My Mind
Dalam beberapa minggu ke depan, banyak pihak yang berharap agar pemerintah sebaiknya tidak mengeluarkan sejumlah statement yang bisa memancing sentimen negatif kelompok masyarakat keuangan dan pasar modal, serta dari masyarakat perdagangan kebutuhan pokok masyarakat, yang senang melakukan kegiatan spekulasi.

Bisa dibilang, sejumlah statement pemerintah belakangan ini justru tidak menciptakan suasana yang kondusif, karena telah membuat sejumlah anggota masyarakat melakukan usaha memborong barang-barang kebutuhan pokok dan BBM, yang menimbulkan dampak pada kelangkaan barang kebutuhan pokok serta BBM di beberapa propinsi.

Upaya masyarakat tersebut pada akhirnya membuat banyak harga-harga barang serta ongkos transportasi di sejumlah tempat, naik sebelum waktunya. Padahal, kenaikkan harga BBM sendiri masih dalam bentuk wacana yang belum direalisasikan.

Pemerintah nampaknya tidak belajar dari pengalaman, dimana segenap statement pemerintah yang sudah dipublikasikan namun belum memiliki nilai kepastian, akan menghadirkan dampak, yaitu naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok dan biaya transportasi ditengah masyarakat secara signifikan, bahkan terkadang, tidak terkendali.

Masalahnya, ketika kenaikkan harga tiba-tiba terjadi dan tindakan memborong BBM terjadi dimana-mana, nampaknya tidak ada skenario tindakan antisipatif yang disiapkan pemerintah agar kenaikkan harga dan kelangkaan BBM tersebut tidak berlarut-larut. Pemerintah justru bersikap pasif serta terlihat tidak berbuat banyak terhadap kelangkaan BBM yang terjadi akibat tindakan masyarakat memborong BBM.

Pemerintah kurang tegas bersikap. Sikap hati-hati justru tidak dibarengi oleh adanya upaya untuk memberikan kepastian informasi ditengah masyarakat, sehingga masyarakat tidak menginterpretasikan sendiri keadaan yang akan terjadi di kemudian hari.

Dalam hal ini, pemerintah tidak tanggap atas makin turunnya daya beli masyarakat, tidak hanya terhadap barang-barang kebutuhan pokok, namun juga terhadap barang-barang kebutuhan sekunder lainnya.

Lemahnya daya beli masyarakat membuat mereka tidak mampu mengantisipasi harga-harga barang kebutuhan pokok yang terlanjur membumbung tinggi karena kemampuan ekonomi masyarakat tidak diimbangi oleh naiknya jumlah pemasukan keuangan, yang cenderung tetap dan tidak mengalami peningkatan.

Rakyat semakin mendapatkan kesulitan ditengah ketidakpastian sikap kebijakan pemerintah yang diberitakan melalui media massa. Rakyat tidak memiliki pilihan lain, selain hanya mencoba untuk survival dengan cara mengurangi kuantitas serta kualitas pemakaian barang kebutuhan pokok atau mengakali kebutuhan pokok agar dapat tetap terhidang di meja makan.

Memperhatikan keadaan yang sedang dialami masyarakat, nampaknya pemerintah memang belum memiliki konsep komunikasi massa yang baik, agar segenap keputusah atau kebijakan yang dibuat, tidak menghadirkan gejolak, tindakan spekulasi, serta adanya sentimen negatif ditengah masyarakat.

Hal ini dapat dilihat dari tidak kurangnya langkah-langkah proaktif pemerintah untuk mau mendengarkan aspirasi dan solusi yang disampaikan oleh masyarakat yang bersikap kritis.  Pemerintah hanya menunggu bola, tidak menjemput bola.

Pemerintah seharusnya mengayomi masyarakat, dengan membuat masyarakat sebagai mitra atau pihak yang patut didengarkan, dan bukannya menghadirkan masalah-masalah baru.

Guncangan ekonomi yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, seharusnya membuat segenap unsur pemerintahan mengundang seluruh elemen masyarakat untuk bekerja sama dan bahu membahu menghadapi permasalahan yang ada.

Tidak sepatutnya pemerintah dalam membuat kebijakan, menempatkan masyarakat sebagai obyek yang selalu diminta untuk berkorban, karena keberadaan mereka pada tampuk kursi pemerintahan, adalah untuk mengangkat tingkat kesejahteraan seluruh masyarakat, dan bukannya untuk membuat masyarakat menjadi semakin menderita.

Penderitaan masyarakat, sudah mencapai titik nadir terbawah, karena banyak kebijakan serta keputusan pemerintah belakangan ini cenderung dibuat dalam kerangka situasional, bukan terstruktur karena tidak diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain yang mampu membuat seluruh elemen masyarakat tetap produktif dan memiliki daya saing, sehingga dapat menghasilkan pemasukan devisa bagi keuangan negara.

Roda perekonomian masyarakat semakin lambat berputar karena semakin mahalnya harga-harga segenap barang produksi dan semakin melemahnya daya beli masyarakat. Produktifitas masyarakat semakin jauh menurun karena terus-menerus dipaksa untuk berproduksi namun tidak memiliki opsi-opsi pilihan yang membuat segenap elemen masyarakat mampu berbuat lebih.

Beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah bahkan secara harafiah bisa diartikan sebagai upaya memaksa masyarakat untuk hidup tidak layak.

Contoh kebijakan pemerintah yang menempatkan masyarakat pada kondisi yang tidak layak, adalah besaran dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang hanya 100 ribu rupiah. Kalau mau hidup dengan kondisi harga-harga bahan pokok saat ini, maka nilai uang 100 ribu rupiah tersebut hanya cukup untuk 2 atau 3 hari saja. Lalu, bagaimana dengan 27 hari lainnya?

Entah apa yang menjadi landasan perhitungan pemerintah akan angka 100 ribu rupiah tersebut karena jelas sekali kalau angka tersebut tidaklah rasional dengan angka kecukupan  pemenuhan kebutuhan minimal sekalipun.

Pemerintah juga mengeluarkan pernyataan kalau selama ini masyarakat sudah hidup boros. Pemerintah memang secara terus terang menyalahkan masyarakat namun tidak mau mengakui secara terbuka bahwa mereka sendiri kurang berhasil menata, memimpin dan membina segenap infrastuktur badan usaha milik negara yang selama ini mengurusi kepentingan masyarakat luas.   

Banyak keputusan serta kebijakan pemerintah beberapa bulan belakangan ini, justru membuat masyarakat semakin miskin karena semakin sulit untuk bisa mengumpulkan materi yang mencukupi. Bahkan sudah beberapa waktu lamanya, masyarakat yang tergolong kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, tidak mampu lagi menyisihkan sebagian dana yang diperolehnya, melalui kegiatan menabung.     

Sejauh ini, daya juang masyarakat semakin melemah karena tekanan ekonomi yang melingkupi kehidupan mereka, membuat masyarakat semakin jatuh kedalam lembah kemiskinan, yang membuat mereka harus berusaha bertahan hidup dengan menghadirkan berbagai macam alternatif pilihan, yang besar kemungkinan, selama ini belum pernah mereka lakukan.

Pada saat masyarakat sudah terlalu lelah untuk berharap kepada para penguasa, pemerintah hanya mampu memberikan himbauan terbatas agar masyarakat berhemat. Apa yang harus dihemat kalau membeli beras saja susah. Apakah masyarakat harus mengisi hari-harinya dengan berpuasa?

Ekonomi negara memang sedang dalam posisi darurat dan mendesak untuk disikapi dengan penuh kearifan sera bijaksana. Sebab kalau tidak dilakukan, bangsa Indonesia sedang menuju kearah kehancuran.

Jadi, tidaklah salah kalau kemudian banyak pihak dan tokoh-tokoh masyarakat yang kemudian menghadirkan anggapan kalau nurani pemerintah telah terbentur oleh nilai yang dibangunnya sendiri, seakan tidak mau sedikitpun menengok kebawah, kearah masyarakat yang telah memilih mereka untuk menjadi pemimpin pada masa pemilu, namun kini menderita oleh karena janji-janji politik yang tidak dipenuhi.  

Itu semua bisa terjadi karena pihak-pihak yang memegang kendali kekuasaan negara, tetap memaksakan diri terhadap hadirnya sikap egoisme dan sifat arogan kelompok, dengan bersikukuh menutup seluruh pintu kebersamaan, mencoba untuk merangkul serta menggandeng pihak-pihak yang memiliki potensi besar menjadi penggerak roda perekonomian dan memiliki pengaruh besar ditengah masyarakat namun kini bersikap oposisi, agar ikut ambil bagian serta berpartisipasi aktif mendukung pemerintah dalam menghadapi masalah perekonomian bangsa.

Menghadapi masalah global, masyarakat dunia mulai membangun satu visi dan misi agar masalah global warming serta kehancuran perekonomian dunia tidak membawa masyarakat dunia pada kehancuran. Beda halnya dengan sikap yang ditunjukkan oleh para pemimpin Indonesia, yang tetap saja tidak mau menyatukan diri, namun semakin aktif mengembangkan visi dan misi kelompok semata, bukan bersifat nasional.

Bukankah dengan semakin banyak kepala yang dilibatkan, pemerintah akan mendapat lebih banyak masukan pendapat dan pengetahuan?

Manusia bisa karena terbiasa, kita bisa kalau kita mau bergandengan tangan dan jalan bersama-sama. Kata-kata untuk motivasi tersebut seharusnya bisa menjadi simbolisasi kebangkitan wawasan berpikir nasional, tidak hanya pemerintah namun juga seluruh elemen masyarakat.

Semakin dekatnya momentum diperingatinya 100 tahun kebangkitan nasional, bangsa Indonesia justru semakin jatuh terpuruk oleh keadaan karena lemahnya kemampuan segenap elemen pengelola ekonomi negara untuk menyikapi keadaan yang mendesak dan lemahnya kemampuan komunikasi masyarakat agar situasi darurat ekonomi yang sedang dihadapi, dapat dihadapi secara bersama-sama seluruh elemen masyarakat.

Bangsa Indonesia, dengan pemerintah sebagai lokomotif penggerak, harus bersatu dan bersama-sama menghadapi keadaan yang telah menempatkan rakyat dalam himpitan ekonomi yang tidak berkesudahan. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita mau menyenangkan hati rakyat yang sudah semakin susah itu?


.Sarlen Julfree Manurung
Labels: | edit post
13 Responses
  1. Semua masalah yang ada di Indonesia, kuncinya cuman satu Krisis Moral.... Krisis Moral yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah, jadi sebelum memperbaiki semua keadaan...perbaiki dulu moral di diri qta sendiri karna jauh lebih gampang "menunjuk orang daripada menunjuk diri sendiri"


  2. Boleh juga pernyataannya...


  3. simon petrus Says:

    moral yang seperti apa ?
    apakah memamerkan buah dada yang montok termasuk bermoral ?


  4. simon petrus Says:

    pemerintah itu juga rakyat.
    kita masih beruntung beras murah, minyak murah, air banyak tinggal ngebor
    salah satu problemnya adalah mental pengemis, selalu merasa miskin


  5. esther sid Says:

    koq aku apatis ya..


  6. putra hulu Says:

    Setahu saya, dari jaman Sukarno sampai hari ini SBY memerintah, rakyat diperlakukan hanya sebagai 'alat' semata:
    - alat untuk mencapai tujuan,
    - alat untuk memuliakan diri,
    - alat untuk membersihkan,
    - .. dll

    Dengan pola pikir seperti ini, jangan pernah berharap, pemegang kekuasaan mau bergandengan tangan bersama rakyat untuk membangun negara.

    CMIIW


  7. John VR Says:

    saya setuju dengan pernyataan ini. Sangat Biblika dan Praktika


  8. John VR Says:

    Sama sekali tidak,Romo :)


  9. Bukan alat, tapi, selalu dikorbankan... Mari kita rubah paradigma seperti itu...


  10. Mana semangat nasionalisme-nya... Kita harus bangkit... jangan menjadi lemah...


  11. putra hulu Says:

    Saya lebih suka memakai kata 'alat', karena nyata-nyata oknum penguasa melatih dan memberdayakan rakyat hanya untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi/kelompoknya; dan bukan untuk kesejahteraan rakyat itu sendiri.


  12. Senang rasanya bisa melakukan diskusi yang sehat...


  13. vanriza gay Says:

    saya setuju dengan pernyataan ini. Sangat Biblika dan Praktika
    dan jangan mengadu domba, memecah kesatuan umat seperti yang telah saya lakukan..LIHAT LINK SAYA....jangan pernah ikuti semua perbuatanku, saya menyesal jadi GAY


Post a Comment