My Mind
ETIKA DALAM MENYAMPAIKAN PENDAPAT


Dalam kehidupan pergaulan di tengah masyarakat, terkadang sejumlah orang secara sadar memberikan tanggapan atau komentar bernada pedas, untuk maksud menyindir atau menyudutkan, terutama pada saat mereka membicarakan adanya kekurangan atau kesalahan pada orang lain.

Nurani mereka begitu cepat tergelitik untuk merampas hak berbicara atau menentukan sikap orang lain, yaitu melalui penyampaian opini-opini kepada publik.

Mereka mencoba untuk membangun suatu stigma atau perspektif negatif masyarakat, yaitu dengan menghadirkan anggapan, kalau pernyataan maupun perbuatan orang lain tersebut, telah menimbulkan kemarahan suatu kelompok masyarakat tertentu, karena dianggap telah melampaui batas wewenang atau tanggung jawabnya.

Padahal, suatu permasalahan baru justru timbul ke permukaan, karena opini-opini yang mereka bangun tersebut, seakan-akan mewakili pendapat umum sejumlah besar elemen masyarakat.

Mereka sengaja menghadirkan suatu pengadilan publik dengan cara menghadirkan tuduhan yang disertai dengan penyampaian sejumlah argumentasi-argumentasi untuk memperkuat opini, atau dengan menciptakan pandangan-pandangan yang memperluas masalah, meskipun sesungguhnya, mereka tidak mengetahui dengan baik serta benar bagaimana permasalahan yang ada.
 
Ada sisi subyek serta obyek yang diserang atau disudutkan. Etika dalam memberikan komentar, dilanggar dengan seenak dan sekenanya.

Meskipun mereka sendiri tidak mengenal dengan baik pribadi orang lain yang mereka kritisi tersebut, namun sebuah citra buruk sengaja dihadirkan, seakan-akan mereka ingin membunuh karakter pribadi dari orang lain itu.

Teganya, segenap opini-opini yang mereka hadirkan itu, saling melengkapi. Bahkan terkadang, prinsip melanggar etika moral dibawa-bawa, meskipun permasalahan yang ada, tidak bersinggungan dengan moral.

Kehebohan yang dihadirkan dalam mengemukakan pendapat, membuat mereka berani memaparkan suatu sisi yang dirasakan nyeleneh, dengan menggunakan gaya bahasa bebas, yaitu kata-kata atau pola bahasa yang tidak bermoral.

Dalam hal ini, mereka menganggap, cara mereka beropini dengan menggunakan gaya bahasa bebas tersebut, adalah bagian dari kebebasan mengemukakan pendapat dalam iklim demokrasi.

Layak dan pantaskah sikap itu mereka tunjukkan? Padahal, mereka adalah bagian dari anggota masyarakat yang terdidik. Namun, kenapa pada saat mereka menyampaikan pendapat, kata-kata yang tidak bermoral ataupun tidak beretika, dibiarkan meluncur keluar tanpa kendali dari mulut mereka?

Rekan-rekan sekalian,

Tanpa harus memandang siapa pribadi yang sedang kita hadapi, selayaknya kita bisa menempatkan perilaku terdidik serta menghormati orang lain. Kita harus sadar kalau hal yang sama juga bisa terjadi pada diri kita. Dalam hal ini, meskipun kita memiliki pengetahuan atau wawasan yang baik akan suatu permasalahan, kita jangan membuat diri kita bodoh oleh karena perkataan kita.

Sebagai masyarakat terdidik, kita harus membiasakan diri untuk menyampaikan opini dengan memperhatikan etika dalam berbicara atau mengemukakan pendapat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, wawasan, maupun kemampuan berpikir kita, maka sudah selayaknya kita, dapat menggunakan kata-kata cerdas (memiliki makna serta terarah pada masalah) dan juga santun, untuk mengekspresikan apa yang ada didalam benak pikiran kita.

Apabila kita terlibat pembicaraan didalam suatu forum diskusi, berbagai opini yang kita sampaikan, haruslah memiliki dasar atau konsep pemikiran yang jelas serta benar, tidak bernada kasar, berkesan asal-asalan atau sekenanya saja.

Dengan kata lain, satu atau sejumlah alasan serta alur pemikiran dengan argumentasi yang tepat dan benar, harus ada dibalik opini-opini yang kita sampaikan. Sesuatu yang logis harus dapat kita kemukakan tanpa harus menghadirkan suatu keinginan untuk menciderai perasaan atau hati orang lain.

Hal yang tidak kalah pentingnya, sebaiknya kita tidak menghadirkan suatu opini yang ingin mempertentang-tentangkan prinsip atau pendapat orang lain dengan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan konteks pembicaraan, untuk maksud mengalihkan perhatian atau untuk menyenangkan ego kita semata.

Situasi mungkin berubah menjadi emosional. Apabila keadaan itu terjadi, berusahalah untuk tetap bersikap tenang. Hati boleh panas, namun kepala kita harus tetap dingin. Thing fresh…

Apabila kita dapat bersikap tenang, kecil kemungkinan, kita bisa terbawa arus suasana emosional. Ketenangan sikap, bisa membuat kita mengendalikan suasana karena sikap tenang yang kita tunjukkan, cenderung membuat kita untuk tidak bertindak gegabah, yaitu mengucapkan kata-kata yang sekenanya, cenderung kasar, tidak bermoral atau tidak beretika.

Pada sisi yang lain, apabila kita mencoba untuk mempertentang-tentangkan prinsip maupun pendapat orang lain, itu sama artinya kita mencari-cari kesalahan orang lain atau menciptakan sebuah permasalahan baru yang belum tentu berguna, karena dalam sikap yang mempertentangkan, tidak ada upaya untuk mencari nilai-nilai kebenaran dari permasalahan yang ada.

Ketika seseorang menyebutkan dirinya terdidik, maka seharusnya seseorang tersebut mampu menjunjungkan adanya upaya mencari dan mendapatkan nilai-nilai kebenaran sebagai suatu kondisi atau keadaan yang selayaknya menjadi kondisi faktual dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Selain hal-hal diatas, maka ada beberapa hal lain yang patut diperhatikan sebelum kita menyampaikan pendapat kita mengenai orang lain.

Biasakanlah untuk berpikir dahulu baru bicara, jangan berbicara dahulu baru berpikir. Use your mind to control yourself and to control what you want to say…

Apabila kita menempatkan konsep berpikir terlebih dahulu baru berbicara, kita belajar untuk tidak membuat kesalahan berucap, atau bisa segera mengkoreksi kata-kata yang salah maupun kata-kata yang tak layak diucapkan.

Pengendalian diri juga bisa membuat kita bersikap serta bertindak bijaksana, dimana upaya untuk mengendalikan segenap pernyataan yang kita buat, dapat menghindarkan kita dari suatu pembicaraan yang mengarah pada perdebatan tanpa akhir.

Menyimak dan mencermati pembicaraan, perlu dilakukan agar kita tidak salah dalam memberikan tanggapan maupun memberikan komentar yang menyimpang dari topik yang sedang dibicarakan didiskusikan. Oleh karena itu, pemahaman atau pengertian akan seluruh isi bahan pembicaraan, perlu dilakukan sejak awal.

Gunakanlah tata atau gaya bahasa yang tidak memancing emosi atau rasa kesal orang lain. Pakailah kata-kata yang sederhana sehingga mudah dimengerti dan dipahami, sehingga maksud dan tujuan komentar kita, dapat mudah dicerna orang lain.

Hormati serta hargai segenap tanggapan, komentar, maupun pendapat yang diberikan orang lain, sehingga orang lain juga akan menghormati dan menghargai tanggapan, komentar, atau pendapat yang kita sampaikan.

Terkait dengan sikap menghormati dan menghargai diatas, biasakanlah diri kita untuk menjadi seorang pendengar yang baik. Janganlah kita membiasakan diri untuk suka memotong perkataan orang lain.

Mungkin, dengan suka memotong perkataan orang lain, kita ingin menguasai forum pembicaraan. Padahal, dengan menghadirkan sikap suka memotong perkataan orang lain, kita justru memperlambat penyelesaian masalah yang sedang dibicarakan.

Dengan mendengarkan secara lengkap pemaparan dari pola pemikiran orang lain, kita akan mengetahui hal-hal apa saja yang sesungguhnya ingin disampaikan orang lain melalui tanggapan, komentar, atau pendapatnya.

Jangan pernah menyerang pribadi dari orang yang memberikan tanggapan, komentar, atau pendapat. Karena apabila itu kita lakukan, itu sama artinya, kita melihat selumbar di dalam diri orang lain, sedangkan balok di dalam matanya sendiri, tidak dilihatnya.

Segera terselesaikan kah masalah yang sedang dibicarakan? Tentu tidak.

Upaya untuk menyerang sisi pribadi dari orang yang memberikan pendapat, tidaklah membuat pembicaraan yang ada, segera mencapai kata sepakat atau kesimpulan akhir, akan tetapi akan merembet pada hal-hal lain yang sesungguhnya tidak perlu dijadikan bahan pembicaraan.

Yaaa… kita memang harus bersikap pintar. Tapi segenap kepintaran kita adalah untuk memecahkan masalah, bukan pintar dalam membuat masalah…

Oleh karena itu, apabila kita ingin memberikan tanggapan, komentar, atau pendapat yang terkait dengan orang lain atau sebuah peristiwa, biasakanlah diri kita mengungkapkannya berdasarkan fakta atau realita yang ada. Jangan ngarang, berdasarkan apa kata orang lain atau menggunakan asumsi pribadi.

Yaaa... terkait dengan orang lain atau kejadian yang melibatkan orang lain, kita harus memiliki bukti, data, atau fakta yang diakui kebenarannya. Tanpa bukti atau fakta, sebaiknya kita diam saja atau menanyakannya terlebih dahulu.

Well, artikel ini sudah cukup jelas memberikan penjabaran tentang bagaimana etika dalam menyampaikan tanggapan, komentar, atau pendapat secara garis besar. Semua ini disharing untuk proses pembelajaran kita bersama.

Diri yang mau belajar adalah pribadi yang sedang meniti tangga kesuksesan hidup, karena dengan belajar, seseorang dapat mengetahui apa yang terbaik untuk dilakukan bagi kemajuan dirinya.

Mungkin yang disampaikan dalam artikel ini, belumlah lengkap dan mendalam. Akan tetapi, tidak ada salahnya apabila ada pemikiran dari rekan-rekan sekalian, yang ingin mengapresiasikan isi dari artikel tentang Etika Dalam Menyampaikan Pendapat ini pada kehidupan nyata.


.Sarlen Julfree Manurung
42 Responses
  1. Halo pak Sarlen,
    Saya pikir paragraf ini perlu lebih dielaborasi lebih lanjut. Pak Sarlen harus membuat pembedaan antara menyerang pribadi orang (alias abusive ad hominem) dan menyerang argumen. Hal ini yang tidak jelas dalam diskusi yang pernah saya ikuti. Saya pikir itu intinya

    Memang benar bahwa orang yang argumennya diserang akan merasa bahwa pribadinya yang diserang padahal sebenarnya kita menyerang argumen. Di sinilah diperlukan kematangan. Sementara itu ada pula orang yang bukan menyerang argumen yang disodorkan tetapi menyerang orang yang memberikan argumen tanpa memperhatikan argumen yang disodorkan. Serangan terhadap pribadi inilah yang perlu dihindari. Sedangkan menyerang argumen orang syah-syah saja.




    OJS


  2. Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. ^_^


  3. Memang benar tujuan kita bukan untuk menyakiti orang lain dalam berdiskusi tetapi pada saat kebenaran disampaikan seringkali menyakitkan. Seberapapun baiknya disampaikan, kebenaran akan menyakitkan mereka yang takut reputasinya hancur karena kebenaran.

    Saya juga berpandangan bahwa ada saatnya kebenaran disampaikan dengan vulgar. Saya orang Kristen dan karena itu saya mengambil contoh Tuhan Yesus untuk memback up posisi saya tersebut. Tuhan Yesus menyebut orang Farisi sebagai kuburan yang dilabur putih, munafik, dll. dst. Paulus menyebut para pengajar palsu itu sebagai anjing-anjing, etc.

    OJS


  4. Pertama, tidak selamanya salah untuk mempertentangkan prinsip atau pendapat orang lain kalau memang orang tersebut berpegang pada pandangan yang saling kontradiksi antara satu dengan yang lain. Kita ingin melihat konsistensi internal dalam pandangan yang dipegang orang tersebut. Dengan kata lain kita ingin dia berpikir lebih serius akan pandangannya. Kita tentunya tidak setuju dengan orang yang memiliki pandangan-pandangan yang saling kontradiktif satu dengan yang lain.


    Kedua, mempertentangkan/membandingkan prinsip orang lain tidak selamanya berarti kita mencari-cari kesalahan. Justeru dengan demikian kita mengajak orang itu berpikir sehingga kalau ada kontradiksi dalam pandangannya dia akan merubah pandangan. Kalau andaikata tidak ada kontradiksi, maka dia harus menjelaskannya sehigga orang lain yang mendengar akan menerima pandangan si orang tersebut.

    Ketiga, masih ada kaitan dengan kedua: kalau hal ini tercapai maka kemungkinannya besar kita akan mendapatkan nilai-nilai kebenaran yang ingin dicari

    OJS


  5. Halo juga Pak OJS,

    Saya kira, sebuah tanggapan bisa dimaksudkan untuk menyindir atau menyudutkan orang lain. Padahal, konteks pembicaraan yang ada, tidak memerlukan adanya sebuah tanggapan yang ingin mendiskreditkan orang lain melalui tanggapan, komentar, atau pendapat yang disampaikannya.

    Saya berani mengatakannya demikian, karena sering kali saya menemukan pribadi-pribadi manusia, yang dalam menanggapi pendapat orang lain, mereka secara "sengaja" pula menyindir atau menyudutkan orang lain, secara langsung atau dengan bahasa yang diperhalus.

    Bahkan, kondisi tersebut telah terjadi dalam forum diskusi di sebuah milis yang saya ikuti, dimana secara jelas dan terang-terangan, ada sejumlah orang yang mengkritisi argumentasi sebuah pendapat yang disampaikan orang lain, namun pada bagian yang sama, mereka menyerang pula sisi pribadi si pemberi pendapat.

    Hal yang sama juga pernah saya saksikan dalam forum debat yang ditayangkan di televisi beberapa waktu yang lalu.

    Tulisan ini, untuk menghindari perilaku yang tidak simpatik seperti itu, mengkritisi pendapat orang lain, namun juga menyindir dan menyerang sisi pribadi dari orang yang memberi pendapat tersebut.

    Saya setuju dengan pendapat dan pandangan Bapak OJS dalam paragraf kedua.

    Terima kasih atas komentarnya, Bapak OJS. Komentar Bapak, menarik untuk disimak.

    Salam saya,

    .Sarlen Julfree Manurung


  6. Itulah yang selalu saya harapkan ada didalam sebuah diskusi. Thanks for the comment. GBU.


    .Sarlen Julfree Manurung


  7. Iya Pak, tetapi terkadang, upaya untuk menyindir, menyudutkan, atau bahkan menyakiti hati dan perasaan orang lain, sengaja dilakukan. Itulah hal yang sering kali membuat sebuah forum diskusi menjadi debat kusir yang ga ada habisnya...

    Kalau dikaitkan dengan kisah yang ada didalam Firman Tuhan, saya rasa theme, konteks dan polanya berbeda, Pak. Karena ungkapan yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus dan Paulus itu, merupakan bentuk pengajaran, bukan bentuk diskusi.

    Bagaimanapun, pengajaran yang saya imani pula itu, tidak mungkin saya bantah lebih jauh. Tapi, kalau hal itu diungkapkan kepada mereka yang tidak beriman kepada Kristus, pasti pengajaran itu akan mereka bantah dan kejam sebagai sebuah "kekejian" dalam berpendapat. Padahal, memang demikianlah kenyataannya (apabila memandangnya dari sisi iman).

    .SJM


  8. Point one
    Mungkin, dalam hal ini, kita berbeda pendapat Pak. Saya pribadi menilai, tugas kita dalam sebuah diskusi adalah menemukan nilai-nilai kebenaran - layaknya memberi perbandingan dengan segenap bukti, fakta, atau kenyataan yang ada - bukan mempertentangkannya. Kita mencari titik temu, Pak, bukan mencari-cari kesalahan (bukankah tindakan mempertentangkan itu bertujuan menjadi kesalahan atau kekurangan..?..)

    Sebab, ketika seseorang mencoba untuk mempertentangkan hal-hal yang dianggapnya prinsipil, maka seseorang itu akan memancing keributan karena akan timbul rasa tidak suka dari orang yang hal-hal prinsip yang dipegangnya teguh (seperti layaknya iman), dan itu sama artinya seseorang itu telah membangkitkan "singa yang tertidur"...

    Point two
    Dalam tulisan saya itu, memang saya tidak menyebutkan soal "membandingkan" karena saya akan lebih setuju untuk mencari bahan perbandingan, dari pada mencari nilai-nilai yang kita anggap gak sesuai dengan prinsip yang kita pegang.

    Untuk hal-hal prinsipil, pasti mengandung kontradiksi Pak. Percayalah... Bukanlah hal yang mudah untuk masing-masing kita bisa merubah atau meyakinkan nilai-nilai prinsip dari orang lain.

    Oleh karena itu saya katakan dalam tulisan saya itu, dalam mengemukakan komentar, tanggapan, atau pendapat atas pernyataan orang lain, janganlah kita menyerang sisi pribadi orang lain, termasuk didalamnya, hal-hal yang berbau prinsipil, karena belum tentu kita mengetahui dengan baik dan tepat pengertian atau makna yang terkandung atas hal-hal prinsipil yang dipegang orang lain.

    Setiap orang, pasti memiliki pandangan yang berbeda-beda akan hal-hal yang bernilai prinsipil. Kita harus hargai itu...

    Dalam sebuah diskusi, kita harus saling menjelaskan dan memaparkan... gunakan bahasa yang sederhana namun mampu menjabarkan apa yang ada di benak kita. Kalau hanya salah satu pihak saja, bukan berdiskusi itu namanya... bukankah begitu, Pak?

    Point three
    Kalau tercapai, Pak, bagaimana kalau tidak? Bagaimana kalau masing-masing pihak terus-menerus mencoba mempertahankan ego dan hal-hal prinsip yang dipegangnya? Bukankah itu namanya berlarut-larut? Bukankah itu artinya tidak ada kata sepakat? Dalam diskusi, kita harus mencari kata sepakat. Sebab, apabila diskusi itu berlarut-larut terjadi dan tidak juga ditemukan kata sepakat, bisa dibilang, sia-sialah forum diskusi itu ada...


  9. Pak Sarlen,
    Mungkin itu benar dalam konteks Paulus. Tapi dalam konteks Yesus kurang tepat karena apa yang dikatakan Yesus, Dia berhadapan langsung dengan orang Farisi. Jadi tetap saja dalam konteks diskusi.

    Tetapi saya pikir dalam diskusi pun tidak ada keharusan kita mengabaikan pengajaran. Kalau andaikata misalnya kita tahu mana yang benar dan mana yang salah, makan kita harus bereaksi keras. Kalau andaikata kita memang tidak terlalu yakin akan kebenaran posisi kita, maka tentunya kita tidak punya dasar untuk bersikap keras.

    OJS


  10. Pak Sarlen,
    Saya tidak melihat upaya untuk secara sengaja menyindir dan menyudutkan itu secara intrinsik salah. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya kalau kebenaran dinyatakan, maka ada yang akan merasa sakit. Saya ambil contoh lagi saat Nabi Elia mengolok-olok dan menyindir Nabi Baal di Gunung Karmel. Tapi sekali lagi, apakah kita punya dasar untuk melakukan itu. Dengan kata lain, apakah kita punya kebenaran dan apakah memang situasi mengharuskan demikian.

    OJS


  11. Saya setuju dengan paragraf pertama.

    Untuk paragraf kedua, saya setuju sebagian. Kalau memang andaikata perlu disindir dan yang disindir itu adalah argumen orang bukan pribadi orangnya. Yaa...monggo! Yang dikritik yang harus ngerti. Kalau dia gak ngerti berarti dia tidak akan pernah bisa belajar dari kritik pedas.


  12. Saya setuju dengan paragraf pertama.

    Untuk paragraf kedua, saya setuju sebagian. Kalau memang andaikata perlu disindir dan yang disindir itu adalah argumen orang bukan pribadi orangnya. Yaa...monggo! Yang dikritik yang harus ngerti. Kalau dia gak ngerti berarti dia tidak akan pernah bisa belajar dari kritik pedas


  13. Benar kita perlu menemukan kebenaran termasuk di dalamnya kebenaran bahwa lawan bicara kita menganut pandangan-pandangan yang berkontradiksi antara satu dengan yang lain. Andaikata dia berpegang pada pandangan-pandangan yang bertentangan satu dengan yang lain maka sebagai sesama manusia adalah tugas kita untuk menunjukkan itu. Jadi yang kita lakukan bukan sekedar mempertentangkan tetapi benar-benar menunjukkan pertentangan/kontradiksi itu kalau ada di sana. Hal ini dilakukan dengan membandingkan satu pandangannya dengan pandangannya yang lain. Kalau dia bisa menunjukkan bahwa tidak ada kontradiksi di sana, maka tugas kita adalah dengan rendah hati menerima apa yang dia percayai. Kalau tidak, maka dia seharusnya yang berubah dan membuang pandangannya yang salah.

    Saya setuju dalam diskusi kita harus menemukan titik temu termasuk di antaranya kedua pihak setuju bahwa pandangan mereka tidak dapat diketemukan karena kedua pandangan berkontradiksi. Itu juga titik temu.


  14. Mungkin kita punya pemahaman/definisi yang berbeda tentang istilah yang sama. Karena itu pertanyaan klasifikasi: apa definsi yang bapak gunakan pada saat menggunakan kata "mempertentangkan"?


  15. Kalau tidak tercapai maka kita harus hidup dengan itu. Toh tidak semua hal di dunia ini bisa dipersatukan. Kebenaran tidak bisa dipersatukan dengan ketidakbenaran. Tidak ada yang sia-sia dalam diskusi. Lewat diskusi orang bisa memilih; berpegang pada kebenaran atau berpaling ke kesalahan.


  16. Bapak OJS yang budiman,

    Mungkin, berusaha untuk mengerti pernyataan Tuhan Yesus tanpa didasari oleh iman, kita tidak akan pernah bisa mengerti akan maksud pernyataan Tuhan Yesus itu sebab Tuhan Yesus sendiri menggunakan bahasa "perumpamaan" dalam menyampaikan apa dan bagaimana orang Farisi itu.

    Ternyata, perumpamaan itu, kalau kita lihat dalam realita sejarah seperti yang dituliskan dalam Firman Tuhan, apa yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus itu merupakan sebuah kebenaran. Artinya, hal yang sudah benar, tidak perlu didiskusikan lagi, kecuali ada hal-hal istimewa yang membuat perilaku orang Farisi itu berubah.

    Seperti sudah saya nyatakan sebelumnya, apabila sudah terkait dengan Firman Tuhan, saya tidak mempertentangkannya, karena kebenaran memang ada didalamnya.

    Saya tidak menyatakan untuk mengabaikan pengajaran, tetapi terkait dengan pernyataan Rasul Paulus yang Bapak ungkapkan, kita harus melihatnya secara keseluruhan dan bagaimana perspektif wacana itu bisa dinyatakan oleh Rasul Paulus (itu artinya, jangan mengambil satu pernyataan tanpa melihat konteks keseluruhan cerita atau kejadiannya).

    Maaf Pak, kalau kita tidak yakin akan sesuatu, sebaiknya kita tidak membukanya didalam forum diskusi, dan bersikap sebagai seorang pendengar, bukan pembantah.

    Dan... untuk bersikap keras pun, kita harus punya dasar... Segala perbuatan atau pernyataan itu, harus ada dasar atau motifnya Pak.


  17. Saya rasa, memancing kemarahan orang lain itu, adalah dosa Pak. Dengan kata lain, janganlah sikap dan tindakan kita, membangkitkan emosi orang lain. Di dalam Firman Tuhan, itu salah, didalam hukum manusia, kita juga disebut provokator (dan itu lebih berat hukumannya). Berusahalah agar itu tidak terjadi...

    Soal Nabi Elia mengolok-olok dan menyindir Nabi Baal di Gunung Karmel, konteksnya adalah Nabi Elia sedang tidak beropini atau berdiskusi, tapi ingin membuktikan kalau Kuasa Allah lebih besar dari kuasa yang dimiliki oleh Nabi Baal. Mereka sedang tidak berdiskusi, Pak...


  18. Yup, itulah yang saya inginkan... sebuah pembelajaran... sesungguhnya kritik itu bertujuan untuk membangun. Akan tetapi, kalau tanggapan, komentar, atau pendapat yang diberikan "disimpangkan" dengan menyindir atau menyudutkan sisi pribadi orang lain yang membuat pernyataan, saya tidak membenarkan sikap tersebut.


  19. itulah Bang..., susah menahan diri dalam berpendapat. karena ketika berpendapat bukan ingin menanggapi atau menyatukan, tapi ya ingin didengar dan cuman ingin menunjukkan bahwa harus didengar... susahhh susahhh


  20. Saya setuju dengan isi komentar Bapak ini (Kenapa? Lihat kembali tanggapan saya sebelumnya dan isi artikel saya), meskipun saya memiliki pengertian yang lain akan arti kata kontradiksi.


  21. Ketika Bapak meyakini akan hal A, tetapi untuk kondisi yang sama saya meyakini akan hal B, lalu saya menghadirkan teori-teori saya dan memaksakan diri bahwa keyakinan Bapak itu salah tanpa saya sendiri terlebih dahulu memahami atau mengerti dengan keyakinan Bapak itu, apalagi saya menggunakan konsep berpikir : berbicara dahulu baru berpikir.

    Kita sepaham kalau kita punya pemahaman yang berbeda ya, Pak...


  22. Iya Pak, Bapak benar. Dengan berdiskusi, setidaknya kita mendapat wawasan baru yang bisa mengurangi terjadinya banyak kesalahan, atau salah dalam memahami sesuatu.


  23. Namanya juga manusia... hihihi...


  24. Tidak selalu dalam diskusi kita dapat wawasan baru. Bisa saja dalam diskusi kita melihat kebodohan yang sama berulang-ulang muncul lagi tanpa akhir.


  25. Kalau itu definisi bapak terhadap "mempertentangkan" yang lebih kelihatan sebagai "straw men", maka saya tidak setuju kita mempertentangkan prinsip orang.
    Masalahnya saya kira definisi resmi kata itu tidak memuat gagasan straw men tadi.


    Tentang pertanyaan terakhir: kalau kita tidak setuju tentang satu hal, kita sepaham bahwa kita tidak setuju. Kalau tidak, maka saya mengatakan 'kita setuju' dan bapak katakan 'kita tidak setuju' atau sebaliknya.


  26. Pak Sarlen, di sini letak inti pembicaraan kita. Bapak mendefinisikan diskusi sebagai perbincangan antara dua orang atau lebih tentang sesuatu yang belum pasti kebenarannya.

    Saya tidak setuju definisi seperti itu. Sebagai contoh, dalam satu forum diskusi yang anggotanya kristen dan islam topik tentang keilahian Kristus (yang merupakan satu kebenaran mutlak) diangkat muslim. Maka kita harus berdiskusi walaupun keilahian Kristus adalah kebenaran.

    OJS


  27. Mmmm... saya hanya menuliskan apa yang ada di benak saya. Memang sering kali saya tidak menggunakan kamus atau yang sejenisnya untuk membuat pendefinisian. Sebab, buat saya, apa yang saya tulis itu, sudah cukup panjang. Kalau saya panjangkan lagi dengan banyak hal lainnya, saya rasa, apa yang saya tulis, tidak cukup 10 lembar. Dan itu artinya, sedikit yang membacanya.

    Saya hanya mencoba menuliskan secara sederhana dengan pola pengertian yang bisa dimengerti orang banyak. Sejauh ini, baru Bapak yang mengkoreksi tiap bagian dari tulisan saya. Terima kasih, Pak, lain kali saya akan coba gunakan tata atau gaya bahasa yang baik dan benar.

    Soal paragraf yang kedua, saya gak mengerti maksudnya. Bukankah kita memang memiliki pola pemahaman yang berbeda? Bapak bertanya dan mencoba mengerti tentang sejumlah bagian dari tulisan artikel saya. Saya coba menjelaskan.

    Semoga melalui tanya-menjelaskan (diskusi) ini, mereka yang membaca tulisan saya itu, dapat lebih mengerti dan memahami apa intisari yang ingin saya sampaikan.

    Terima kasih Pak OJS... GBU


  28. Maaf Pak, kalau Bapak memperhatikan judul artikel saya ini, seharusnya Bapak tahu dan menyadari kalau apa yang saya sampaikan adalah memang mengenai diskusi diantara dua orang atau lebih. Apalagi isi dari tulisan saya, menyatakannya pula.

    Apa yang saya bicarakan adalah masalah "etika" nya Pak. Saya tidak membuat artikel seperti yang Bapak maksudkan dengan membawa serta sub-thema, yaitu "Membangun prinsip-prinsip dialog dalam sebuah thema diskusi tertentu."

    Semenjak awal, saya paham maksud Bapak. Tapi tolong Pak, kembali ke judul saja, jangan diperluas.


  29. Maaf Pak, dengan membaca konsep pemikiran Bapak beserta pernak-perniknya, saya mendapatkan wawasan baru. Entah di pihak Bapak sendiri.

    Pengulangan terjadi karena memang ada yang belum dipahami, bukan karena kita terlihat bodoh.

    Saya hanya mencoba mempertahankan argumentasi saya Pak, dan saya tidak ingin melebarkannya ke banyak topik pembicaraan lainnya Pak, saya ingin tetap fokus meskipun Bapak mencoba mengarahkannya ke bahan pembicaraan yang lain. Saya punya argumentasi, Bapak pun punya argumentasi, right?

    Bukankah mempertahankan argumentasi itu adalah sesuatu hal yang sah-sah saja? Saya menganggapnya sedang menghadapi sidang skripsi Pak, hehehehe...

    Saya tidak merasa bodoh dengan menuliskan artikel dengan judul diatas dan menjawab semua pertanyaan Bapak.


  30. Pak Sarlen,
    mungkin anda salah paham. Saya tidak minta bapak untuk menuliskan definisi dari masing-masing kata. Tetapi menggunakannya dalam sense yang umum digunakan orang. Saya amati bapak menggunakan kata 'diskusi' dengan makna yang tidak lazim yang melibatkan unsur adanya ketidakpastian tentang kebenaran dari posisi yang dibahas. Karena penggunaan yang tidak lazim ini, maka timbul diskusi yang keluar dari jalur yang bapak maksudkan/inginkan.

    Paragraf kedua hanya mengangkat contoh yang menjelaskan ketidaksetujuan saya terhadap makna kata diskusi yg bapak pakai dalam diskusi ini.


  31. Pak Sarlen,
    Saat saya menulis komentar yang bapak tanggapi, saya tidak sementara bicara kasus tertentu melainkan menanggapi komentar anda bahwa setiap diskusi akan menambah wawasan. Jadi saya tidak merujuk pada diskusi kita sama sekali. Dengan demikian komentar bapak ini tidak tepat sasaran.


  32. Pak Sarlen,
    Saat saya menulis komentar yang bapak tanggapi, saya tidak sementara bicara kasus tertentu melainkan menanggapi komentar anda bahwa setiap diskusi akan menambah wawasan. Jadi saya tidak merujuk pada diskusi kita sama sekali. Dengan demikian komentar bapak ini tidak tepat sasaran.


  33. Kalau kita ingin didengarkan waktu diskusi saya pikir masih wajar. Apalagi kalau yang dikatakan itu adalah sesuatu yang pasti benar. Jadi tidak ada yang intrinsik salah dengan tuntutan untuk didengarkan.


  34. Masalahnya dengan definisi bapak itu adalah bapak mengintrodusir elemen ketidakpastian tentang kebenaran dalam topik yang sementara dibicarakan. Itu yang menjadi masalah. Elemen itu tidak lazim dalam makna lazim kata 'diskusi'


  35. Berarti saya memberi komentar pada orang yang tidak tepat dong Pak... Jadi, selama ini, saya kasih tanggapan kepada siapa ya? May i know?


  36. Mungkin saja Pak, karena dalam hal ini, saya yang membuat artikel, bukan Bapak. Apa yang saya tuliskan itu, adalah bagaimana caranya agar "ketidakpastian" itu menjadi sebuah "kepastian" dalam memberikan pendapat dengan kaidah-kaidah yang tepat.

    Soal Bapak tidak setuju, itu adalah hak Bapak. Oleh sebab itu saya bilang : kita sependapat kalau kita tidak sepaham, right? use your imagination, Sir...


  37. Kalau memang tulisan saya itu tidak benar, silahkan Bapak membuat artikel yang bisa menunjukkan kalau apa yang saya nyatakan dalam tulisan saya itu tidak benar. Karena dalam wacana lain untuk menanggapi tulisan artikel saya itu, banyak orang yang sependapat dengan saya.

    Kalau Bapak ingin tahu apa yang saya nyatakan itu benar atau tidak, ujilah tulisan saya dengan segenap teorinya dalam diskusi yang Bapak ikuti.


  38. Maaf Pak, selain saya, Banyak orang yang bingung dengan penggunaan bahasa yang Bapak gunakan. Padahal, dalam tulisan saya, saya nyatakan : kalau diskusi itu, gunakanlah agar orang lain dapat mengerti dengan apa yang kita katakan. Sebab kalau tidak, orang lain akan semakin bingung dan masalah yang dibicarakan tidak akan selesai hanya karena penggunaan tata atau gaya bahasa saja.

    Bapak bisa mengerti dengan kata-kata saya ini?


  39. Kalau menurut saya, sebaiknya sih tidak terjadi pertikaian disini yah, masing2 pihak harus bisa menyadari bahwa pemikiran tiap orang adalah berbeda, tidak sama. Jadi kalau terjadi perbedaan pendapat saya bilang wajar-wajar saja, asal perbedaan tersebut tidak berkembang menjadi saling serang menyerang (tentu saja dalam kondisi emosi yg lumayan tense).

    Menurut saya Bapak Sarlen tidak salah Bapak OJS juga tidak salah, karena masing2 pendapat orang berbeda, tapi diminta supaya Bapak Sarlen tetap tenang dan bisa mengendalikan emosi. Anak Tuhan harus dapat mengendalikan emosi dengan baik. Tidak baiklah jika kita malah menambah musuh dimanapun.

    Yah, semoga komen saya ini bisa dipikirkan baik-baik oleh kedua belah pihak dan semoga saya tidak disalahkan atau kena emosi masing-masing pihak. Berpikirlah jernih dan pikirkanlah bahwa di dunia ini manusia tidak hanya 1 pikiran melainkan berbagai macam pikiran sehingga jika manusia 1 tidak setuju dengan manusia lain itu adalah hal yang sangan WAJAR dan tidak perlu terjadi pertikaian.

    Semoga Tuhan membuka mata Bapak-Bapak sekalian ^^
    GBU

    Nb: Tolong jgn menganggap saya sebagai anak kecil ikut campur urusan orang dewasa, saya mengambil kuliah Psikologi, jadi saya tahu bagaimana adanya perbedaan pemikiran orang.
    Peace ^^


  40. Hahahaha... saya tidak memandang usia seseorang. Bagi saya, dalam sebuah forum diskusi itu, hak semua orang itu sama. Kamu boleh berpendapat atau memberikan tanggapan seperti yang kamu inginkan.

    Terima kasih untuk mengingatkan saya. Sejauh ini, saya dalam kondisi tenang. Saya juga telah berusaha menghentikan pembicaraan topik agar tidak melebar kemana-mana oleh karena rasa tidak mengerti saya dengan penggunaan ungkapan, tata, atau gaya bahasa Bapak OJS gunakan.

    Saya tidak mencari musuh, kok. Saya hanya mencoba memberikan penegasan kalau pembicaraan yang terjadi antara saya dengan Bapak OJS sudah semakin sulit dimengerti dengan menggunakan bahasa : kita sependapat kalau kita tidak sepaham.

    Saya ingin, dengan kalimat tersebut, Bapak OJS mengerti, bahwa topik pembicaraan yang sama tidak perlu diulang-ulang lagi.

    Saya juga sudah meminta agar Bapak OJS fokus dengan memberikan komentar berdasarkan tulisan saya (dalam arti : apa yang saya ingin sampaikan dengan judul dan isi tulisan saya), tapi dalam beberapa kesempatan, Bapak OJS berusaha menggiring saya untuk membuka wacana.

    Oleh karena itu, pada kesempatan yang terakhir dari jawaban saya, saya meminta Bapak OJS "menguji" terlebih dahulu tulisan saya, untuk mengetahui apakah yang saya nyatakan itu benar atau tidak. Sebab diluar sana, banyak orang yang sependapat dengan apa yang saya sampaikan dalam tulisan saya itu.

    Thanks atas komentarnya, Andita. Komentar kamu, sangat berharga buat saya.

    GBU too...


    .Sarlen Julfree Manurung


  41. My friend,
    Tanggapan saya dipicu oleh fakta bahwa sepertinya anda menganggap tanggapan saya yang bersifat umum sebagai tanggapan terhadap tulisan & tanggapan anda secara khusus. Saya bisa membuktikan itu kalau anda mau.

    Juga penting untuk diklarifikasi bhwa pada saat saya katakan salah sasaran saya tidak bermaksud untuk mengatakan bhwa anda salah orang yang dituju (seperti pemahaman anda) tapi maksud saya adalah anda tidak berinteraksi dengan poin yang saya tanggapi tapi dengan poin lain yang bukan argumen saya.

    Jadi bukan failure of imagination on my part tapi failure to be consistent on your part


  42. My friend,
    berkaitan dengan komentar untuk menggunakan imajinasi saya, apa maksud anda? Apakah saya harus menggunakan imajinasi untuk membayangkan apa yang anda katakan dan melupakan konsistensi penggunaan bahasa?


Post a Comment