My Mind
Rumah orang fasik akan musnah, tetapi kemah orang jujur akan mekar.
(Amsal 14 : 11)

Suwito adalah seorang petani jagung miskin. Dalam periode waktu tertentu, Suwito menjual 5 kilogram jagung hasil dari kebunnya kepada Rahmat, seorang pedagang pasar.

Pada suatu hari, Rahmat iseng-iseng menimbang jagung yang dibelinya dari Suwito, untuk mengetahui apakah benar jagung seberat 5 kilogram itu, jumlahnya sesuai timbangan.

Ketika memperhatikan hasil timbangan, Rahmat cukup geram karena ternyata jagung yang dibelinya dari Suwito, kurang dari 5 kilogram. Ia sangat marah hingga akhirnya mengadukan Suwito ke polisi dengan tuduhan penipuan.

Kasus timbangan jagung yang kurang ini, berlanjut ke pengadilan. Suwito duduk sebagai terdakwa. Pada saat sesi tanya-jawab dengan terdakwa, bapak hakim mengajukan pertanyaan kepada Suwito :
"Saudara terdakwa, apakah saudara mempunyai timbangan di rumah saudara?"
Suwito menjawab pertanyaan pak hakim tersebut.
"Bapak hakim yang saya muliakan. Saya ini orang miskin dan tidak memiliki timbangan di rumah saya."
Bapak hakim pun bertanya kembali kepada Suwito :
"Lalu, bagaimana saudara tahu kalau berat jagung tersebut 5 kilogram?"
Suwito pun menjawab :
"Sebelum saya menjual jagung hasil kebun saya kepada Pak Rahmat, saya sebelumnya membeli 5 kilogram bawang dari beliau. Bawang seberat 5 kilogram inilah yang saya pakai sebagai takaran timbangan saya, untuk menjual jagung kepada Pak Rahmat, Bapak hakim yang saya hormati."

===

Cerita diatas, menarik untuk disimak.

Terkadang, kita jauh lebih pintar untuk berusaha mencari tahu apakah seseorang itu bertindak jujur atau tidak kepada kita.

Dalam banyak kesempatan, terkadang pula, kita lebih menikmati kegiatan untuk menuntut seseorang agar berlaku jujur hingga kita mendapati diri seseorang itu telah bersikap tidak jujur, lalu, ketika kita mendapati adanya sikap tidak jujur itu, kita menuding, memaki-maki dan menerapkan dakwaan yang menyakiti hati seseorang tersebut.

Pada sisi yang berbeda, kita tidak menerapkan hal yang sama, untuk segera mengetahui dan menyadari kalau hidup kita sendiri tidak selalu berucap atau bertindak jujur kepada orang lain.  Tanpa kita sadari, mungkin, diri kita sendiri, tidak mau mendisiplinkan diri untuk berlaku jujur atau tidak mengungkapkan suatu kebohongan.

Kejujuran dan kebohongan... bagaikan dua sisi mata ulang. Berada dalam satu ruang hati, namun penerapannya dilakukan untuk maksud yang berlawanan.

Apabila kita telaah lebih jauh, maka keberadaan atau letak dari nilai-nilai kejujuran dan kebohongan, hanyalah sebatas benang tipis saja... Mudah kita lompati, apalagi suatu kalau keadaan mendesak atau menuntut kita, maupun suatu keadaan kita anggap memungkinkan atau tidak memungkinkan bagi diri kita untuk melakukan salah satu diantaranya.

Nurani mungkin tidak ingin berkata bohong, tapi keinginan daging dan kekuatan akal pikiran, membuat seseorang berbohong. Bahkan ada sejumlah orang yang melakukan tindakan tidak jujur atau mengungkapkan kebohongan, tanpa ada perasaan bersalah.

Sebenarnya, siapakah yang telah pribadi manusia itu bohongi? Pribadi manusia itu telah membohongi dirinya sendiri, karena telah membiarkan dirinya membenarkan sesuatu hal yang sesungguhnya adalah sebuah kesalahan.

Ya, ketika seseorang berbohong, sesungguhnya dia sadar kalau dirinya telah berbohong...!!!

Bersikap tidak jujur atau mengungkapkan suatu kebohongan, sesungguhnya memperpanjang suatu masalah.

Ingatlah, bila kamu berbohong, maka kamu akan berbohong lagi dan lagi, untuk menutupi kebohonganmu yang pertama. Itu semua akan berhenti, kalau kamu mau berkata hal yang sejujur-jujurnya dan sebenar-benarnya.

Oleh karena itu bisa dikatakan kalau keadaan seseorang yang awal mulanya hidup dengan  satu kebohongan dan berlanjut dengan kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan yang selanjutnya, akan menjadi suatu kebiasaan kehidupan, yaitu bisa berbohong.

Apabila hal tersebut dibiarkan terus-menerus terjadi, proses kehidupan akan membentuk pribadi dan karakter seseorang yang biasa hidup dengan kebohongan atau tidak jujur, sebagai sebuah pribadi serta karakter yang menonjol, menutupi kepribadian dan karakter baik yang dimiliki seseorang tersebut.

Tidak ada suatu kerugian dalam kejujuran atau mengungkapkan kebenaran. Masalah yang kita hadapi, akan cepat terselesaikan apabila kita menyatakan sesuatu sesuai dengan keadaan yang ada, tanpa mengurangi atau menambah-nambahkannya...

Kita tidak perlu takut untuk di cap sebagai pribadi yang bersalah, karena orang banyak akan mendukung kita apabila kita mengungkapkan kebenaran itu, apa adanya.

Hidup dalam kejujuran adalah pilihan sikap. Kehidupan orang-orang jujur adalah kehidupan orang-orang yang berkenan dan diberkati Tuhan.

Biasakanlah untuk hidup jujur dan tidak mengungkapkan kebohongan. Tekaplah mulut kita apabila pernyataan tidak jujur atau kata-kata penuh kebohongan, akan keluar dari mulut kita.

By the way, saya sendiri ingin jujur. Tulisan ini diilhami dari tulisan yang berjudul Petani dan Tukang Roti, yang ada tertulis di Manna Sorgawi, buku renungan untuk pribadi, keluarga dan kelompok, edisi Januari 2004, No. 70 tahun VI, yang disampaikan untuk bahan renungan pada tanggal 25 Januari 2004.

Soft copy, nama-nama, judul renungan, kalimat-kalimat dan kondisi yang ada, saya ubah, tanpa mengurangi esensi yang ingin disampaikan, baik oleh tulisan yang ada di buku renungan itu, maupun dengan apa yang ingin saya katakan. Saya berusaha untuk tidak murni sama (only copy-paste) untuk menuliskan ulang, karena saya ingin menampilkan dengan cara dan gaya saya sendiri.

Intinya, saya ingin menyampaikan hal-hal baik, tanpa saya sendiri membohongi hati nurani saya.

Kiranya Tuhan Yesus yang teramat baik, memberkati kita semua.

DIBERKATI TUHAN YESUS BANGSA INDONESIA DENGAN MELIMPAH-LIMPAH


Salam saya,



.Sarlen Julfree Manurung


SATUKAN SUARA UNTUK MENGGAPAI INDONESIA YANG MAJU, PENUH KEDAMAIAN, DAN KESEJAHTERAAN, DIDALAM YESUS KRISTUS, TUHAN KITA.
Labels: | edit post
4 Responses
  1. jujurrrrrrrrrrrr
    adalah harta yang tak ternilai harganya....
    kebohongan adalah mala petaka...
    tapi terkadang ada juga bohong demi kebaikan
    nah yg iniii bohong demi kebaikan apa itu salah?


  2. Memang ya, sering kita menuntut kejujuran dari orang lain...
    Tapi kadang saya pikir2 kok susah banget ya jadi orang jujur??
    Kok rasanya ada aja yang mau di sembunyikan...
    Meski itu nggak banyak...
    Hehehe.....
    Thanks so much utk sharingnya bapak..
    GBU always....


  3. kalau bohongnya cuma satu kali, bagaimana dengan berkali-kali? sama juga menjadi pembohong... hehehehe... apapun alasannya, bersikap jujur lebih baik dari pada mengungkapkan kebohongan. Mungkin orang lain gak tahu, tapi hati dan diri ini, pasti memiliki perasaan bersalah.
    GBU

    .Sarlen Julfree Manurung


  4. Makanya jangan dipikirin... langsung aja bersikap jujur. Terlalu lama memikirkan apakah kita harus jujur atau nggak, bisa-bisa yang muncul malah sikap gak jujur. Kan aku bilang : batasnya hanya sehalus benang...
    Memang sih, bersikap jujur itu gak mudah. Tapi kalau pilihan gak jujur yang kita ambil, justru bisa menghadirkan masalah pada diri kita sendiri, suatu waktu nanti... Gak enak kan, kalau punya masalah karena kesalahan diri kita sendiri, right?

    GBU too

    .Sarlen Julfree Manurung


Post a Comment