My Mind
Setelah lebih dari 10 tahun berada di dunia kerja, hari Selasa kemarin, seseorang mengikuti psikotest untuk yang pertama kali. Kegiatan psikotest itu dilakukan dalam rangka mencari kerja setelah beberapa bulan yang lalu resign dari pekerjaannya.

Pekerjaan yang dilamar, memang bukan bidangnya. Sulitnya mencari kerja dan ketatnya persaingan dalam usaha mencari kerja, membuat dirinya melamar pekerjaan yang dianggap dia mampu menjalaninya.

Dirinya pun memiliki rasa percaya diri yang teramat kuat dan amat yakin kalau interview tersebut akan berakhir dengan diterimanya ia bekerja. Apalagi, interview tersebut bisa terjadi setelah seorang temannya memberikan referensi nama kepada pihak penerima lowongan kerja sebagai rekomendasi.

Dia bilang, gak ada masalah dengan psikotest-nya. Memang awalnya agak gak mikir, main silang jawaban yang tersedia. Biasalah, kejar waktu. Namun ketika sadar bahwa waktu yang dimiliki untuk mengerjakan soal-soal psikotest itu masih ada, dirinya mengkoreksi lagi jawaban-jawabannya. Gak tau deh, apa pihak penguji dapat menerima jawaban yang dicoret-coret. Dia pikir, yang penting gak nyontek.

Uji psikotest usai, dilanjutin dengan wawancara. Banyak hal ditanyakan, terutama tentang pengalaman kerja yang sudah dijalani selama ini. Dalam tempo 15 menit, wawancara selesai dan diakhiri dengan pernyataan sang pewawancara bahwa dirinya akan dihubungi secepatnya.

Dengan rasa percaya diri kuat, dia segera pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, dirinya segera dihadang oleh berbagai pertanyaan dari kedua orang tuanya. Semua pertanyaan orang tuanya itu dijawab dengan santai namun penuh keyakinan bahwa dirinya akan segera bekerja. Harapan baik itupun disambut dengan kehangatan dari kedua orang tuanya.

Satu hal yang pasti, dirinya bisa tidur nyenyak malam itu.

Pagi hingga siang hari pada keesokkan harinya, dirinya agak melupakan interview yang dilakukan hari sebelumnya karena dirinya sibuk membantu orang tuanya mempersiapkan rencana pertunangan dari abangnya yang akan menikah dalam waktu dekat. Yaaa... gitu deh, namanya juga lagi belum ada kerjaan, jadi gak ada salah untuk bantu-bantu.

Pada saat asyik menunggu di mobil sambil memperhatikan peresmian sebuah komplek perumahan baru, HP-nya berbunyi. Nomor yang tertera menunjukkan nomor telepon area tempat kemarin dirinya melakukan interview.

Dijawabnya telepon itu. Ternyata benar, sang pewawancara yang menyampaikan suatu kabar. Namun sayangnya, kabar itu merupakan penolakkan penerimaan lamaran kerja yang telah melalui proses interview kemarinnya. Alasannya, pengalaman kerja yang dimilikinya selama ini, tidak termasuk kualifikasi yang ditetapkan untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Sungguh kabar yang tidak baik.

Suasana hatinya yang ceria, tiba-tiba berubah muram. Mulut langsung terkatup, suaranya tak terdengar. Ia kecewa karena masih belum bisa bekerja. Harapan untuk dapat segera bekerja, seakan terhempaskan sudahhh...

Sebenarnya dirinya hanya ingin diberikan kesempatan. Sejak awal dirinya sadar kalau lowongan yang dilamarnya, tidak sejalan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang ada. Ia tidak dapat bekerja karena dianggap tidak memenuhi kriteria.

Rasanya, sia-sia saja rekomendasi dari seorang teman itu... Pikirnya, apa gunanya mereka meminta rekomendasi kalau ternyata tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi?

Besar harapannya untuk diterima bekerja karena dia tahu betapa sulitnya lapangan pekerjaan. Hal inilah yang mendorong dirinya untuk terus membesarkan hati dan berharap agar dirinya diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya mampu serta siap untuk menjalankan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, meskipun bidang pekerjaannya tidak sejalan dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman kerjanya selama ini.

Pikirnya, banyak orang yang telah bekerja namun memiliki latar pendidikan yang tidak sejalan dengan bidang pekerjaannya. Kenapa dirinya tidak bisa?

Kini, semua sudah berlalu. Rasa kecewa itu masih ada, tapi dia berharap bisa segera melupakannya....

Dari story ini dapat diambil pelajaran :

Pertama
Kesempatan itu, mahal harganya. Apabila kita mendapatkan kesempatan untuk maju, untuk membina karier, untuk menjadi lebih baik lagi...manfaatkanlah kesempatan itu dengan sebaik-baiknya, karena belum tentu, kesempatan itu akan datang untuk yang kedua kalinya.

Kedua
Ketika atasan kita memberikan kesempatan untuk maju, itu artinya, dia percaya kalau kita bisa dan mampu untuk melakukannya...


God Bless You everybody



.Sarlen Julfree Manurung



 



 
0 Responses

Post a Comment