My Mind
Tuntutan banyak anggota masyarakat dan tokoh-tokoh nasional agar Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan, merupakan sebuah tuntutan yang wajar, mengingat segenap tindak kekerasan dan anarkis yang dilakukan oleh para anggotanya terhadap anggota masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) pada hari Minggu (1/06) kemarin, merupakan perbuatan tidak menyenangkan untuk yang kesekian kalinya.

Para anggota FPI yang tergabung dalam Komando Laskar Islam, melakukan tindakan pemukulan serta penganiayaan berat, perobekan berbagai spanduk dan baliho milik massa AKKBB, perusakan dan penghancuran truk beserta peralatan sound system yang dibawa massa AKKBB, perusakan dan menghancurkan kaca-kaca dari sejumlah mobil milik anggota masyarakat yang tergabung dalam AKKBB, serta melakukan pelarangan pihak medis yang ada di lokasi untuk menolong korban pemukulan.

Dalam insiden di silang Monas tersebut, tercatat 70 orang menderita luka-luka akibat dipukul dan dianiaya, bahkan 3 orang diantaranya terpaksa harus dirawat di rumah sakit karena menderita luka cukup parah akibat penganiayaan berat.

Berbagai tindak kekerasan serta anarkisme yang dilakukan oleh massa FPI di silang Monas tersebut, telah mengarah pada adanya tindak pidana dan pelanggaran HAM berat, karena telah melakukan tindak penyerangan brutal kepada anggota masyarakat, untuk maksud menyakiti serta merusak secara terencana.

Hal yang membuat tindakan penyerangan penuh kekerasan dan perbuatan anarkisme tersebut telah memasuki wilayah pelanggaran tindak pidana serta pelanggaran HAM, terlihat dari adanya upaya anggota FPI untuk mendatangi massa Aliansi Kebangsaan, dan telah memperlengkapi diri dengan berbagai peralatan, yang bisa digunakan untuk memukul atau tindakan destruktif lainnnya.

Sikap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh FPI, juga disertai oleh adanya tindak perilaku tidak menyenangkan. Secara langsung, pucuk pimpinan FPI, Habib Riziq Shihab dan Panglima Komando Laskar Islam, Munarman, telah mengeluarkan banyak pernyataan, yang menghina dan menistakan kedudukkan seseorang, institusi negara, maupun instansi lain, serta mengeluarkan sejumlah pernyataan bernada kontroversial, yang berpotensi menghadirkan adanya konflik horisontal ditengah masyarakat.

Tindakan penghinaan dan penistaan pribadi seseorang, disampaikan oleh Habib Riziq Shihab atas diri KH. Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI, Kyai panutan yang juga adalah sesepuh NU, organisasi massa Islam yang beranggotakan lebih dari 45 juta orang.

Pernyataan penghinaan pucuk pimpinan FPI tersebut, telah menimbulkan kemarahan besar dari para pendukung Gus Dur. Sejumlah upaya penyerangan serta perusakkan terhadap markas FPI di berbagai daerah, dilakukan oleh segenap elemen pendukung Gus Dur, yang tergabung dalam sejumlah organisasi massa. Mereka juga mendesak pemerintah untuk segera membubarkan FPI dan elemen pendukungnya.

Habib Riziq juga menyatakan kalau seluruh kekuatan FPI akan melakukan tindakan perlawanan hingga tetes darah terakhir apabila pihak aparat kepolisian berniat untuk menangkap anggota FPI yang terlibat dalam insiden Monas.

Jelas, pernyataan pucuk pimpinan FPI tersebut, melecehkan institusi kepolisian, dan sama artinya, pernyataan yang dikeluarkan oleh Habib Riziq Shihab tersebut, sebagai sebuah pernyataan yang ingin melindungi para pelaku tindak kejahatan, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat kepolisian. Dalam peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap pihak yang melindungi para pelaku tindak kejahatan dapat dikenakan sangsi hukum.

Namun ternyata pernyataan itu tidak dilakukannya. Pada pagi hari kemarin, laskar FPI tidak melakukan perlawanan ketika lebih dari 1000 orang aparat kepolisian, datang menggeledah serta menanngkap anggota-anggota FPI yang ada disekitar markas FPI dan lingkungan disekitarnya.

Dalam kegiatan penggeledahan dan penangkapan kemarin pagi tersebut, Habib Riziq Shihab beserta 58 anggota FPI, dibawa ke Polda Metro Jaya. Berdasarkan konferensi pers yang dilakukan Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Abubakar Nataprawira, Habib Riziq telah ditetapkan pula sebagai tersangka.

Memperhatikan berbagai keterangan pers yang disampaikannya, berbagai pernyataan Habib Riziq tersebut seperti ingin mengatakan, kalau dirinya telah mengetahui serta merestui tindakan anggotanya dalam peristiwa insiden di silang Monas tersebut. Jadi tidaklah salah kalau beliau ikut ditahan aparat kepolisian.

Bagaimana dengan Munarman? Sejauh ini, Munarman masih dicari aparat kepolisian karena dianggap sebagai pimpinan aksi dari massa Komando Laskar Islam, yang tidak berusaha mencegah perbuatan anggotanya untuk melakukan tindak kekerasan serta anarkis terhadap massa AKKBB dalam insiden di silang Monas.

Wacana bernada mengancam juga dikeluarkan oleh Panglima Komando Laskar Islam, Munarman, terhadap media massa yang telah menempatkan foto dirinya yang sedang mencekik seseorang, di halaman muka media massa itu, juga dapat dijadikan bahan penuntutan Munarman ke meja pengadilan.

Semua unsur negatif, memang telah dilakukan oleh massa FPI, dan memenuhi syarat untuk dilakukannya tindakan tegas dari aparat kepolisian, berupa upaya penangkapan serta penyidikkan lebih lanjut.

Pada sisi yang lain, seluruh tindak kekerasan dan anarkis yang dilakukan oleh massa FPI semenjak tahun 2001, apabila diakumulasikan, telah memenuhi unsur yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah, untuk membubarkan FPI.

Dalam hal ini, berbagai rangkaian kegiatan aksi yang melibatkan FPI, atau dimotori oleh anggota FPI semenjak tahun 2001, telah menebarkan rasa takut dan keresahan ditengah masyarakat, karena mereka selalu menempatkan berbagai tindak kekerasan serta anarkis dalam menjalankan aksi mereka.

Tindak kekerasan dan anarkisme yang diusung FPI, selain membawa keresahan, juga kerugian bagi agama Islam, negara, dan juga masyarakat.

Agama Islam tercoreng karena FPI telah menggunakan Islam sebagai tameng yang mereka gunakan untuk bertindak brutal, anarkis, serta semena-mena, seakan-akan kelompok mereka adalah hukum negara dan perbuatan yang mereka lakukan, tidak melanggar hukum. FPI telah menciderai hati umat Islam Indonesia.

Pada sisi yang berbeda, agama Islam tidak menempatkan dan mengajarkan, berbagai bentuk tindak kekerasan serta perbuatan anarkis, sebagai budaya kehidupan bagi para pemeluknya. Jadi, apa yang diperbuat FPI selama ini, telah mempermalukan agama Islam, baik secara langsung atau tidak langsung.

Negara mendapatkan malu, karena berita insiden di silang Monas, juga dilansir oleh media asing. Keadaan itu membuat pemerintah harus mengeluarkan ongkos politik serta keamanan yang lebih besar lagi, terutama untuk menindak anggota FPI yang terlibat, mengembalikan dan mengendalikan situasi keamanan kearah yang kondusif, serta mengembalikan citra bangsa di mata internasional.

Apalagi dalam tindak penggeledahan yang dilakukan pada hari Rabu (4/06) kemarin, ditemukan pula barang bukti, berupa ratusan selebaran yang siap untuk diedarkan, yang isinya menentang pemerintah. Artinya, mereka memang sudah bersikap diri untuk berdiri sebagai musuh pemerintah yang dapat membahayakan posisi dan kedaulatan pemerintah.

Masyarakat merupakan elemen yang paling merasakan dampak, karena aksi-aksi yang dilakukan FPI, seluruhnya menghadirkan keresahan, trauma, serta adanya perasaan tidak aman yang berkepanjangan. Apalagi Munarman, tokoh utama tindak kekerasan di Monas, pada saat ini dalam status buron serta tidak terlihat adanya indikasi kalau Munarman akan menyerahkan diri dalam waktu dekat.

Keresahan masyarakat oleh tindakan kekerasan dan anarkis yang selalu diusung oleh massa FPI, telah terbentuk sejak lama. Apabila diakumulasikan, segenap trauma yang dirasakan oleh para korban kekerasan dan anak-anak menyaksikan orang tuanya telah mendapatkan perlakuan kasar oleh FPI, tidak dapat dibayar atau digantikan dengan uang berapa pun.

Jelas sekali kalau FPI telah menciptakan situasi yang menebarkan adanya rasa takut, kebencian, dan pertentangan di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, berbagai ulah yang telah dilakukan FPI tersebut, segera ditanggapi pemerintah. Secepat mungkin pemerintah harus mengambil inisiatif untuk bertindak  tegas, yaitu melakukan pembubaran FPI sebagai organisasi massa, serta pembekuan segala bentuk aset-aset FPI.

Pembekuan aset-aset tersebut perlu dilakukan, karena segenap aset organisasi yang ada, masih bisa dipakai untuk tindakan lain yang dapat meresahkan masyarakat serta dapat mengganggu stabilitas keamanan, apalagi hingga saat ini, pemerintah belum mengambil keputusan tentang keberadaan Ahmadiyah, sebagaimana keinginan FPI selama ini.

Namun, apapun keputusan pemerintah atas Ahmadiyah, pergerakkan FPI masih bisa mengganggu stabilitas keamanan serta menimbulkan keresahan, seperti yang selama ini mereka lakukan, sebab FPI memiliki banyak anggota yang berani bertindak diluar koridor hukum, dan menghalalkan adanya tindak kekerasan serta anarkisme dalam menjalankan kegiatannya.

Hingga saat ini, massa pendukung Abdurrahman Wahid, tokoh-tokoh nasional, para korban kekerasan FPI, serta sejumlah organisasi massa, secara langsung atau tidak langsung, masih saling berhadapan dengan FPI. Potensi untuk terjadinya pergolakkan dan konflik horisontal di tengah masyarakat, masih sangat mungkin terjadi.

Seluruh sejarah buruk yang dihadirkan FPI di tengah masyarakat, tidak selayaknya terulang kembali. Apalagi segenap aturan hukum yang memungkinkan pemerintah bisa membubarkan FPI, memang ada. Jadi, tunggu apa lagi?

Kalau tidak sekarang, itu sama artinya pemerintah memang ingin memelihara sekelompok anggota masyarakat yang senang dengan tindak kekerasan. Negara ini sudah terlalu banyak masalah, ada baiknya pemerintah memperhatikan suara rakyat. Rakyat yang memilih mereka, rakyat yang menginginkan kedamaian suasana, bukan keresahan.
Labels: | edit post
7 Responses
  1. aku lebih setuju kalau pemerintah bersikap bijak dan tegas soal FPI ini, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku... dan tentu saja bukti2 yang sudah ada juga dijadikan pertimbangan
    menurutku, hal hal semacam ini membahayakan dan mengancam kebhineka-an kita, kebebebasan beragama dalam UUD 45 pun jadi kebablasan beragama.. hehehe


  2. Setuuujjjjuuuuuuu....


  3. Esther LS Says:

    wah kebebasan beragama memang harus dijunjung tinggi dinegara yg mengakui "bhinneka tunggal ika" ini. Artinya negara harus bersikap setara dalam menghadapi kebhinnekaan, tidak boleh berpihak, sekalipun dia mayoritas.


  4. negara kita punya aturan dan hukum yang harus ditaati semua rakyat Indonesia tanpa kecuali. Tindakan sok jagoan Habib Rizieq sudah kelewatan, dan jika FPI tidak dibubarkan maka kredibilitas pemerintah harus dipertanyakan.
    Bubarkan FPI....


  5. Menurut aku ya Ito, kunci utamanya itu di pimpinannya. Habib Rizieq itu arogan banget ya. Cara bicara dan kalimat2 yang dilontarkan selalu menantang emosi orang. Bagi saya, sebagai pimpinan *apalagi pimpinan keagamaan' kurang pas lah. Seandainya dia bukan pimpinan, orang mungkin agak maklum. Tapi sebagai pimpinan? Jelas aja orang komentar :"lha, pimpinannya aja kayak begini..gimana anak buahnya?"....:(


  6. Agree... Perlu dipertanyakan, apakah hak FPI dan ormas-ormas itu sehingga berani bertindak diluar koridor hukum,seakan memiliki kekuasaan besar untuk melarang orang lain melakukan ibadah kepada Tuhan sesuai dengan agama serta kepercayaannya masing-masing.
    Pemerintah, ayooo... tunggu apa lagi?


  7. kalau saudara seagama aja berani mereka serang, apalagi yang tidak seiman kan?
    Kalo Presiden kita masih Pak Harto, mungkin mereka semua sudah ada di dalam laut. Dikarungin dan dibuang, minimal tewas sama penembak misterius.


Post a Comment