My Mind
MEMUTUSKAN MATA RANTAI SIKAP GAGAP NASIONALISME


Pada saat sejumlah elemen generasi muda bangsa sekitar 100 tahun lalu telah berhasil mencapai kata sepakat untuk bersama-sama mengangkat nilai-nilai kebangsaan dalam menggapai kemerdekaan serta kebebasan kehidupan bernegara seutuhnya, maka sejak saat itulah derap langkah kehidupan bangsa Indonesia mulai menekankan diri pada adanya semangat nasionalisme.

Momentum pergerakan kebangsaan, bisa dikatakan sebagai sejarah kelahiran bangsa Indonesia. Adanya kesamaan budaya masyarakat, kesamaan pola pemikiran, dan juga kesamaan keadaan yang sedang dihadapi, membuat mata generasi muda daerah untuk  menyadari, bahwa perjuangan mereka membutuhkan semangat kebersamaan dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Kolonialisme yang dihadirkan oleh bangsa penjajah, secara signifikan memang telah mampu mematahkan perjuangan kedaerahan. Keadaan itu membuat banyak anggota masyarakat daerah yang akhirnya memiliki jiwa bangsa terjajah.

Dampak buruk lainnya yang dihadirkan oleh kehidupan dibawah pengaruh penjajahan bangsa lain adalah adanya suatu pola pemikiran untuk berpihak atau berpikir seperti layaknya seorang penjajah karena tidak ingin terlalu lama bermimpi untuk bisa segera hidup merdeka.

Sulitnya kehidupan yang dihadirkan kaum penjajah, memang membuat moral, mental, dan semangat anggota masyarakat semakin hancur, sehingga pada akhirnya mudah dikuasai. Penjajahan bangsa Belanda memang menciptakan masyarakat yang bodoh dan akhirnya tidak lagi berpikir untuk bebas dari penjajahan.

Hal ini pula yang nampaknya membuat sejumlah elemen generasi muda daerah, yang masih memiliki keinginan kuat untuk tidak terpuruk dan tenggelam dalam kehidupan masyarakat yang terjajah, mengikrarkan diri untuk menghadirkan satu pola pemikiran, bahwa kemerdekaan merupakan keadaan mutlak yang harus diraih.

Inilah tonggak sejarah kelahiran bangsa Indonesia, yang didahului oleh berkorbarnya semangat nasionalisme dari generasi muda bangsa yang tidak ingin menjadi kelompok masyarakat yang terus-menerus hidup terjajah. Cara berpikir seperti ini seharusnya melekat serta menjadi landasan berpikir segenap elemen rakyat Indonesia.  

Gerakan kebangsaan membuat gelora patriotisme tidak lagi mengenal ruang dan batas wilayah. Nilai-nilai kebersamaan dibangun untuk menggapai cita-cita yang sama dan harus diraih melalui penanaman nilai kebangsaan didalam benak anggota masyarakat.

Sedangkan semangat nasionalisme menghadirkan adanya harmonisasi pola pemikiran, yang menumbuhkan tunas pemersatu bangsa bagi seluruh anggota masyarakat, tidak hanya sebatas makna simbolisasi semata, namun dapat pula menjadi ego tersendiri yang kelak bermanfaat sebagai dasar kokoh puncak pencapaian, meraih kemerdekaan,  terlepas dari kolonialisme yang menjajah bangsa Indonesia.

Perjuangan generasi muda yang dijalankan dengan menghadirkan sikap nasionalisme, pada akhirnya mampu mengantarkan bangsa Indonesia, tidak hanya sampai ke depan pintu gerbang kemerdekaan semata, tetapi juga dalam meraih serta mempertahankan  kemerdekaan. Semangat nasionalisme mampu menginspirasi banyak wilayah untuk turut ambil bagian dalam berjuang mengusir pihak-pihak yang ingin menjajah.

Upaya generasi muda untuk mengembangkan semangat kebangsaan, merupakan satu catatan sejarah penting, bahwa pergerakan nasional memang dibutuhkan ada dalam benak pikiran setiap anak bangsa untuk meraih cita-cita berskala nasional.

Langkah generasi muda untuk menghadirkan pergerakan nasional merupakan pilihan yang memang harus diambil karena semangat perjuangan yang hanya didasarkan oleh semangat kedaerahan, kurang membawa manfaat.

Catatan sejarah yang terangkum dalam pergerakan kebangsaan, menghadirkan sebuah pendapat, bahwa Bangsa Indonesia memang ditetapkan Tuhan untuk menjadi bangsa yang besar apabila semangat nasionalisme digunakan sebagai ruang komunikasi yang mempersatukan. Nilai kultural yang melekat dalam keragaman suku dan adat istiadat, bukanlah halangan untuk dapat meraih kehidupan yang lebih baik.

Keragaman kultural dalam kehidupan sosial kemasyarakat justru membuat bangsa ini dapat memandang perbedaan sebagai sebuah keadaan yang unik namun tetap mampu mengilhami hadirnya tekad untuk meraih kegemilangan secara bersama-sama, karena fungsi serta manfaat hadirnya nilai-nilai kebangsaan dalam arus keragaman kehidupan masyarakat multikultural yang belum menyatu, pada akhirnya dapat menorehkan tinta emas, yaitu menggapai alam kemerdekaan.

Rentang pencapaian kemerdekaan, memang cukup lama baru dapat diwujudkan. Hal  ini disebabkan oleh belum memadainya alat komunikasi dan juga alat transportasi pada saat itu. Namun, apabila dibandingkan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan masing-masing daerah untuk terbebas dari belenggu penjajahan, yaitu dilakukan lebih dari 300 tahun, maka rentang waktu 37 tahun, tidaklah terlalu lama.

Nilai idealis dari sederet pernyataan diatas, adalah segenap upaya untuk mewujudkan cita-cita perjuangan meraih kemerdekaan dalam kerangka keragaman suku serta adat istiadat, ternyata memang dapat lebih cepat dirasakan pada saat masing-masing pihak telah menanamkan semangat nasionalisme dalam kebersamaan pada seluruh elemen  masyarakat.

Beragam pencapaian lainnya akhirnya dapat pula diwujudkan karena masing-masing kelompok bekerja dan menerima pendapat atau pandangan kelompok lain berdasarkan nilai-nilai nasionalisme. Bendera merah putih, lagu kebangsaan, dan Undang-Undang Dasar 1945 menghadirkan makna simbolis akan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terus tegak berdiri hingga saat ini.

Seiring dengan perjalanan waktu, sejarah bangsa Indonesia yang dihidupkan dengan adanya sikap nasionalisme, berlangsung secara dinamis meskipun beberapa kelompok masyarakat sempat pula tergoda untuk berbeda sikap dengan yang lainnya. Namun, oleh karena besarnya semangat nasionalisme, semuanya itu dapat dipatahkan.

Riak-riak perbedaan sikap sempat pula menjadi bagian pada kepemimpinan beberapa Presiden Indonesia. Nilai-nilai nasionalisme masih dipegang teguh namun bentuknya mulai bergeser pada munculnya komunitas disekitar lingkar kekuasaan serta penguasa yang terikat hubungan dengan komunitas politisi tertentu.

Situasi seperti ini telah berlangsung semenjak jaman pemerintahan Presiden Soekarno dan kemunduran sikap untuk memegang teguh semangat nasionalisme semakin dapat dirasakan hingga masa-masa pemerintahan para pemimpin di era reformasi.

Ketika kehidupan berbangsa tidak dihargai oleh besarnya pengaruh kekuasaan, maka kehidupan tersebut telah menjelma pada sikap individualisme. Dalam hal ini, konsep yang dijalankan penguasa dengan segenap upayanya agar dapat tetap eksis pada kursi kekuasaan, tidak lagi mengemban semangat nasionalisme.

Jelas terlihat kalau kebuntuan komunikasi politik dan sosial terjadi karena beberapa tahun belakangan ini, para pemegang kekuasaan tidak menghadirkan kepastian dalam kebersamaan sehingga muncul wacana-wacana kegelisahan dan penolakkan terhadap sejumlah sikap yang dinyatakan oleh penguasa.    

Dalam hal ini, seorang pemimpin telah lupa pada kontrak sosial yang secara langsung telah ditandatanganinya pada saat dirinya diangkat sebagai penguasa.

Terbentangnya jurang diantara para penguasa menghadirkan sebuah pertanyaan yang cukup mendasar, yaitu apakah kontrak sosial itu memang telah dipenuhi atau masih setengah hati dijalankan?

Arus perubahan yang dibawa oleh era reformasi, justru membuat sejumlah pemimpin bangsa serta penguasa-penguasa yang memiliki kekuasaan, menjadi lalai serta gagap untuk menerapkan semangat nasionalisme pada saat diri mereka berkuasa.

Gagap nasionalisme tercipta karena para pemimpin bangsa kurang tanggap terhadap amanat penderitaan rakyat, tidak peka terhadap suara-suara masyarakat kalangan menengah-bawah yang menyampaikan permasalahan kehidupan, serta adanya sikap pemegang kendali kekuasaan negara yang cenderung mengkultuskan prinsip-prinsip homogenism dalam bertindak atau menjalankan setiap kebijakan politik.

Menghadirkan homogenism pada lingkup lingkaran masyarakat tertentu, baik terkait dengan kesamaan kultural maupun cara pandang, merupakan kondisi yang justru tidak mengangkat semangat nasionalisme.

Sebentuk konsep pola pemikiran yang berdasarkan prinsip-prinsip homogenism, belakangan ini justru dihadirkan oleh pihak penguasa, yang cenderung tidak memiliki rasa puas serta tidak memiliki keterbukaan sikap dalam memandang nilai-nilai luhur kebangsaan. Perbedaan sikap, justru dianggap sebagai keadaan yang menghalangi hati nurani sang pemimpin untuk mau menerima adanya keragaman.

Selanjutnya, pertentangan sikap politik dipakai sebagai bagian dari manifestasi untuk melegalkan keadaan yang bertentangan dengan sikap yang harus dikemukakan dari seorang negarawan yang bernaung didalam lingkup kekuasaan.  

Pada saat ini, kebersamaan mahal nilainya. Kekuatan politik justru terpecah belah dan berupaya untuk maju dengan caranya sendiri-sendiri. Para politisi tidak lagi duduk bersama untuk saling mendukung dan mencari jalan keluar atas permasalahan bangsa. Semangat nasionalisme terlupakan oleh karena ego masing-masing pihak tidak dapat lagi dikendalikan dan disatukan.

Dimana-mana hadir kelompok-kelompok dalam masyarakat yang merasa mempunyai hak untuk menghukum atau mengambil tindakan diluar aparat hukum, yang mereka anggap terlalu lemah. Bahkan beberapa kelompok tertentu berani bertindak serta membuat pernyataan yang mereka anggap sebagai mandat dari rakyat.

Kekuatan massa dan besarnya pengaruh dalam masyarakat dijadikan jalan untuk bisa menjatuhkan pihak lain yang lebih lemah. Segala sesuatunya dipolitisir dan bukan dicarikan jalan pemecahan masalah. Hukum dasar dan segenap peraturan yang ada dibawahnya, sering kali dipelintir atau dianggap tidak ada.   

Jelas, konsepsi bernegara yang dijalankan dengan cara-cara demikian, secara perlahan akan benar-benar menggeser dan semakin melupakan adanya semangat nasionalisme. Dimanakah semangat nasionalisme itu berada?  

Bangsa ini sudah mulai menjauh dari nilai-nilai kesatuan, kebersamaan, kebangsaan, dan keinginan untuk mengangkat harkat serta martabat negara, dengan mengangkat semangat nasionalisme dalam memajukan rakyat, memerdekakan rakyat dari hadirnya kemiskinan dan pembodohan, serta mencari solusi agar rakyat dapat terbebas dari besarnya tekanan. Negara ini telah dijajah oleh bangsanya sendiri.

Padahal, keberadaan bangsa Indonesia diawali oleh adanya pergerakan kebangsaan yang keras mendengungkan semangat nasionalisme untuk merebut kembali martabat bangsa yang dilecehkan oleh para penjajah. Saat ini, martabat itu justru lambat-laun dirusak oleh hadirnya pemikiran ekstrim dari sejumlah kelompok masyarakat serta makin melemahnya kinerja para pemimpin di pemerintahan.

Apakah bangsa ini belum siap akan makna perubahan sehingga akhirnya melupakan semangat nasionalisme untuk membangun bangsa ini? Apakah kehidupan masyarakat akan terus dibiarkan terombang-ambing oleh mimpi-mimpi yang serupa dengan sikap dari seseorang yang bermental terjajah atau penjajah? Dimanakah solidaritas itu?

Semangat nasionalisme yang seharusnya bisa menjadi alur komunikasi antara rakyat dengan pemerintah (atau sebaliknya), dimana pemerintah tidak terjebak oleh kuatnya pengaruh kehidupan berkelompok namun justru menjadi sumber inspirasi masyarakat untuk bekerja bersama-sama membangun bangsa.

Mata rantai gagap nasionalisme harus segera diputuskan karena keberadaannya sangat berpotensi menjadi sumber kehancuran bangsa. Jangan biarkan negara ini hancur oleh karena ulah kita sendiri. Kebangkitan nasional harus diadakan kembali agar segenap kerunyaman masalah ditengah masyarakat dapat sama-sama diselesaikan serta rakyat tidak lagi hidup seperti masyarakat yang terjajah.



.Sarlen Julfree Manurung 
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment