My Mind
Belajar Komunikasi dari Pencekalan Dewi Persik
(edit version)


Kasus pencekalan yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang dan Pemerintah Kota Bandung atas Dewi Persik, sesungguhnya merupakan sebuah peristiwa yang terjadi karena disisihkannya budaya komunikasi verbal, yang seharusnya terus menerus dikembangkan dan dijadikan sarana pembinaan para pemimpin wilayah terhadap seluruh elemen masyarakat yang menetap atau berusaha di wilayahnya.

Pencekalan tersebut justru menghadirkan banyak opini yang menempatkan kedua pemimpin wilayah kota tersebut pada posisi yang tidak nyaman karena mendapatkan kritik serta tanggapan bernada skeptis.

Banyak pihak mengatakan kalau tindakan para pemimpin wilayah kota tersebut tidak bijaksana, bersifat otoriter, dan memaksakan kehendak, karena membuat keputusan yang membiaskan makna dasar dari etika moral menjadi sebuah komoditas politik yang dianggap perlu untuk dilakukan.

Sejumlah pihak lainnya bahkan menyampaikan, bahwa keputusan tersebut diambil sebagai suatu langkah untuk meningkatkan popularitas mereka ditengah masyarakat. Opini seperti ini muncul karena diketahui kemudian kalau keputusan pencekalan itu tidak diformalkan atau dilegalkan dalam sebuah keputusan pemerintah kota setempat, dan hanya disampaikan kepada media massa semata.

Wajar saja apabila sebagian masyarakat kemudian berpendapat demikian karena keputusan pencekalan tersebut nampaknya hanya didasarkan pada pencitraan yang dibuat media massa, yang belakangan ini marak beredar serta memperbincangkan diri Dewi Persik dan sejumlah penyanyi dangdut lainnya, yang sering terlihat mengumbar keseksian serta menampilkan goyang erotis pada saat naik pentas.

Sebuah konsekuensi memang harus diambil meskipun keputusan yang dibuat para pemimpin tersebut telah menggeneralisasikan prinsip-prinsip moralitas sebagai unsur penting yang harus dilakukan seorang pemimpin.

Padahal, pola pemikiran seperti itu merupakan pola pemikiran yang salah karena telah memaksakan diri untuk menempatkan faktor kesadaran pribadi seseorang yang terkait dengan hubungan interaksi antar manusia sebagai sebuah pemikiran yang ideal.

Dikatakan demikian karena faktor menegakkan segenap aspek kaidah-kaidah moral tidak bisa direduksi dengan cara memanfaatkan agama sebagai pilarnya, sebab agama merupakan hubungan interaksi antara manusia dengan Tuhan. Penggunaan segenap prinsip yang ada pada dogma agama untuk menyikapi perilaku yang dianggap kurang etis merupakan tindakan yang mempolitisir dogma agama itu sendiri.

Oleh sebab itu, pola pemikiran tersebut dapat dengan mudah dipatahkan Dewi Persik karena dia sendiri tidak merasa telah melanggar norma atau kaidah-kaidah agama, yang mana telah dibiaskan maknanya oleh kedua pemimpin wilayah kota tersebut.

Upaya untuk mengadopsi kaidah-kaidah moral sebagai sesuatu hal yang patut dijaga dan kemudian dipertentangkan dengan aksi panggung serta gaya berbusana seorang artis yang dianggap kurang etis, pernah pula digaungkan oleh Rhoma Irama terhadap Inul Daratista. Namun daya serang sang raja dangdut tidak begitu menggigit karena terbentur oleh tidak adanya unsur kekuasaan dipundaknya.

Gelar raja dangdut yang melekat dan ketenaran diri Rhoma Irama, dianggap efektif untuk menghadirkan tekanan besar kepada pihak-pihak yang tidak sejalan dengan konsep pemikiran moral yang dianutnya.

Inul memang tertekan dengan konsep propaganda yang dibuat Rhoma Irama. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama karena masyarakat juga melihat sisi pribadi sang raja dangdut yang  ternyata juga tidak benar-benar steril dari masalah moral. Realita cerita yang berkembang kemudian, membuktikan pernyataan tersebut.

Para pemimpin memang seharusnya membiasakan diri untuk menerapkan segenap prinsip-prinsip komunikasi dengan sebaik-baiknya karena faktor kekuasaan yang ada ditangan mereka, membuat mereka terkadang lupa kalau rakyat juga dapat berpikir dan menilai sang pemimpin melalui sikap serta keputusan-keputusan yang dibuatnya. Apalagi masyarakat kita sekarang sangat kritis terhadap pernyataan-pernyataan para pejabat negeri ini.

Sebagai seorang pemimpin, para pemimpin seharusnya mengetahui dan menyadari kalau penerapan pola-pola kepemimpinan yang tidak dijalankan dengan menggunakan konsep komunikasi yang sewajarnya, dapat menghadirkan kekisruhan, tidak hanya pada tingkat komunal, namun dapat pula menyentuh seluruh elemen masyarakat, karena masyarakat menilai kalau pemimpinnya hanya memaksakan kehendak semata.

Apabila prinsip-prinsip komunikasi telah dijalankan dengan benar, maka keadaan yang tercipta kemudian akan menghadirkan sikap respect sebagai sebuah feedback positif dari segenap elemen yang berada dibawah pengaruhnya.

Lunturnya penerapan konsep komunikasi yang sebenar-benarnya memang telah terjadi dan menghinggapi banyak pemimpin disetiap tingkatan di negeri kita. Bahkan, prinsip-prinsip komunikasi yang tidak membudaya dan tidak diterapkan sebagai sebentuk tanda menghargai posisi atasannya, telah membuat banyak pimpinan tidak menghormati jabatan pemimpin yang ada diatasnya tersebut.

Ini dapat dilihat dari tidak adanya respect sejumlah bupati kepada Presiden SBY, yang sedang memberikan pengarahan kepada mereka di Lemhanas beberapa waktu yang lalu. Mereka terkantuk-kantuk saat mendengarkan pengarahan Bapak Presiden.

Para pemimpin seharusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat atau kepada segenap unsur-unsur bawahannya agar jabatan yang mereka pegang, tidak hanya menjadi sebuah simbol kepemimpinan semata. Dengan kata lain, masyarakat hanya mengenali pemimpinnya dari jabatan dipundaknya.

Kekuasaan seharusnya tidak menjadi ruang dan media untuk mengungkapkan sikap arogansi atau kediktatoran dari seorang pemimpin karena telah mengesampingkan adanya prinsip-prinsip komunikasi selama masa jabatannya.

Prinsip-prinsip komunikasi terkandung nilai-nilai kepercayaan, kesetaraan, keadilan, dan fairness. Semua nilai-nilai yang terkandung didalam prinsip-prinsip komunikasi merupakan unsur dasar penting dalam mengayomi masyarakat.

Apabila tiap-tiap pemimpin mau menanamkan kesadaran serta membiasakan diri untuk menerapkan prinsip-prinsip komunikasi dengan sebaik-baiknya saat mereka berada ditampuk kekuasaan, sangat efektif untuk dapat membangkitkan kesadaran setiap pihak yang diajak bicara, karena berbicara baik-baik dengan mengungkapkan sederet argumentasi dan pola pemikiran yang rasional, lebih dapat diterima apabila dibandingkan dengan konsep komunikasi yang bersifat searah serta langsung berlaku sebagai hukum yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Segala tindakan yang diawali dengan komunikasi verbal, tentu lebih mudah membuka pintu pikiran dan mengetuk hati nurani karena pihak yang diajak berbicara merasa dihargai kedudukan dan posisi harkat serta martabatnya. Jadi, tidaklah salah kalau dikatakan, penerapan segenap prinsip-prinsip komunikasi memang sebaiknya dimulai dari dalam diri seorang pemimpin.

Pemimpin yang baik memang selayaknya memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Tanpa adanya kemampuan komunikasi yang baik, sangat terbuka kemungkinan pemimpin tersebut dapat menjadi bulan-bulanan opini publik sebagai komponen pemerhati, seperti yang terjadi pada upaya pencekalan yang dikeluarkan oleh kepala pemerintahan kota Tangerang kepada Dewi Persik namun selanjutnya tidak mau diminta komentarnya lebih lanjut atas keputusannya tersebut oleh media.

Gerbang dialog kepada masyarakat harus selalu terbuka dan menjadi kebiasaan dari seorang pemimpin. Mereka harus selalu aktif mensosialisasikan cara berkomunikasi yang baik diberbagai kesempatan.

Bagaimanapun, seorang pemimpin harus bisa menjadi cerminan serta panutan masyarakat, bukannya menebar sikap arogan atau menganggap penguasa sebagai pihak yang harus selalu didengar tapi tidak pernah mau mendengar masyarakatnya. Apapun bentuknya, dialog dengan masyarakat penting untuk dilakukan oleh seorang pemimpin.



Jakarta, 14 April 2008



.Sarlen Julfree Manurung
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment