My Mind
Dalam 2 minggu terakhir, media massa di Indonesia banyak memberitakan tentang perilaku dan tindakan para caleg yang sudah tidak bisa lagi berpikir dengan akal sehat karena merasa telah kalah dalam persaingan memperebutkan kursi di DPR, DPRD, atau DPD, dalam pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 yang lalu.

Sungguh sangat mengenaskan ketika media massa menyampaikan kalau ada caleg yang bunuh diri, ada caleg yang harus berkonsultasi dengan bagian kejiwaan di sejumlah rumah sakit atau tempat-tempat pengobatan alternatif, dan ada caleg yang mengambil kembali dengan paksa barang-barang yang telah diberikan kepada warga masyarakat sebagai "buah tangan" yang diharapkan akan bisa menarik simpati masyarakat untuk memilih sang caleg dalam pemilu.

Entah kenapa, sekelompok anggota masyarakat terdidik dan terpandang ditengah-tengah masyarakat itu, justru melakukan sejumlah tindakan bodoh untuk melampiaskan kekecewaan atau perasaan sedih dalam hati dan diri mereka karena kalah dalam pemilu. Nampaknya, mereka adalah bagian dari orang-orang yang tidak siap secara mental untuk menerima kekalahan.

Banyak pihak yang menyayangkan dengan pilihan sikap yang diambil oleh sejumlah caleg tersebut, terutama karena mereka adalah orang-orang yang mengenal Tuhan namun membiarkan diri mereka berada dalam posisi tertekan, hingga akhirnya ada yang memilih untuk "menghentikan kisah hidup" mereka karena tidak ingin menanggung rasa malu, atau tidak mau terlalu lama tertekan oleh rasa kecewa mendalam.

Padahal, hasil pemilu sendiri masih belum diumumkan oleh KPU. Catatan perolehan suara yang masuk dalam Tabulasi Penghitungan Suara nasional hingga hari ini saja, baru mencapai angka sekitar 8 %. Masih besar kemungkinan untuk melihat perubahan keadaan ketika penghitungan suara secara manual mulai dilakukan pada tanggal 20 April 2009.

Agar orang-orang yang stress karena pemilu bertambah di negeri kita, kebijakan terkait penghitungan suara, nampaknya harus diubah mengingat tidak semua orang yang mendaftarkan diri sebagai caleg, kuat mental untuk menerima keadaan yang tidak sesuai harapan.

Dalam hal ini, pemerintah dan KPU seharusnya memiliki beban moral untuk mengubah cara-cara yang bisa membuat sejumlah orang tidak berpikir panjang dan sehat, untuk berperilaku aneh atau melakukan tindakan-tindakan yang akan membebani orang lain atau memancing kemarahan orang banyak.

Mempersiapkan ruang khusus di rumah sakit untuk mereka yang stress atau mengalami gangguan mental karena tidak kuat menerima kenyataan hasil pemilu, harus diikuti oleh adanya himbauan kepada partai politik peserta pemilu, agar mereka dapat melakukan pembinaan mental kepada para calegnya, sehingga jumlah caleg atau tim sukses yang mengalami stress dan depresi berat, dapat ditekan sedini mungkin.

Sangat menakutkan rasanya, kalau setiap penyelenggaraan pemilu, bangsa ini harus mencatatkan lebih banyak lagi jumlah orang yang bunuh diri atau mengalami gangguan jiwa karena tidak siap menerima kekalahan dalam pemilu.

Ini adalah sebuah keadaan nyata. Jadi, sebelum semakin banyak orang yang tidak siap menerima kenyataan, lakukan langkah prefentif untuk menghindari semakin banyak orang yang stress, depresi, mengalami gangguan mental, atau bahkan, memilih untuk bunuh diri karena tidak ingin menanggung malu atau rasa kecewa yang tak pernah usai.

Jangan jadikan Indonesia sebagai negaranya orang-orang stress...!!! Hentikan pembodohan melalui pola penghitungan suara yang membuat banyak orang terlanjur stress, terlanjur kecewa, terlanjur mengalami gangguan mental, dan terlanjur bunuh diri. Sudah cukup mahalnya harga barang-barang kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak yang bikin stress.

NOTE :
Mudah-mudahan tidak ada calon presiden dan calon wakil presiden yang ikut-ikutan stress karena gagal jadi pemegang kendali kekuasaan pemerintahan tertinggi di negara kita.



.Sarlen Julfree Manurung
Jakarta, April 20, 2009
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment