My Mind

PEREMPUAN = RACUN, BENARKAH…???

 

Maaf kalau kiranya judul topik bahasan yang akan saya sampaikan kali ini, berkesan menyudutkan posisi perempuan. Sungguh, tidak ada sedikitpun maksud hati ini untuk melecehkan kaum perempuan dengan menampilkan judul artikel seperti itu.

Apa yang ingin saya bahas dalam artikel saya kali ini, adalah suatu pola pemikiran yang pernah berkembang dalam obrolan komunitas kaum pria, dimana ada diantara mereka, sempat merasakan perbuatan atau pernyataan menyakitkan yang keluar dari mulut perempuan.

Jadi please…jangan menilai skeptis atau menghadirkan anggapan bahwa tulisan saya ini akan bersifat diskriminatif pada kaum perempuan. Baca, perhatikan, renungkan… 

Mmm… Kira-kira seperti ini tanggapan saya :

Entah kenapa, saya sangat mudah terpancing untuk memberi suatu tanggapan pada thema-thema diskusi dengan topik atau judul seperti ini. Terlihatnya saja mudah untuk diberi komentar, namun ternyata cukup sulit saat menjabarkannya.

Yaaa… topik yang berthema perempuan = racun ini, merupakan sebentuk diskusi yang terjadi dalam salah satu milis yang saya ikuti. Topik ini disampaikan oleh salah seorang anggota milis yang merasakan sakit hati atas perbuatan kekasih hatinya, yang dianggapnya sudah bertindak jauh. Wuuiiihhh… pelecehan kaum pria, hehehehe…

Parahnya lagi, ketika rasa sakit hatinya belum juga hilang, dirinya berkenalan dengan seorang perempuan lainnya, yang ternyata mudah sekali mengeluarkan kata-kata yang membuat dirinya “sangat tersudutkan” oleh pernyataan itu.

Awal membaca bagian demi bagian dari forum diskusi itu, saya benar-benar belum mendapatkan point (ide pemikiran) tentang makna apakah yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh forum diskusi dengan topik PEREMPUAN = RACUN ini.

Racun yang dimaksud dalam pembahasan forum diskusi itu adalah segenap tindakan atau perkataan seseorang, baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja, dimana maksud dan tujuan dari pelaksanaan maupun hasil dari perbuatan atau ucapannya tersebut, bersifat merusak, mampu menyakiti hati serta perasaan orang lain.

Namun ketertarikkan saya mulai muncul, ketika nama Ratu Mesir, Cleopatra, beserta tokoh-tokoh komik kegemaran saya, Asterix dan Obelix,  disebutkan. Wahhhh…  itu toh, yang ingin dibicarakan…!!!

Kisah Cleopatra dalam komik Asterix dan Obelix tersebut, memang merupakan cerita khayalan semata. Namun, hubungan kisah asmara yang terjadi antara Ratu Cleopatra dengan Kaisar Romawi, Julius Caesar, merupakan kisah nyata yang pernah terjadi. Julius Caesar memang benar-benar terlena oleh kecantikan dan kemolekan Cleopatra. Kisah asmara yang ada, kelak, membuat Kaisar Romawi mati dibunuh oleh anggota parlemen yang tidak menginginkan hubungan itu berlanjut.

Apakah Cleopatra memang telah “meracuni” Julius Caesar? Menurut pandangan dari sejumlah anggota parlemen, jawabannya adalah iya. Alasannya, benih-benih asmara yang tumbuh dalam hati sang Kaisar, telah membuat ia kurang mengurusi stabilitas serta perkembangan Romawi pada saat itu.

Namun peristiwa yang terjadi pada pria itu, berbeda kasus dengan apa yang terjadi dengan cerita cinta antara Kaisar Romawi Julius Caesar dan Ratu Cleopatra, karena dalam kasus Julius Caesar, pihak yang memberikan penilaian bahwa Ratu Cleopatra telah meracuni pikiran sang kaisar, adalah anggota parlemen. Sedangkan pada kasus pria tersebut, dirinyalah yang memberikan penilaian seperti itu.

Saya pribadi berpendapat, apabila suatu pernyataan pribadi dinyatakan dan diekspose sebagai sebuah “penilaian” yang menganggap bahwa ungkapan perempuan = racun itu melekat dalam diri pribadi lepas pribadi perempuan, maka pernyataan itu tidaklah tepat dan teramat kasar adanya...

Dalam bahasa yang lain dapat pula dikatakan, bahwa pernyataan perempuan = racun, tidak bisa diberikan sebagai sebuah penilaian yang menyama-ratakan (melekat dan menjadi kepribadian setiap perempuan), dimana kepribadian yang ditunjukkan oleh seseorang atau sejumlah orang tertentu, tidak dapat pula dikatakan melekat dalam pribadi lepas pribadi setiap orang, secara menyeluruh.

Jadi sifatnya adalah single opinion (not public opinion), yang hendak dikembangkan sebagai sebuah pernyataan yang menggeneralisasikan satu contoh peristiwa semata.  Meskipun ada bukti dan data survey yang akurat sekalipun, menggeneralisir opini seperti itu, sama artinya penilaian tersebut terlalu bersifat subyektif dan bukannya obyektif.

Saya pribadi menganggap, nilai kepastian dari pola pemikiran tersebut, hanya dapat dinyatakan pada oknum atau sejumlah pribadi-pribadi tertentu saja. Kita tidak dapat menyatakan bahwa pernyataan tersebut mewakili kepribadian dari seluruh perempuan yang ada di bumi ini.

Dikatakan demikian, karena memang, tidak semua orang (termasuk kaum pria) di muka bumi ini, yang dalam menjalani alur kehidupannya, memiliki karakter diri atau perilaku diri (sifat dan sikap) bernilai negatif, apalagi sebagai racun.

Sesungguhnya semua orang di muka bumi ini menginginkan agar karakter dan pola tingkah laku yang melekat pada dirinya, merupakan karakter atau pola tingkah laku yang baik-baik saja. Sedangkan pernyataan seperti itu keluar dari mulut seseorang yang sedang dalam keadaan emosional.

Bentuk pernyataan seperti ini sifatnya sangatlah destruktif sekali. Karena pernyataan itu seakan-akan ingin mengatakan, bahwa kaum perempuan merupakan duri bagi kaum pria… Sangat subyektif sekali…

Pernyataan seperti itu tidaklah bijaksana. Pernyataan seperti itu, sangatlah dipaksakan dan seperti sebuah doktrin yang ingin mendoktrin agar orang lain juga memiliki pola pandang dan cara berpikir yang sama dengan pencetusnya…

Anggapan atau penilaian seperti itu sangatlah tidak memiliki dasar pemikiran yang kokoh dan nilai-nilai kebenarannya masih sangat meragukan. Pada sisi yang lain, pernyataan seperti ini dapat memicu atau menimbulkan kerawanan-kerawanan dalam pola pemikiran dan pandangan masyarakat terhadap seorang perempuan…

Diakui atau tidak diakui, sesungguhnya sifat-sifat seperti itu memang ada dan melekat dalam diri setiap insan manusia. Tidak hanya kaum perempuan semata, sifat seperti itu juga ada dalam diri kaum pria. Namun entah kenapa, pembahasan di masyarakat cenderung memposisikan perempuan sebagai pihak yang suka bertindak sebagai racun bagi kaum pria. Sungguh, ini merupakan sesuatu hal yang tidak terbantahkan…

Padahal kalau mau dibilang, munculnya sifat buruk tersebut terjadi secara alamiah sekali. Sisi alamiah bisa terlihat dari bagaimana keadaan atau peristiwa yang melatar belakangi kenapa tindakan atau perkataan yang bersifat racun tersebut dapat terjadi.

Oleh karena itu, janganlah kita membuat penilaian skeptis dan tanpa dasar, yang terbentuk atau terucap oleh karena perilaku dan tindak-tanduk seorang atau sejumlah oknum tertentu, lalu kita menganggap bahwa semuanya itu berlaku dan ada dalam diri semua orang. Sifatnya subyektif sekali, bukan obyektif.

Lalu, kenapa karakter seperti itu bisa ada di tengah masyarakat?

Sifat, sikap dan perilaku seperti ini bisa nampak, selain karena memang telah menjadi karakter dalam kepribadian seseorang, sifat serta sikap hidup sebagai “racun”, dapat timbul/muncul ke permukaan karena seseorang sedang berusaha untuk survival dalam menjalankan kehidupannya.

Terkadang tanpa disadari, kondisi serta perilaku seperti itu muncul ke permukaan dan terpaksa harus dilakukan oleh karena seseorang terdesak akan tuntutan keadaan, yang dapat memaksa diri untuk bersikap sebagai “racun” bagi orang lain.

Perilaku sebagai racun juga bisa terjadi karena adanya keinginan untuk mendapatkan kesenangan atau harta kekayaan dengan cara yang mudah, tanpa harus bekerja keras. Adanya konsep pemikiran untuk meraih segenap kesenangan atau kekayaan secara instan tersebut cenderung terjadi karena adanya pola pemikiran yang tidak mau susah atau repot-repot bekerja untuk memenuhi keinginan atau kesenangan pribadi semata.

Dalam hal ini, asas-asas memanfaatkan secara maksimal semua kesempatan yang ada pada saat memiliki kedekatan hubungan dengan orang lain, khususnya untuk tujuan mendapatkan apa yang diinginkan, sangatlah mendominasi.

Pada kondisi tertentu, sifat dan sikap yang mampu meracuni, dapat pula hadir secara spontan. Spontanitas terjadi karena upaya tersebut dilakukan untuk pembelaan diri, karena keadaan yang ada, dianggap menekan atau telah menyakiti dirinya. mungkin ide dasarnya : sebelum disakiti, lebih baik memproteksi diri dengan menyakiti dahulu.

Ada kecenderungan, karakter dari orang yang melakukan tindakan atau ucapan yang bersifat racun secara spontan, bukanlah karakter diri yang sebenarnya karena tercetus untuk maksud pembelaan diri, sehingga tindakan itu dianggap sebagai “kebenaran” yang perlu dilakukan.

Memperhatikan uraian diatas, maka dapatlah kita ketahui bahwa pribadi-pribadi yang memiliki karakter diri sebagai racun dalam kehidupannya, cenderung terdapat pada kelompok orang-orang yang oleh karena faktor keadaan dan pola kehidupan dalam keluarga, mengalami degrasi pemahaman atas pola berpikir serta pola bertindak yang baik dan benar.

Keadaan itu juga bisa terjadi oleh karena lingkup pergaulan yang tidak sehat, dimana pergaulan telah membawa pengaruh yang tidak baik dalam upaya seseorang untuk bertindak serta menyampaikan sesuatu dengan baik dan sopan.

Sejak kapan hal itu terjadi?

Apabila kita memandang serta memperhatikan sejarah kehidupan manusia pertama di dunia ini, maka kondisi itu terjadi manakala Adam turut pula jatuh ke dalam dosa karena ia juga memakan buah yang dipetik dari pohon ditengah-tengah taman Eden atas bujukkan Hawa.

Kondisi dimana Hawa membujuk Adam agar turut memakan buah yang dipetik dari pohon ditengah-tengah taman Eden inilah yang membuat orang mengambil satu bentuk pernyataan bahwa perempuan = racun.

Pola statement-nya mungkin bisa ditulisakan sebagai : Oleh karena dosa keturunan, maka sejumlah perempuan di muka bumi ini memiliki pula sifat, sikap serta perilaku sebagai racun untuk orang lain atau komunitas masyarakat disekitarnya.

Sorry, statement saya diatas, bukan bermaksud untuk menghakimi. Tapi kemungkinan adanya perilaku seorang perempuan yang cenderung menjadi racun bagi orang lain, sangat besar kemungkinan memang terjadi karena adanya dosa keturunan. 

Pada sejumlah oknum atau pribadi tertentu, ungkapan Perempuan = racun mungkin bisa saja mengandung arti yang mendalam. Namun pada banyak pribadi yang lain, nampaknya hal tersebut kurang mengandung nilai-nilai kebenaran, sangat kasar sekali dan cenderung bernada emosional.

Jadi, apakah memang dalam kehidupan ini perempuan sama dengan racun?

Kesimpulan seperti itu rasa-rasanya terlalu imajiner dan tidak didukung oleh fakta, serta terlalu menggeneralisir suatu opini menjadi sebuah pernyataan publik.

Memang, karakter pribadi yang dianggap dapat menebarkan racun dalam kehidupan bersosialisasi dan mendapatkan penghidupan yang layak, ada di dalam diri sejumlah orang di bumi ini, apakah itu kaum perempuan maupun kaum pria. Itupun sifatnya sangat normatif sekali. Oleh sebab itu, kandungan kebenaran maupun pembenaran dari opini seperti itu, sangat tergantung pada apa dan bagaimana pola kehidupan ini dijalani seseorang.

Kultus budaya dan adanya catatan sejarah membuat penilaian bahwa dalam diri kaum perempuan memang memiliki sifat racun.

Pola pemikiran yang mengglobal semakin menjadi-jadi ketika ditemui banyak kaum perempuan yang memiliki perilaku, sikap dan sifat seperti itu. Padahal, pandangan tersebut telah membuat hadirnya suatu penilaian yang telah mendiskriminasi kaum perempuan itu sendiri.

Sekarang, itu semua sangatlah tergantung pada tanggapan dari kaum perempuan untuk dapat mengcover pernyataan yang tidak mengenakkan tersebut. Bagaimanapun, ungkapan perempuan = racun, merupakan kritikan tajam agar kaum perempuan bisa menjaga perilakunya, dengan tetap mengingat kodrat dan karakter dirinya.

Satu hal yang sangat penting : Sesuatu yang buruk, janganlah ditiru.

Apabila saya mengucapkan sesuatu yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Saya sangat terbuka untuk menerima kritik atau tanggapan atas tulisan artikel saya ini. Untuk sebuah kebaikkan, diskusi yang menarik, dapat dibangun.

 

Salam saya,

 

.Sarlen Julfree Manroe

Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment