My Mind
Banyak hal yang masih belum benar dilakukan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2009 yang lalu, membuat komunikasi dan kegiatan politik yang dilakukan oleh para politisi kita tidak layak untuk dijadikan model pembelajaran politik yang baik bagi generasi muda bangsa. 

Padahal, dunia politik tidak hanya terkait pada bagaimana cara mengapresiasikan cara pandang dan ideologi politik pribadi maupun sekelompok politisi kedalam kerangka sistem perpolitikkan atau tatanan hukum negara nasional, atau upaya mengaktualisasikan hal-hal yang telah disepakati untuk dilaksanakan dengan mengedepankan konsep pengambilan keputusan politik secara konstitusional, namun terkait pula dengan bagaimana upaya berbagai elemen atau komponen politik dapat membangun komunikasi serta pendidikan politik yang bermartabat dan berwibawa, untuk kepentingan dan kemajuan bangsa di masa yang akan datang.

Adanya sejumlah kepentingan politik membuat para politisi dan elite politik bangsa kita lebih senang bermain-main pada ranah yang hanya bertujuan untuk menyenangkan hati komunitas atau kelompok mereka semata, dimana sikap mereka itu sesungguhnya telah melupakan upaya mendasar dan yang seharusnya mereka lakukan, yaitu untuk membangun image politik Indonesia yang bersih dari perilaku curang serta tidak demokratis.

Manipulasi serta upaya penggelembungan suara terjadi semenjak pemilu dalam tahap persiapan dan terjadi dimana-mana. Pada proses selanjutnya, segenap protes dan ungkapan penolakan hasil pemilu dengan mudahnya ditanggapi hanya dengan pernyataan : "Terima saja dulu, mari kita pikirkan agar pelaksanaan pemilu Presiden dapat berjalan lebih baik."

Ketika masyarakat menaruh harapan besar akan adanya penyegaran pribadi-pribadi yang mengisi struktur penyelenggara negara melalui pemilu, ternyata masyarakat justru disodori berbagai tindakan melemahkan makna dan arti demokrasi, yaitu dengan cara membenarkan berbagai tindakan yang salah dan dipaksa menerima sesuatu hal yang masih belum benar dalam pelaksanaannya.

Sesuatu yang masih belum benar dipaksakan agar dapat diterima. Padahal, segala sesuatu yang tidak atau belum benar, pasti akan menghasilkan banyak hal yang tidak atau belum benar pula di masa yang akan datang. Why? Karena dasarnya sudah tidak benar.

Dalam pelaksanaan pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 yang lalu, masyarakat memang benar-benar dipaksa untuk menerima sesuatu yang salah dan belum benar dilaksanakan untuk masuk dalam sistem pembagian kekuasaan negara, yaitu dengan menggunakan metode pembenaran, bahwa mengulang pemilu hanya akan menghabiskan biaya.

Inikah kondisi yang dianggap benar dan ingin dikembangkan dalam tatanan kehidupan berpolitik di negara kita?

Pada tahapan selanjutnya, pesta demokrasi justru menjadi ranah persaingan antar elite politik dalam memperebutkan kursi puncak kekuasaan. Koalisi dibangun agar dapat menjadi bagian dari orang-orang yang memiliki kuasa. Masalahnya, kata kompromi sulit dicapai untuk membangun koalisi karena masing-masing pihak ingin menjadi yang paling berkuasa.

Keriuhan pembentukan koalisi dan penentuan calon pendamping pemimpin bangsa, segera menjadi bahan pembicaraan di media. Masyarakat yang sudah berada pada titik gamang atas kondisi perpolitikkan nasional, menyaksikan semangat besar untuk berkuasa dari para elite politik bangsa, yang dengan mengatasnamakan rakyat, saling mengembangkan konsep berpikir normatif menurut pandangan diri mereka atau kelompok mereka sendiri, untuk memenuhi hasrat ambisius yang membuat kaki mereka lupa memijak tanah. 

Ingin berkuasa membuat suara rakyat tidak didengar. Saat ini, suara rakyat hanya ditampung, namun tak pernah ada niat untuk diakomodasikan. Semua elite politik partai pemenang pemilu langsung merasa menjadi pihak yang paling berhak didukung untuk berkuasa. Mereka bilang : "Ini kompetisi, bung!"

Dimanakah kebebasan masyarakat untuk memilih yang terbaik dalam kehidupan berdemokrasi itu diletakkan, kalau masyarakat sendiri tidak dilibatkan?

Politik di negara kita memang merupakan gerbong serta sarana mengakali dan mencari keutungan pribadi atau kelompok semata. Motivasi untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa, entah ada pada urutan ke berapa.

Para elite politik nampaknya lupa kalau perilaku mereka dilihat oleh generasi muda bangsa kita, yang notabene sangat awam dengan dunia politik. Generasi muda bangsa, yang sejumlah orang diantaranya akan menjadi penerus aktifitas politik yang selama ini mereka lakukan sebagai politisi, ternyata mendapatkan pola pembelajaran politik yang tidak baik untuk dikembangkan dalam negara yang mengembangkan semangat demokrasi seperti negara kita, Indonesia.

Inikah yang harus generasi muda pelajari dari dunia politik kita? Politik memang lentur bagaikan karet. Tapi itu bukan berarti kepentingan masyarakat bisa dilupakan hanya karena para elite politik ingin menjadi penguasa atau orang yang paling berkuasa di negeri ini.

Terlalu besar rasanya ongkos politik yang harus rakyat tanggung karena para elite politik kita selalu membatasi langkahnya untuk mendorong kemajuan pola pendidikan politik generasi muda, sebab mereka terlalu sibuk dengan upaya memperebutkan kursi panas di parlemen dan pemerintahan, hingga akhirnya muncul anggapan kiranya sah-sah saja untuk melupakan kemajuan hidup rakyat.

Mereka bilang, diri mereka sadar kalau keberadaan mereka adalah untuk membangun rakyat. Bagaimana kenyataan? We know lahhh...

Apakah rakyat pernah meminta lebih? Tidak, rakyat Indonesia hanya ingin mereka dapat hidup layak dan negara ini tidak tegang hanya karena ramai-ramai mencoba memperebutkan kursi kekuasaan. Masyarakat hanya ingin adanya pemerintahan dan wakil rakyat yang benar-benar berpihak pada mereka, dan bukan hanya pada sekelompok orang saja.

Kepada para politisi, jadilah pribadi-pribadi manusia yang dapat memberikan pembelajaran politik yang baik kepada generasi muda penerus bangsa. Negara ini ada bukan hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa yang akan datang. Keutuhan negara ini adalah tanggung jawab Bapak-Ibu politisi sekalian. Jadilah panutan pada masyarakat, berikanlah pendidikan politik yang benar dan bermartabat agar Indonesia tetap jaya hingga masa waktu ratusan tahun lamanya.

Hiduplah Indonesia Raya... 

Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment