My Mind
SAHABAT YANG TIDAK BERSAHABAT


Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara.
(Amsal 18 : 24)


I.  Sekilas tentang PERSAHABATAN

Persahabatan merupakan sebentuk jalinan hubungan interaksi sosial yang diperoleh karena adanya keinginan untuk bisa menjalankan kehidupan pergaulan dengan tingkat keakraban serta kekuatan ikatan emosional yang jauh lebih erat apabila dibandingkan hubungan interaksi dalam bentuk pertemanan.

Biasanya, hubungan persahabatan dapat terbentuk karena adanya : kesamaan hal-hal yang disukai, adanya kesamaan idealisme dan cara memandang suatu keadaan atau suatu masalah, serta memiliki kesamaan visi dan misi dalam memandang masa depan.

Sejumlah kesamaan inilah yang membuat setiap pribadi yang mempunyai kedekatan diri dengan orang lain dalam bentuk persahabatan, lebih mudah untuk bisa mengakrabkan diri sehingga terbentuklah suatu ikatan emosional yang melingkupi setiap kegiatan dan pola komunikasi yang dijalani pada saat berinteraksi.

Kuatnya ikatan emosional, membuat masing-masing pihak yang menjalin hubungan persahabatan, mampu menghadirkan respon timbal-balik, karena setiap pihak yang terikat hubungan persahabatan, tidak menghadirkan upaya-upaya untuk mendominasi suasana, namun melandasi segenap tindakan dan perkataannya dengan sikap toleransi serta ketulusan sebagai sebuah tanda penghargaan diri.

Adanya kasih yang dinyatakan, mampu menumbuhkan keinginan besar agar setiap pihak dapat hidup lebih maju dan berkembang, dengan cara menyikapi dinamika serta permasalahan kehidupan secara bersama-sama dan tidak tidak mengenal kata cukup.

Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.  (Roma 13 : 10)

Dalam hal ini, konsepsi kehidupan pihak-pihak yang bersahabat direalisasikan melalui suasana penuh kebersamaan. Dianutnya prinsip-prinsip kebersamaan dalam menjalani hubungan persahabatan, membuat setiap pihak memiliki tingkat kesetiaan diri yang kualitasnya melebihi kesetiaan kepada yang lainnya. 

Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan aku.  (Amsal 8 : 17)

Bagian dari Firman Tuhan lain menyatakan : Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
(Kisah Para Rasul 4 : 32)

Terjadinya pertengkaran, perselisihan atau sekedar perbedaan pendapat, tidak dipakai sebagai upaya untuk menjatuhkan, karena setiap perbuatan dan perkataan yang dapat menyakiti hati serta perasaan seorang sahabat, setiap tindakan yang diartikan sebagai upaya memaksakan kehendak, dan setiap perbuatan maupun perkataan yang mampu memunculkan pertikaian, adalah suatu hal yang diusahakan sebisa mungkin dihindari terjadi. Segenap sumber perpecahan dalam persahabatan, benar-benar dihindari.

Memperhatikan seluruh uraian diatas, maka dapatlah disimpulkan, kalau keakraban yang terbentuk dalam persahabatan, tercipta oleh karena masing-masing pihak yang menjalin hubungan persahabatan, menghargai adanya nilai-nilai kesetiaan, nilai-nilai kepercayaan, serta mengembangkan sikap saling menghormati, tanpa memandang adanya perbedaan cara pandang atau kondisi yang sedang dihadapi.

Konsepsi pemahaman kepribadian sahabat, dilakukan dengan mengoptimalkan setiap ruang dan waktu pada saat berkomunikasi atau berinteraksi, sehingga kesetiaan serta kepercayaan, merupakan karakter yang dibangun dan dinyatakan secara terbuka, dimana semuanya itu terjadi dengan mengatasnamakan kebersamaan.

Firman Tuhan lain menyatakan : Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
(Kisah Para Rasul 4 : 32)

Adanya keterbukaan membuat seseorang mendapatkan gambaran langsung serta apa adanya, tentang bagaimana sesungguhnya karakter dan kepribadian dari sahabatnya secara faktual, karena bukan didasarkan atas pendapat maupun pandangan orang lain.

Selayaknya, nilai-nilai persahabatan dijalani tanpa harus menghadirkan kepribadian ganda karena sebuah sikap pengertian akan berlaku dengan sendirinya.

Firman Tuhan mengatakan : Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.   (Yakobus 1 : 8)

Dalam Firman Tuhan juga dinyatakan : Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.  (Amsal 17 : 17)

Eratnya tali persahabatan membuat masing-masing pihak memiliki intuisi besar pada saat salah seorang dari mereka sedang menghadapi beratnya tantangan kehidupan atau pada saat sedang mengalami kesusahan. Pada saat keadaan itu terjadi, seseorang akan selalu berada disamping sahabatnya, untuk membantu dan mendukung sahabatnya, dalam menghadapi serta menyelesaikan masalah yang sedang melingkupi.
 
Besarnya ungkapan kasih yang nyata dihadirkan, karena seorang sahabat akan selalu bersedia menyertai, membantu atau menghibur sahabatnya, tidak hanya pada saat mengarungi hari-hari yang penuh keceriaan, namun juga menjadi teman untuk mengadu dan berbagi keluh-kesah, yang mampu membuat kondisi hati dan pikiran sahabatnya tenang dalam melalui keras serta beratnya tantangan kehidupan.

Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.   (Ibrani 10 : 24)

Oleh karena itu, pembinaan hubungan dalam ikatan tali persahabatan, sesuai dengan isi Firman Tuhan yang menyatakan :
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.   (Kolose 3 : 23)


II.  Inkonsistensi dan Egoisme Sikap

Namun, itu bukan berarti persahabatan tidak menghadirkan dilema-dilema situasional yang bisa menjadi sumber keretakkan hubungan persahabatan, apabila masing-masing pihak tidak berusaha untuk mengendalikan segenap perkataan, sikap dan perilakunya.

Firman Tuhan yang tertulis dalam Galatia 6 : 9, menyatakan :
Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.

Sifat lemah yang dinyatakan dalam Firman Tuhan pada Galatia 6 : 9 tersebut, dapat diterjemahkan sebagai adanya perubahan sikap atau kemunduran keinginan dalam diri seseorang, untuk konsisten menjalankan prinsip-prinsip persahabatan, yang dilandasi oleh adanya ketulusan dan kejujuran hati.

Kondisi tersebut bisa tercipta apabila sikap seseorang, mulai menonjolkan konsep-konsep pemikiran, yang ingin memperhitungkan segenap perbuatan baik yang telah dilakukan kepada sahabatnya. Apabila itu terjadi, maka hakekat untuk menjalani hubungan persahabatan dengan penuh ketulusan, mulai luntur karena telah tergantikan oleh adanya keinginan untuk mendapatkan "balasan” lebih dari sahabatnya. 

Pada sisi yang lain, adanya sejumlah misi atau tujuan tertentu, yang ingin diterapkan dan diakomodasikan dalam bentuk upaya-upaya untuk menggapai kesenangan pribadi atau menjalankan kepentingan tertentu dengan memanfaatkan kebaikkan sahabatnya, juga menjadi salah satu kondisi yang mampu menghadirkan sikap inkonsistensi.

Berkembangnya sejumlah sikap tidak konsisten tersebut, sangat mungkin melingkupi kepribadian seseorang, karena memang belum tentu semua orang mampu secara stabil menerapkan prinsip-prinsip ketulusan dan kejujuran hatinya tanpa ada rasa pamrih.

Apabila ditarik benang merah, munculnya sikap inkonsistensi tersebut bertumbuh dari adanya sikap egois dalam diri seseorang. Segenap sikap serta perilaku yang dilandasi oleh adanya ego dari dalam diri seseorang, dan kelak mulai menjadi bagian dari kepribadian yang menonjol pada saat berinteraksi dengan sahabat, akan menghadirkan sikap tidak tulus serta perduli dengan keadaan atau pendapat temannya.

Padahal, segenap perbuatan atau pernyataan yang dilandasi oleh ketulusan, membangun sikap jujur dan keinginan untuk selalu bertindak maupun mengungkap pendapat dengan benar, tanpa ada maksud mendukakan.

Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya.
(Amsal 11 : 3)

Sikap egois membuat seseorang hanya memandang setiap aktifitas yang dilakukan, selalu dinilai berdasarkan pemikiran, apakah bisa menyenangkan diri atau apakah bisa membawa keuntungan secara materi atau tidak. Dalam bentuk lain, dapat pula diartikan sebagai : seseorang hanya ingin dilayani namun tidak ingin melayani, mau menerima namun tidak mau berbagi dengan sahabatnya.

Ini merupakan suatu keadaan yang pelik karena sikap egois serta inkonsistensi sikap yang ditunjukkan oleh seseorang, pada akhirnya dapat menghadirkan sikap yang tidak bersahabat kepada sahabatnya.


III.  Sikap Tidak Bersahabat



Janganlah kamu sesat : Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.
(I Korintus 15 : 33)


Banyak contoh perbuatan atau pernyataan seseorang yang diekspresikan sebagai suatu tindakan bisa merusak hubungan persahabatan. Apabila ingin diklasifikasikan, maka ada 3 bentuk keadaan yang dinilai sebagai sikap tidak bersahabat dari seseorang yang mengaku kalau dirinya sahabat.

Adapun ke 3 bentuk keadaan tersebut, adalah :
1.    Selingkuh atau merebut pacar sahabat
2.    Berbuat curang
3.    Adanya statement seseorang yang telah menempatkan sahabatnya pada keadaan, anggapan, kondisi atau situasi yang mendisposisikan kehidupan maupun perilaku sahabatnya, sehingga membuat kehidupan dari sahabatnya memiliki kesan tidak baik, terlihat tidak baik, atau menjalani kehidupan negatif.

A. Perselingkuhan atau Merebut Pacar Sahabat

Meskipun tali persahabatan cukup erat mengikat hubungan mereka yang bersahabat, namun tetap terbuka satu kemungkinkan bagi seseorang untuk melakukan suatu upaya pengkhianat terhadap sahabatnya. Salah satu bentuk pengkhianatan yang sering terjadi adalah tindakan perselingkuhan atau perbuatan merebut pacar dari sahabatnya sendiri.

Hadirnya duri dalam persahabatan mulai dirasakan tertancap dalam, ketika hubungan seseorang mulai semakin dekat dengan pacar sahabatnya.

Oleh karena kerap bertemu, mengirim SMS, atau curhat, kedekatan seseorang dengan pacar sahabat tersebut, dapat menghadirkan suatu perasaan suka. Dan ketika perasaan suka tersebut mulai berkembang menjadi adanya rasa untuk saling menyayangi, bisa dibilang, kedekatan tersebut telah berkembang menjadi suatu tindak perselingkuhan.

Padahal, seseorang tersebut tahu dan menyadari kalau pribadi yang mulai disukai atau bahkan mulai disayanginya itu, adalah kekasih hati dari sahabatnya sendiri. tindakan atau pola pemikiran ingin memiliki pacar dari sahabatnya sendiri, telah menghadirkan suatu sikap tidak bersahabat, karena secara sadar telah membuat kedekatan hubungan menjadi suatu keadaan untuk memiliki.

Berselingkuh atau merebut pacar sahabat, pada dasarnya merupakan sebuah perbuatan yang sangat tidak menghargai hubungan persahabatan yang telah dibina.

Masalahnya, kondisi dimana seseorang mulai dekat dengan pacar sahabatnya, kerap terjadi dan menjadi bagian dalam cerita kehidupan persahabatan dari dua orang anak manusia karena salah satu pihak telah memanfaatkan keadaan tanpa memperhatikan perasaan sahabatnya sendiri.

Firman Tuhan yang menjadi bagian dari Hukum Taurat telah mengingatkan setiap umat manusia agar tidak bersikap “mengingini” apa yang dimiliki oleh orang lain, dalam hal ini, pacar dari sahabatnya. Hukum Taurat dibuat agar manusia ingat pada dosa-dosa dan larangan yang ada dalam hukum tersebut agar tidak dilanggar.

B.  Berbuat Curang



Adapun tindakan curang dilakukan oleh seorang sahabat, adalah untuk mencari keuntungan pribadi atau mencari perhatian dari orang lain.



Seseorang juga dapat menciderai baiknya hubungan persahabatan yang dibina dengan sahabatnya, ketika ia telah bertindak curang atau tidak simpatik kepada sahabatnya.

Perbuatan curang yang sering kali terjadi dalam cerita persahabatan, seperti :
1.    Tidak menyampaikan kepada sahabatnya informasi-informasi yang sesungguhnya memang untuk sahabatnya,
2.    Sangat jarang mau mengeluarkan uang untuk kepentingan bersama,
3.    Terlihat semakin dekat sama sahabatnya kalau dirinya ada perlunya saja,
4.    Tidak antusias pada saat sahabatnya sedang curhat namun memaksa sahabatnya itu mendengarkan atau memberikan perhatian lebih pada saat dirinya curhat,
5.    dan lain sebagainya.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya perasaan iri atau sikap cemburu. Dalam sejumlah peristiwa, sikap iri serta cemburu, beberapa diantaranya ditunjukkan secara tidak langsung, yaitu dengan tidak mengungkapkan hal-hal yang seharusnya diketahui oleh sahabatnya, seperti disebutkan pada point satu diatas. 

Firman Tuhan mengatakan : Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?  (I Korintus 3 : 3b)
- Terkait dengan isi Firman Tuhan tersebut, baca juga Yakobus 3 : 13 - 16.

Informasi tidak disampaikan karena sebuat niat baik telah diselubungi oleh satu atau sejumlah alasan untuk maksud pembenaran. Namun, ketika sikap iri hati dan cemburu membuat informasi untuk sahabat tersebut tidak disampaikan, maka kemungkinan itu terjadi karena seseorang mempunyai niat tidak baik terhadap sahabatnya itu. 

Beberapa sikap curang lainnya ditunjukkan melalui sejumlah upaya manipulatif, yaitu suatu tindakan yang menempatkan seorang sahabat sebagai obyek untuk mendapatkan kesenangan, kebutuhan atau sesuatu yang diinginkannya, namun dengan menerapkan konsep pemikiran, seminimal mungkin mempunyai andil didalamnya, bahkan apabila memungkinkan, andil tersebut 100 % ditanggung sahabat.

Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
(II Korintus 9 : 7)

Dalam situasi ini, sahabat tidak diposisikan sebagai tempat berbagi, namun digunakan sebagai sarana atau media untuk mendapatkan kesenangan pribadi semata, tanpa ada ketulusan niat untuk saling berbagi. Bahkan dalam sejumlah peristiwa, konsep berbuat manipulatif tersebut dilakukan dengan memaksakan kehendak tanpa mau tahu hal-hal yang diinginkan sahabatnya.

Asas manfaat untuk memenuhi kesenangan, kebutuhan atau sesuatu yang diinginkan, benar-benar dijalankan selama tidak ada protes atau kata-kata keberatan yang keluar dari mulut sahabatnya.

Perbuatan yang bersifat timbal-balik dan bertujuan saling mendukung, sebagai suatu tindakan yang saling menguntungkan serta menghargai, tidak dijalankan berdasarkan ketulusan hati, sehingga tidak terbangun suatu kebersamaan, seperti yang dinyatakan pada contoh point 2, dan 3 diatas.

Kurang diciptakannya keadaan yang berimbang serta bermakna konstruktif pada saat ketegaran emosional sahabat sedang goyah, disikapi dengan menghadirkan anggapan, bahwa bertindak mengayomi dan menjadi tempat mendengarkan keluh-kesah sahabat, bukanlah sesuatu hal yang wajib dilakukan.

Inkonsistensi sikap yang berwujud bergesernya keinginan untuk menghadirkan sikap setia mendengarkan segenap curahan hati sahabat yang bisa mengurangi beban di hati dan pikiran, merupakan bentuk sikap tidak bersahabat yang dinyatakan pada point 4 pada contoh.

Akan hal ini, Firman Tuhan berkata :
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.  (Filipi 2 : 4)

Persahabatan yang baik, dibangun dengan berdasarkan keinginan untuk menjalani alur pergaulan hubungan persahabatan dalam kebersamaan serta tidak hanya memikirkan bagaimana meraih kesenangan atau keuntungan pribadi semata.

C.  Statement atau Saran Tidak Menyenangkan/Menyesatkan

Firman Tuhan dalam Mazmur 109 : 4 mengatakan :
Sebagai balasan terhadap kasihku mereka menuduh aku, sedang aku mendoakan mereka.

Kedekatan hubungan persahabatan, terkadang membuat seseorang pada saat curhat kepada sahabatnya, tidak mengenal tanda batas. Segala sesuatu yang dirasakan, lebih nyaman kiranya apabila sudah diceritakan kepada sahabatnya.

Padahal, tidak semua orang di muka bumi ini yang mampu menjaga rahasia, termasuk didalamnya, seorang sahabat. Beberapa peristiwa yang terjadi dalam cerita hubungan persahabatan, bahkan menunjukkan kalau seorang sahabat, berani menyampaikan hal yang tidak benar, berita bohong atau bahkan bernada fitnah, karena memang, tidak ada nilai kebenaran dari apa yang disampaikannya.

Sebuah perkara yang menghadirkan rasa tidak suka, iri hati, dan cemburu, sering kali menjadi awal munculnya sebuah sikap tidak bersahabat. Dalam hal ini, adanya sikap tidak bersahabat ditunjukkan dengan memprovokasi orang lain melalui penyampaian gosip maupun berita-berita tidak menyenangkan, atau menyebarluaskan informasi bernada negatif, mengenai sahabatnya sendiri. 

Menyebarluaskan gosip (dalam bentuk dan rupa apapun) yang menghadirkan citra buruk orang lain, merupakan bagian dari sebuah tindakan tidak menyenangkan.

Dosa beberapa orang menyolok, seakan-akan mendahului mereka ke pengadilan, tetapi dosa beberapa orang lagi baru nyata kemudian.  (I Timotius 5 : 24)

Apalagi kalau gosip tersebut, bertujuan untuk menjelek-jelekkan, mendisposisikan, atau mencemarkan citra pribadi maupun nama baik dari seseorang. Dalam batas-batas pemikiran yang normatif, tindakan itu merupakan tindakan yang tidak perlu dilakukan karena bersifat destruktif, bukan konstruktif.

Jelas, apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang sahabat, maka perbuatan itu termasuk dalam sikap tidak bersahabat dari seorang sahabat.

Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang.   (II Timotius 2 : 23 – 24)

Sifat destruktif dapat juga ditunjukkan dengan memberikan saran maupun pendapat yang bisa membawa seorang sahabat terjerumus dalam keadaan yang penuh dilema, penuh ketidak-pastian, atau membuat suasana menjadi menyenangkan (semakin sedih atau semakin kecewa pada keadaan atau orang lain, dll). Kondisi ini sering kali pula terjadi dalam kisah orang-orang yang menjalin hubungan persahabatan.

Sebagai contoh :
1.    Seseorang selalu menyarankan agar sahabatnya putus saja dari sang pacar karena pacar sang sahabat yang dianggap telah berlaku tidak menyenangkan atau tidak sesuai dengan harapan sahabatnya.
2.    Selalu menyarankan untuk melakukan tindakan pemberontakan sikap terhadap orang tua atau orang-orang yang sepatutnya dihormati sang sahabat.
3.    Selalu mengajak sang sahabat untuk melakukan perbuatan yang dilarang pada saat sahabatnya sedang menghadapi permasalahan.
4.    dan lain sebagainya.

Pada beberapa kondisi, segenap saran seperti yang disebutkan sebagai contoh diatas, bisa saja diterima karena cerita kehidupan yang selalu disampaikan oleh sahabatnya, dianggap telah menyulitkan seseorang untuk mampu menyampaikan hal-hal yang baik sebagai sebuah saran atau bahan pemikiran.

Namun, segenap tindakan yang dimaksudkan sebagai pembenaran, belum tentu ada nilai-nilai kebenaran didalamnya.

Apabila kondisi seperti ketiga contoh diatas memang terjadi, maka dapat dikatakan, kalau saran seseorang kepada sahabat tersebut, justru telah menyampaikan saran-saran yang bernilai “pembenaran.”

Contoh saran diatas seharusnya baru muncul setelah melakukan hipotesis yang tepat, benar, dan dapat dipertanggung-jawabkan karena apabila saran-saran semacam itu selalu  mengalir dari mulut seseorang kepada sahabatnya sendiri pada saat sahabatnya sedang curhat tentang hal-hal yang tidak menyenangkan, maka akan menimbulkan suatu pola pemikiran yang menempatkan seorang sahabat tidak pernah benar dalam membina suatu hubungan diluar dengan sahabatnya sendiri.  

Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”, supaya jangan ada diantara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa.  
(Ibrani 3 : 13)

Seorang sahabat seharusnya tidak menyampaikan saran agar sahabatnya pasrah saja pada keadaan atau menyarankan sahabatnya berlari dari keadaan tidak menyenangkan yang sedang dihadapinya.

Kenapa demikian?

Dalam persahabatan, sudah sepatutnya seseorang tidak pernah lelah untuk memberikan saran-saran atau bahan masukan pemikiran yang mendorong serta menghadirkan ajakan agar selalu mencoba untuk memperbaiki keadaan, selalu menyampaikan agar sahabatnya berpikir positif, selalu memberikan alternatif jalan penyelesaikan masalah (bukan lari dari masalah), dan selalu meminta sang sahabat agar merenungkan setiap alur peristiwa yang sedang dihadapinya.

Seorang sahabat seharusnya memberikan energi bagi sahabatnya, dan bukannya rajin menyampaikan saran-saran yang membuat sahabatnya semakin bingung, semakin menderita, semakin merasa terpojok, atau semakin sulit untuk mengambil keputusan.

Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan.  (Amsal 13 : 3)


IV.  Penutup


Demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.

(I Korintus 1 : 10b)


Apabila kita ingin menjadikan diri kita seorang sahabat yang baik bagi sahabat kita, Firman Tuhan mengatakan :
Dan jadikanlah dirimu sendiri teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.  (Titus 2 : 7)

Setiap orang seharusnya memiliki pengertian atau kesadaran diri untuk menghargai posisi serta keberadaan orang lain, menghargai adanya privasi orang lain (termasuk privasi dari seorang sahabat), dan menghargai ungkapan hati orang lain yang sedang membutuhkan adanya pihak yang mau mendengarkan keluh-kesahnya.

Nilai-nilai kejujuran dan keterbukaan merupakan suatu kondisi yang harus dijalani oleh setiap individu yang menjalin hubungan persahabatan dengan individu yang lain, karena memang, meskipun tidak diucapkan, seseorang bisa menilai bagaimana sikap bersahabat yang ditunjukkan oleh sahabatnya.

Bagaimanapun adanya, satu nilai negatif yang ditunjukkan oleh seseorang, akan mudah tertanam dalam benak pikiran dan menjadi suatu hal yang sensitif apabila tidak disikapi dengan bijaksana.

Keadaan yang seharusnya dibangun dalam hubungan persahabatan, bukan dimaksudkan untuk saling menghancurkan atau membuat sahabat menjadi semakin berada dalam dilema kehidupan.Setiap pribadi yang menjalin persahabatan seharusnya menyadari, perilaku destruktif, cepat atau lambat, akan menghancurkan hubungan persahabatan.

Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah.  (I Korintus 8 : 9)

Sikap yang tidak bersahabat bisa dihindari untuk terjadi apabila masing-masing pihak menyadari kalau sahabat bukanlah media atau sarana untuk menggapai kesenangan pribadi, maupun menjalankan misi-misi tertentu yang dilaksanakan karena adanya kepentingan yang ingin dijalankan.

Selayaknya, persahabatan merupakan sebuah hubungan istimewa karena memang tidak semua orang memiliki sahabat. Jadi, menghadirkan sikap tidak bersahabat, yang dilandasi perilaku yang tidak konsisten dan egois, bukanlah pilihan yang diambil karena seluruh elemen yang membuat sikap tidak bersahabat ada dalam diri seseorang, bukanlah cerminan KASIH, sebagai landasan perilaku pribadi-pribadi yang bersahabat.

Kepada semua pihak yang bersahabat namun persahabatan mereka sedang mengalami kendala atau benih-benih keretakan hubungan sedang tumbuh subur, disampaikan isi Firman Tuhan kepada kalian :
Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.  (Roma 15 : 5 – 6)

Dan di atas semuanya itu : kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.  (Kolose 3 : 14)


Tuhan Yesus memberkati kita semua.



.Sarlen Julfree Manurung
Labels: | edit post
3 Responses
  1. tx sharlen for sharing. saat yang tepat ketika aku menanyakan arti persahabatan. gbu


  2. Geremy Hassa Says:

    Indah sekali untuk di renungkan. Thanks GBU


  3. Terima kasih, semoga bermanfaat. GBU too


    .Sarlen Julfree Manurung


Post a Comment