My Mind
MAHALNYA HARGA SEBUAH KEPASTIAN KEPUTUSAN PEMERINTAH



Teka-teki tentang kapan tepatnya penerapan harga jual baru BBM dalam negeri akan mulai diberlakukan, masih belum bisa segera diungkapkan. Masyarakat masih belum mendapatkan kepastian maupun kejelasan sikap pemerintah tentang harga jual BBM, meskipun ada indikasi, kalau pemerintah akan tetap menaikkan harga BBM dalam waktu dekat ini.

Adapun hasil sidang Kabinet Indonesia Bersatu yang dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2008, yang diadakan untuk membahas tentang rencana kenaikkan harga BBM, belum bisa mengambil keputusan, kapan harga jual BBM akan benar-benar dinaikkan.

Menko Kesra Aburizal Bakrie mengatakan kalau keputusan kenaikkan harga BBM baru diputuskan pemerintah setelah segenap persiapan hingga pelaksanaan pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahap pertama, benar-benar telah siap dan dibagikan kepada 19,1 juta anggota masyarakat, yang berdasarkan hasil penilaian BPS, memang berhak menerimanya.

Rupanya pemerintah tetap pada pendapatnya kalau kenaikkan harga BBM merupakan agenda mendesak yang harus segera dilakukan untuk menyelamatkan beban anggaran APBN, yang mengalami tekanan berat akibat dari lonjakan harga minyak dunia.

Sudah sejak sebulan terakhir ini, pemerintah memang telah memberikan isyarat kalau kenaikkan harga jual BBM merupakan keputusan yang akan diambil pemerintah. Cara pandang pemerintah tersebut, tidak sama dengan cara pandang sejumlah fraksi DPR, pendapat serta pandangan tokoh-tokoh masyarakat dan para pakar, serta suara-suara mahasiswa dalam pelaksanaan demonstrasi di sejumlah propinsi, yang menyatakan kalau penyelamatan anggaran APBN bisa dilakukan tanpa harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri.

Formula yang dipakai pemerintah, mereka anggap terlalu riskan untuk dilakukan pada saat ini, mengingat kenaikkan harga BBM, dapat menimbulkan dampak sosial yang semakin memberatkan kondisi perekonomian masyarakat, yang memang sudah berat untuk dijalani, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin, para pensiunan pegawai rendahan, dan masyarakat tidak mampu lainnya.

Catatan sejarah bangsa membuktikan, setiap kali pemerintah mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM, maka beban kehidupan masyarakat, pasti mengalami peningkatan pula. Hal ini terjadi karena besaran nilai rupiah yang harus ditanggung masyarakat sebagai dampak kenaikkan harga BBM, tidak sebanding dengan besaran jumlah pemasukan keuangan yang mereka dapatkan atau mereka hasilkan.

Beban terbesar akan sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat yang mengandalkan penghasilan mereka dari kegiatan sebagai buruh tani, wirausaha skala kecil, pekerja bangunan, buruh pabrik, atau jenis-jenis pekerjaan lain, yang tidak memiliki ketetapan pemasukan keuangan, baik dihitung secara harian ataupun bulanan.

Masyarakat yang kemampuan ekonominya hanya mengandalkan adanya pemasukan keuangan dari uang pensiun, juga turut merasakan bertambahnya beban kehidupan karena besaran dana pensiun yang mereka terima setiap awal bulan, nilainya tetap dan tidak mengalami kenaikkan.

Padahal, segenap daya dukung ekonomi yang dimiliki masyarakat miskin (termasuk para pensiunan pegawai rendahan), yang hidupnya hanya mengandalkan pemasukan keuangan dari sektor informal tersebut, sangat bergantung pada daya beli masyarakat yang memakai hasil usaha atau hasil produksi mereka. Jika daya beli melemah, maka jumlah pemasukan keuangan juga semakin berkurang.

Oleh karena itu bisa dikatakan kalau kelompok masyarakat miskin merupakan pihak pertama yang paling merasakan dampak sosial akibat dari kenaikkan BBM.

Kelompok masyarakat miskin sulit untuk meningkatkan pemasukan keuangan mereka karena memang, jenis pekerjaan yang mereka andalkan sebagai sumber pemasukan keuangan, tidak secara langsung membuat mereka bisa pula menerapkan kenaikkan harga jual hasil usaha atau hasil produksi mereka.  

Tindakan pemberian BLT juga dianggap tidak efektif membantu mengurangi beban hidup yang harus ditanggung masyarakat. Sebagian anggota masyarakat juga menilai, kalau tindakan pemberian BLT tersebut tidak mendidik masyarakat, karena BLT tidak mengajarkan masyarakat untuk lebih produktif, karena masyarakat hanya menerima bantuan yang nilai ekonomisnya sangat tidak mencukupi, apabila diproyeksikan untuk mendorong masyarakat agar bisa mengembangkan diri.

Proyek pemberian BLT juga sangat rentan terhadap tindakan kolusi oleh pihak-pihak yang mendapatkan tugas dan tanggung jawab untuk mengurusi pelaksanaan program pemerintah pusat tersebut. Selain itu, banyak penerima BLT yang tidak tepat sasaran, karena tidak dilaksanakannya prosedur yang tepat pada saat dilakukannya pendataan masyarakat miskin yang berhak atau terjadinya tindakan manipulasi data.

Bisa dibilang, upaya ekstra pemerintah untuk mengurangi beban kehidupan sejumlah besar anggota masyarakat melalui pemberian BLT, apabila didasarkan pengalaman penyerahan BLT yang lalu, tidak menghasilkan adanya perbaikkan kualitas hidup atau peningkatan kemampuan keuangan dan produktifitas para penerima BLT, meskipun niat dari pembagian BLT tersebut, dianggap sebagai sebuah “tindakan penyelamatan” atau sejenisnya.  

Adapun penilaian tersebut didasarkan pada kenyataan, bahwa indeks harga pasar dari barang-barang kebutuhan pokok, apabila dikaitkan dengan besaran nilai uang yang akan diserahkan dalam program BLT tahap I kali ini, yaitu sebesar 100 ribu rupiah, hanya cukup untuk 2 atau 4 hari saja.

Jelas, jumlah uang bantuan yang diberikan pemerintah dalam BLT tersebut, jauh dari angka memadai serta sangat tidak berimbang dengan beratnya tekanan dan himpitan ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat, apalagi pada saat ini, harga-harga barang kebutuhan pokok telah merangkak naik, meskipun harga BBM yang dijual di dalam negeri, belum dinaikkan pemerintah.

Penerapan konsep pengurangan beban kehidupan masyarakat melalui program BLT tersebut, pada dasarnya tidak mendidik masyarakat. Dikatakan program BLT tersebut tidak mendidik, karena tidak membuat kapasitas kemampuan dari anggota masyarakat yang menerima BLT, dapat ditingkatkan.

Realisasi pelaksanaan pemberian BLT, hanya mengajarkan anggota masyarakat untuk menerima, bukannya membantu masyarakat agar mampu mengembangkan diri. Dapat pula dikatakan, BLT tidak banyak memberdayakan anggota masyarakat penerimanya, agar produktif atau mampu berbuat sesuatu yang berguna untuk kehidupan mereka.

Memperhatikan kondisi ekonomi negara dan fluktuasi harga-harga kebutuhan pokok, pemerintah seharusnya menghadirkan lebih banyak lapangan pekerjaan baru dan terus berusaha agar kemampuan masyarakat menjadi semakin produktif sehingga segenap kelemahan anggota masyarakat miskin, tidak membuat mereka hanya bisa mengemis, selalu memohon bantuan dari pihak lain.

Sulitnya mendapatkan bantuan modal usaha merupakan salah satu sebab kemampuan produktifitas serta berkarya masyarakat tidak dapat ditingkatkan. Tidak adanya pihak yang mau memberikan bantuan modal, membuat segenap usaha untuk bertahan hidup, hanya mengandalkan apa yang mereka miliki dan apa yang mampu mereka perbuat.

Dalam hal mengambil keputusan menaikkan harga BBM, pemerintah seharusnya mau menerima segenap masukan dari banyak pihak dan tidak terpaku pada ego komunitas belaka. Pemerintah seharusnya mengajak seluruh komponen dan elemen bangsa untuk bahu-membahu menghadapi masalah perekonomian negara.

Lambatnya pemerintah mengambil keputusan, justru menghadirkan banyak spekulan, yang ingin mengeruk keuntungan besar, yaitu dengan cara menimbun BBM semenjak harga belum dinaikkan, dan menjualnya kembali pada saat harga BBM jadi dinaikkan pemerintah dalam beberapa minggu mendatang.

Upaya penimbunan BBM dapat dilakukan dengan berbagai cara. Masalahnya, apabila jumlah pihak-pihak yang melakukan tindakan spekulasi mencapai ratusan orang saja, entah berapa kerugian yang harus ditanggung negara karena para spekulan tersebut, pasti menyertakan dana besar untuk berspekulasi.

Spekulasi harga tidak hanya terjadi pada produk BBM semata namun mencakup juga barang-barang kebutuhan masyarakat, termasuk barang kebutuhan pokok. Tindakan spekulasi juga menerapkan metode yang sama, yaitu menimbun semenjak harga BBM belum naik dan menjualnya kembali setelah harga BBM dinaikkan sehingga didapat selisih margin sebagai keuntungan yang ingin diambil pihak spekulan.

Tindakan spekulasi oleh para spekulan, jelas merugikan anggota masyarakat lainnya, karena kegiatan penimbunan membuat banyak harga-harga barang, tidak hanya pada lingkup barang kebutuhan pokok, merangkak naik sebelum harga BBM benar-benar dinaikkan pemerintah.

Kondisi ini, jelas semakin memperlemah daya beli masyarakat. BPS mengatakan, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih berada pada angka indeks 90-an. Artinya, daya beli masyarakat masih rendah dan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.

Apabila angka kemiskinan terus meningkat, maka fungsi serta tugas pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, telah mengalami kegagalan, hanya karena pemerintah terlalu mudah memberikan sinyal kenaikkan BBM namun tidak sesegera mungkin tindakan tersebut direalisasikan.

Dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh pemerintah, seharusnya tidak serta-merta membuat pemerintah mudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan publik, yang justru mengundang adanya gejolak pasar serta menghadirkan spekulan-spekulan yang ingin mengeruk keuntungan dari keadaan sulit yang sedang dihadapi negara.

Pemerintah seharusnya segera menyadari besarnya konsekuensi yang harus diterima terhadap tindakan teledor karena telah mengumumkan suatu keadaan yang ternyata masih belum memiliki nilai kepastian dan dinyatakan pada masyarakat sebagai sebuah teka-teki politik.

Masih belum terlambat apabila pemerintah memperbaiki segenap tindakan teledornya sehingga kesalahan yang sama tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Hal pertama dan sangat mendasar yang patut dilakukan oleh pemerintah kita, adalah kembali mengingat amanat penderitaan rakyat yang tercantum dalam isi pembukaan undang-undang dasar beserta batang tubuh dan penjelasannya.

Realisasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah, yaitu mengobarkan kembali semangat nasionalisme seluruh rakyat Indonesia, yang belakangan ini mulai luntur. Keberadaan semangat nasionalisme diperlukan, karena bisa menjadi makna simbolik kebangkitan bangsa, terutama untuk menghadapi permasalahan perekonomian nasional yang kian menghadirkan kemiskinan secara sistematik.

Selain itu, semangat nasionalisme dihadirkan dengan membangun kebersamaan dari seluruh elemen masyarakat, dengan merangkul segenap kekuatan politik dan ekonomi nasional serta melepaskan segenap ego komunitas dari kekuatan politik yang berkuasa pada saat ini.

Landasan berpikirnya, efektifitas serta daya dukung yang didasarkan oleh bersatunya kekuatan yang ada di masyarakat, lebih dapat dirasakan apabila dibandingkan sikap pemerintah hanya ditentukan berdasarkan suara yang berasal dari kekuatan komunitas tertentu semata.

Nilai kebersamaan juga dapat dibentuk dengan cara mendengarkan suara-suara kritis masyarakat, yang akan semakin menderita apabila harga BBM tetap dijadikan pilihan pemerintah untuk menyelamatkan anggaran APBN. Bagaimanapun, mereka adalah kelompok masyarakat yang paling menderita apabila harga BBM benar-benar naik.

Kesalahan yang terjadi pada masa lalu, yang belum terjadi pada saat ini, bisa dihindari agar tidak terulang kembali apabila pemerintah mau belajar dari pengalaman. Apa yang terjadi pada saat pemerintah pernah menaikkan harga BBM, bukanlah sekedar cerita yang bisa dilupakan, namun bahan pelajaran penting yang bisa menjadi bahan pemikiran untuk membuat keputusan di masa yang akan datang.

Segenap teka-teki yang dihadirkan sebelum sebuah keputusan atau kebijakan diambil pemerintah, sebaiknya tidak dijadikan sebuah kebiasaan. Pemerintah harus konsisten dan tegas dengan sikapnya. Salah satu sikap konsisten serta tegas yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan membuat larangan keras kepada para pemilik mobil-mobil mewah untuk memakai BBM bersubsidi sebagai bahan bakar kendaraannya.

Apabila larangan tersebut dilanggar, pemerintah dapat mengambil tindakan hukum, demi terciptanya rasa keadilan, yaitu kepada komponen besar masyarakat lainnya, yang seharusnya merasakan subsidi tersebut.

Pemerintah memiliki andil besar atas gejolak ekonomi yang terjadi pada saat ini. Oleh karena itu, harus berusaha lebih keras lagi agar gejolak tersebut tidak semakin besar dan meluas, sehingga masyarakat juga merasa diayomi oleh pemerintahnya sendiri.

Menghadirkan teka-teki sebelum sebuah keputusan dibuat, merupakan cara berpikir yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang-orang pintar, yang saat ini bertindak dan berlaku sebagai pemerintah, karena telah terbukti, sebuah teka-teki yang dimunculkan pemerintah sebelum harga BBM benar-benar dinaikkan dalam waktu dekat, ternyata membawa gejolak yang justru membuat pemerintah harus membayar dengan sangat mahal segenap dampak yang dihadirkannya.

Bangsa Indonesia memang sedang menghadapi dilema yang membuat masyarakat menjadi terpuruk. Tapi bangsa Indonesia belum sampai jatuh terduduk, karena bangsa Indonesia masih bisa bangkit kalau bersama-sama menghadapi segenap permasalahan yang menghadang di depan mata.




.Sarlen Julfree Manurung

Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment