My Mind
Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.
(Matius 3 : 8)

Terkadang, banyak orang Kristen memiliki rasa percaya diri teramat besar, karena mereka meyakini kalau kekuatan fisik atau kemampuan pikiran mereka, akan mampu menjawab permasalahan hidup yang sedang dihadapi.

Pada sisi yang lain, banyak pula orang Kristen yang menjadi teramat lemah dan mencoba berlari dari kenyataan hidup, ketika segenap daya upaya yang telah mereka lakukan, tetap saja tidak membuat mereka dapat terlepas dari adanya konsekuensi atas perbuatan yang telah mereka lakukan atau harus mereka selesaikan, layaknya sebuah jawaban dari suatu permasalahan.

Permasalahan muncul ketika kondisi terbelunggu permasalahan, sering kali membuat sejumlah anak-anak Tuhan mencoba untuk menyampaikan alasan-alasan atau membangun dalil-dalil yang seakan-akan bisa menjadi landasan berpikir sesuai logika manusia, yang memperkenankan mereka untuk berjalan jauh dari kasih dan kehendak ALLAH.

Cara sejumlah orang-orang Kristen untuk menarik kesimpulan dalam menterjemahkan konsep menjalani prinsip-prinsip keimanan yang benar dan menghasilkan buah, sering kali terganjal oleh adanya pola pikir serta sikap manusia yang lebih menganggap bahwa diri mereka mampu tanpa harus bersandar pada Tuhan.

Kerasnya tantangan kehidupan membuat mereka lebih menikmati alur kehidupan dengan melarungkan diri pada kesibukkan pekerjaan, yang tercipta karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup, lalu menikmati indahnya gemerlap kehidupan yang ditawarkan dunia ini.

Dengan kata lain, alam pikiran mereka yang menjadi sumber inspirasi kehidupan, bukan Firman Tuhan. Mereka menganggap, berjalan sesuai kehendak Tuhan, ada masa dan waktunya.

Satu contoh nyata dapat kita temukan pada bulan Desember ini, dimana kehadiran anak-anak Tuhan pada saat merayakan Natal, melebihi jumlah anggota Jemaat yang hadir pada saat pelaksanaan tata ibadah Minggu.

Tingginya animo anggota Jemaat Gereja untuk menghadiri ibadah perayaan Natal, membuat anggota Majelis Gereja harus memasang tenda di bagian teras atau halaman Gereja. Mereka juga menyewa atau meminjam banyak sejumlah kursi untuk menambah daya tampung, agar anggota Jemaat yang datang beribadah, mendapat tempat duduk dan dapat turut beribadah.

Puji Tuhan, Gereja penuh. Akan tetapi, kenapa hanya pada hari Natal atau hari Paskah saja?

Yaaa... Pada saat Natal dan Paskah, ribuan hingga jutaan orang Kristen di dunia, baru datang beribadah di Gereja. Sesungguhnya mereka adalah wajah lama, namun jarang datang beribadah ke rumah Tuhan.

Mereka seakan-akan ingin menghadirkan suatu pernyataan, bahwa terucapnya permohonan pengampunan dosa dan merasakan betapa indahnya hidup sebagai anak-anak Tuhan, baru perlu dilakukan pada saat perayaan hari Natal serta hari Paskah tiba.

Bisa dikatakan, sejumlah anak-anak Tuhan telah menghadirkan suatu anggapan, kalau pertobatan itu merupakan penaklukan perasaan dan sikap manusia untuk tidak lagi berbuat kesalahan, hanya pada saat perayaan Natal dan Paskah semata. Padahal, nilai serta esensi dari sebuah pertobatan manusia, bukan itu.

Apakah pertobatan itu?

Dalam terjemahan bebas, pertobatan bisa diartikan dengan : sadar dan menyesali telah berbuat dosa dan tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.

Firman Tuhan dalam Perjanjian Baru menyebutkan, kata Yunani untuk pertobatan adalah metanoeo, yang artinya perubahan pikiran. 

Bahasa sederhananya, pertobatan berarti berbalik dari jalan manusia untuk mengikuti jalan yang Tuhan kehendaki, dimana perasaan bersalah akan muncul dalam hati dan benak pikiran kita apabila kita lalai untuk mengingat serta menjalankan perintah-perintah Tuhan.

Menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi, sama artinya kita hidup dan datang pada Tuhan dengan cara pandang serta pola pemikiran yang mengarah pada suatu sikap percaya yang seutuhnya kepada Tuhan.

Artinya, dalam menjalani hidup yang beriman kepada Kristus, kita tidak bersikap setengah hati menjalani prinsip iman kepada Yesus.

Setiap orang Kristen seharusnya menghadirkan komitmen pribadi untuk menempatkan segenap perintah serta kehendak Tuhan sebagai sebuah pilar kehidupan yang menjadi pedoman dan penentu jalan kehidupan kita di dunia ini.

Dengan kata lain, kita meninggalkan culture dan pola hidup yang tidak sesuai jalan Tuhan karena kita percaya bahwa pilihan hidup demikian akan membawa kita pada keselamatan.

Setiap anak-anak Tuhan sepatutnya menghadirkan kerinduan yang selalu menaungi hati serta benak pikiran kita, untuk dekat serta mendengar suara Tuhan.

Lalu, apakah tindakan yang harus kita lakukan kemudian? Jawabnya : menghasilkan buah-buah roh.

Kehidupan yang baru, yang dijalani dengan prinsip-prinsip beriman yang sepenuh hati kepada Tuhan, pada tahap pelaksanaannya, bisa menghadirkan buah-buah roh, dimana perilaku dan sikap percaya yang kita tunjukkan, membuat orang lain mengenal siapa Yesus lalu mereka juga melakukan pertobatan.

Pada sisi yang berbeda, apabila pertobatan tidak kita lakukan, sama artinya kita tidak berusaha untuk membangun adanya kesadaran dan pengakuan diri bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak terlepas dari adanya dosa, dimana upah dosa adalah maut. Padahal maut telah dikalahkan oleh kebangkitan Yesus Kristus.

Sebagai orang yang percaya dan beriman kepada Kristus, kita memang harus menyadari bahwa hidup ini penuh dengan dosa. Oleh karena itu sudah selayaknyalah kita melakukan pertobatan, bukan berlari dari hadapan Tuhan dan semakin menjerumuskan diri dalam lembah kekelaman hidup.
 
Adanya iman percaya kepada Kristus, merupakan jaminan keselamatan yang diberikan Tuhan sebagai sebuah anugerah, dimana orang-orang yang beriman dan percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, akan memperoleh kehidupan yang kekal.

Ketika banyak anak-anak Tuhan sudah tahu dan memahami betapa indah anugerah yang Tuhan berikan kepada mereka, kenapa belum juga melakukan pertobatan?

Menjelang Natal, marilah kita berlomba-lomba menghasilkan buah-buah pertobatan dengan Back to Jesus...


Tuhan Yesus memberkati kita semua.


.Sarlen Julfree Manurung 
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment