, lebih membawa harapan adanya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Nampaknya, issue transisi kepemimpinan melalui regenerasi kepemimpinan nasional, sengaja diajukan untuk membangun sisi sentimen negatif publik, untuk memposisikan para politisi-politisi senior yang mencalonkan diri dalam pemilu mendatang, sebagai pribadi-pribadi yang masih haus kekuasaan, sehingga dinilai enggan untuk melakukan regenerasi kepemimpinan kepada generasi muda bangsa.

Sampai dengan saat ini, sejumlah nama-nama tokoh yang sudah menyatakan kesiapan dan kesediaan diri untuk maju sebagai calon presiden serta siap dipilih untuk menjadi presiden, memang masih didominasi oleh politisi-politisi senior.

Apabila dikaji lebih mendalam, konsepsi adanya wacana politik yang dibalut dengan issue regenerasi kepemimpinan, sesungguhnya telah membiaskan arti bagaimana dan seperti apa profile atau figur yang baik serta tepat dari seorang pemimpin.

Profile ataupun figur yang baik dan tepat dari seorang pemimpin itu, memang tidak ditentukan oleh usia dari orang-orang yang mencalonkan diri dalam kegiatan pemilu, karena ada sejumlah kriteria yang jauh lebih penting dan memiliki nilai faktual, yang keberadaannya patut dimiliki seorang calon pemimpin.

Seharusnya setiap partai politik yang ingin mencalonkan seseorang sebagai pemimpin bangsa, dapat menunjukkan seberapa baikkah riwayat karir berpolitik seseorang yang akan bertindak sebagai calon presiden pilihan partai. Lalu, bagaimanakah kapabilitas, kredibilitas serta kemampuan seseorang yang dicalonkannya.

Dalam hal ini, kriteria pokok yang dibutuhkan seorang calon pemimpin bangsa adalah seberapa baik kemampuan manajemen pemerintahan, manajemen diplomasi, dan juga kemampuan komunikasi massa yang dimiliki oleh tokoh pilihan partai.

Berbagai kemampuan tersebut merupakan kondisi faktual yang harus dimiliki seorang pemimpin, karena memimpin negara tidaklah sama dengan konsepsi kepemimpinan dalam tingkatan atau bentuk pola kepemimpinan apapun.

Segenap kemampuan tersebut, tidak memperhitungkan berapa usia calon pemimpin, namun seberapa banyak keberhasilan yang pernah dicapainya, dan seberapa besarkah kemampuan mereka dalam menjalankan agenda kerja untuk membangun bangsa.

Sikap idealisme yang ada didalam diri setiap kaum muda, bukan berarti mereka telah memiliki kemampuan yang telah terbukti baik serta memadai.

Terkait dengan adanya harapan baru yang dapat dihadirkan oleh seorang pemimpin yang berasal dari generasi muda, pada dasarnya, setiap calon pemimpin itu sudah selayaknya memiliki agenda politik yang bertujuan untuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti layaknya sebuah harapan.

Konsepsi ini berlaku untuk semua calon pemimpin yang akan ambil bagian dalam pemilu, baik seorang calon pemimpin dari politisi senior atau calon pemimpin yang berasal dari generasi muda.

Dengan kata lain, penentuan seseorang pemimpin bangsa yang ideal tersebut, tidak didasarkan pada usia, karena telah menyederhanakan profile yang layak ditunjukkan seorang tokoh yang akan maju sebagai pemimpin, karena baik politisi senior maupun politisi muda, harus membawa harapan baru bagi masyarakat.

Setiap tokoh yang berniat maju sebagai pemimpin bangsa, tidaklah terkotak-kotak pada batasan usia. Menghadirkan issue mengenai tua-muda politisi (baik dalam hal karir berpolitik maupun usia), sama artinya, cara pandang sejumlah kekuatan politik tentang kepemimpinan, masih belum mempunyai konsepsi yang jelas akan profile diri seseorang yang akan bertindak sebagai seorang pemimpin.

Apabila dikatakan para calon pemimpin muda lebih membawa harapan perbaikan dan memiliki konsep kepemimpinan yang lebih baik dari politisi senior, maka hal tersebut telah membangun sebuah wacana baru tentang sosok ideal yang layak untuk menjadi calon pemimpin bangsa, meskipun wacana tersebut tidak memperhatikan sisi-sisi kemampuan dan prestasi politik seseorang yang akan ikut serta dalam pemilu.

Oleh karena itu, membangun image tua atau muda seorang politisi yang layak untuk menjadi pemimpin bangsa yang akan datang, telah menjebak para calon pemilih pada pola penentuan calon pemimpin secara dangkal karena tidak bersifat visioner terhadap bagaimana seharusnya figur seorang calon pemimpin bangsa dimiliki oleh seseorang yang akan bertindak sebagai pemimpin bangsa.

Jelas, wacana yang menghadirkan issue politik tentang calon pemimpin muda yang membawa harapan baru bagi masyarakat tersebut, hanyalah bagian dari mimpi indah yang selama ini belum tercapai dari suatu partai politik.

Issue politik tentang regenerasi kepemimpinan nasional tersebut, memang jelas-jelas ingin membangun imajinasi berkesan baik dan benar, dengan cara mengeksploitasikan sisi-sisi kekurangan yang ada dalam kepemimpinan para politisi senior, lalu disambut dengan mengajukan mimpi kalau para politisi atau tokoh generasi muda bangsa, jauh lebih  mampu untuk bertindak sebagai pemimpin bangsa, atau menjadi pahlawan yang akan memerdekakan masyarakat dari kemiskinan.

Pada sisi yang berbeda, issue politik yang mengangkat sisi senioritas kepemimpinan dengan calon yang berasal dari kelompok muda bangsa, telah mengaburkan masalah semakin berkembangnya perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di kalangan politisi serta pejabat tinggi negara beberapa tahun belakangan ini.

Apabila dikaitkan dengan maraknya KKN di kalangan politisi atau pejabat tinggi kita, dapat diasumsikan, kalau seorang calon pemimpin muda itu, belum tentu merupakan pribadi yang benar-benar anti korupsi atau tidak terlibat KKN.

Sampai saat ini pun belum ada pihak yang berani memberikan jaminan, kalau uang yang dipakai untuk pendanaan kampanye, tidak diusahakan agar dapat kembali modal ketika mereka telah menjadi pemimpin negara.

Bagaimana mau menjadi pahlawan masyarakat melalui kampanye harapan baru, kalau didalam diri seorang calon pemimpin muda tersebut, masih memiliki keinginan untuk menyakiti hati rakyat melalui KKN?

Patut pula diingat kalau sebagian besar politisi muda yang berniat untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin negara, merupakan produk binaan partai politik atau organisasi massa yang memiliki ikatan emosional dengan partai politik.

Sebagai sebuah produk binaan, maka kaum muda yang tergabung dalam partai politik tersebut, mempelajari pula bibit-bibit intrik-intrik politik serta keinginan besar untuk menjalankan kepentingan partainya yang telah ditetapkan oleh dewan pimpinan pusat masing-masing partai.

Artinya, konsepsi pemikiran untuk menjadi pemimpin bangsa itu, merupakan bagian dari ambisi para politisi senior yang memiliki apresiasi rendah tentang kehidupan dari seorang pemimpin.

Padahal, tingkat kepercayaan masyarakat kepada para politisi, pada saat ini, memang telah menuju garis minimum, bahkan sudah pada ambang batas mengkhawatirkan.

Semakin banyaknya anggota masyarakat yang memilih untuk menjadi golongan putih (golput) dalam kegiatan pemilu, merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai untuk melihat semakin menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dan perilaku politisi kita, yang ambisius untuk menjadi pemimpin, namun juga aktif mengkhianati masyarakat melalui tindakan korupsi.

Apabila semua elemen politik berambisi besar sebagai pemimpin, lalu, siapakah yang akan menjadi bagian dari kelompok nasionalis, yang dapat menjadi sumber inspirasi dan memotivasi semangat juang masyarakat, mengabdi melalui kegiatan politik yang memperjuangkan nasib rakyat melalui jalur diplomasi atau membuat ketetapan hukum yang berpihak kepada masyarakat, serta menjadi penggerak roda perekonomian?

Kalau dalam membuat wacana saja partai politik sudah mencoba untuk menyesatkan, bagaimana kalau mereka diberi kesempatan untuk berkuasa?

Haruskah masyarakat dibodohi oleh pemikiran pendek yang sengaja dihadirkan demi meraih kursi kekuasaan?

Wacana politik yang dibalut issue regenerasi kepemimpinan nasional dalam transisi kepemimpinan bangsa tersebut nampaknya memang mencoba untuk menyesatkan dan membodohi masyarakat, bukan untuk mensejahterakan masyarakat.

Regenerasi kepemimpinan nasional, mau tak mau, suatu waktu nanti memang harus dilakukan. Namun itu bukan berarti, upaya regenerasi kepemimpinan dapat dilakukan dengan memaksakan adanya suatu pola pemikiran baru yang menyesatkan dan tidak mendidik masyarakat.

Labels: | edit post
4 Responses
  1. Ga ngerti politik ah.....:D


  2. ya udah, gapapa... ini aku tujukan buat teman-teman aku yang anggota PDS kok... supaya mereka baca. Kalau baca tulisanku, pasti jadi ngerti, hehehehe...


  3. Hmm...emang anggota PDS juga ya..?


  4. Sedang mengikuti prosesi kaderisasi... tapi gak tahu sampai kapan kaderisasi melulu, ga diangat-angkat... hehehe...


Post a Comment