My Mind

Dalam mengisi masa liburan perayaan hari raya Lebaran kemarin, lebih dari 15,7 juta anggota masyarakat Indonesia melakukan ritual mudik.

Ritual mudik dilakukan berjuta-juta anggota masyarakat kita setiap tahunnya, karena mereka ingin bersilahturahmi dengan orang tua tercinta, sanak saudara, dan dengan teman-teman lama yang masih tinggal di kampung halaman.

Mudik memang identik dengan tradisi bersilahturahmi. Oleh karena itu, ritual mudik sangat sulit untuk dilepaskan dari kehidupan masyarakat, karena mudik merupakan satu upaya ekstra untuk menyampaikan rasa sayang kepada orang-orang yang kita kasihi.

Kuatnya ikatan batin masyarakat kita kepada kampung halaman mereka, dan kuatnya keinginan untuk berbagi kasih orang tua serta sanak saudara, dan adanya keinginan untuk bernostalgia dengan orang-orang yang selama ini menjadi bagian dari sejarah kehidupan masa muda mereka, merupakan sejumlah faktor yang mengilhami masyarakat kita untuk menjalani ritual mudik.

Apalagi kalau selama beberapa waktu lamanya, mereka telah meninggalkan kampung halaman mereka dalam rangka mencari peruntungan di tempat lain (biasanya di wilayah perkotaan), untuk merubah nasib, atau untuk mendapatkan penghasilan yang lebih memadai.

Tidaklah salah kiranya kalau ritual mudik bagi masyarakat kita, telah menjadi sebuah agenda tahunan yang sulit untuk dilewatkan begitu saja, terutama pada saat memasuki musim libur perayaan hari raya atau pada saat musim libur anak-anak sekolah tiba.

Besarnya kerinduan untuk melihat perkembangan pembangunan kampung halaman, besarnya keinginan untuk bertemu orang tua dan sanak saudara tercinta, serta kuatnya keinginan untuk dapat bernostalgia dengan teman-teman lama, seakan-akan memberi energi kepada sejumlah besar anggota masyarakat kita untuk mengekspresikan kerinduan itu dengan mudik atau pulang ke kampung halaman.

Padahal, tidak sedikit dana yang harus disiapkan dan dikeluarkan oleh setiap pemudik untuk menjalani ritual mudik. Apabila tidak memiliki dana untuk mudik, maka sejumlah anggota masyarakat yang tidak memiliki dana mencukupi untuk menjalani ritual mudik tersebut, terpaksa harus mengurungkan niat mereka untuk mudik.

Sebuah media massa terkenal di ibukota menuliskan, kalau jumlah pemudik tahun ini diperkirakan meningkat lebih dari 6 % apabila dibandingkan jumlah pemudik yang menjalani ritual mudik pada tahun 2007 lalu.

Artinya, jumlah anggota masyarakat yang memiliki kerinduan untuk bersilahturahmi dengan orang-orang yang mereka kasihi di kampung halaman, tahun ini mengalami peningkatan.

Rata-rata para pemudik membutuhkan waktu satu minggu untuk menetap sementara di kampung halaman apabila ingin benar-benar merasakan keindahan, keceriaan, dan kebahagiaan dalam bersilahturahmi dengan orang tua tercinta, sanak saudara, atau bersama teman-teman lama yang masih tinggal di kampung halaman.

Keinginan kuat untuk bersilahturahmi, seakan mampu menghapus segenap kepenatan yang tercipta setelah lelah bekerja selama 11 bulan di sejumlah kota besar atau selama bekerja sebagai TKI di sejumlah negara sahabat.

Kepulangan sejumlah besar anggota masyarakat ke kampung halaman, disertai pula dengan dibawanya sejumlah uang yang mereka dikumpulkan dari hasil menabung dan dari THR yang mereka dapatkan, untuk dibagikan kepada orang-orang yang mereka anggap layak untuk diberikan atau dengan membelikan sejumlah oleh-oleh sebagai buah tangan.

Upaya untuk berbagi kebahagiaan dengan memberikan sejumlah uang atau membawakan sejumlah oleh-oleh sebagai buah tangan, dapat diartikan sebagai tanda keberhasilan mereka selama ini di tanah rantau.

Diperkirakan, uang sebesar 5 trilyun rupiah telah didistribusikan ke daerah-daerah oleh para pemudik yang pulang kampung.

Jumlah dana sebanyak itu, tentunya sangat bermanfaat untuk menggairahkan pembangunan di wilayah pedesaan, sehingga mereka bisa meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat desa, yang selama ini kurang tersentuh oleh kegiatan pembangunan.

Kebahagiaan para pemudik, ternyata, merupakan kebahagiaan pula bagi orang-orang yang telah lama tinggal serta menetap di kota-kota besar, seperti Jakarta. Ritual mudik telah membuat jalan-jalan di Ibukota Jakarta terasa lengang dan teramat lancar.

Lancarnya arus lalu lintas kendaraan di jalan-jalan Ibukota, membuat kualitas udara di atas wilayah kota Jakarta, tidak banyak tercemar oleh polusi yang dihasilkan knalpot jutaan kendaraan bermotor, yang biasa melintasi jalan-jalan di tengah kota pada hari kerja. Hal ini membuat udara diatas wilayah perkotaan terasa lebih segar dan lebih bersih dari biasanya. 

Banyak cerita menarik yang bisa menjadi bahan renungan diri dibalik kisah jutaan anggota masyarakat kita yang menjalani ritual mudik. Selain kebahagiaan dari wajah para pemudik yang pulang kampung untuk bersilahturahmi, kita juga bisa melihat sisi perjuangan, sisi haru dan sisi negatif dari adanya ritual mudik dalam masyarakat kita.

Refleksi kegiatan mudik yang cukup mengetuk pintu hati kita, dapat kita temui pada usaha banyak orang yang memaksakan diri untuk mudik meskipun uang yang mereka miliki, tidaklah mencukupi.

Tidak sedikit anggota masyarakat kita yang tetap mudik walaupun tidak mempunyai uang karena mereka ingin melepaskan rasa rindu mereka serta mencoba meraih suatu kebahagiaan apabila bisa bertemu dengan orang-orang yang mereka cintai, dan meski hanya sesaat waktu, namun bisa melihat kembali kampung halaman mereka.

Sebuah kebahagiaan memang ingin dirasakan oleh para partisipan mudik, meskipun mereka harus bermandikan peluh karena lelah mengantri berjam-jam agar mereka bisa mendapatkan tiket kereta api atau tiket bus yang akan mereka gunakan sebagai sarana transportasi untuk mudik.

Pada saat musim mudik menjelang perayaan hari raya keagamaan, mendapatkan satu atau beberapa lembar tiket alat transportasi umum yang dipilih pemudik untuk sarana transportasi pulang kampung, bukanlah perkara yang mudah.

Satu bulan sebelum hari Lebaran tiba, ratusan atau bahkan ribuan orang sejak subuh telah memadati tempat-tempat penjualan tiket alat transportasi umum pilihan mereka, yang kiranya bisa membawa masyarakat kita mudik ke kampung halaman mereka.

Mandi peluh tidak hanya berhenti disitu saja. Mereka juga harus berjuang untuk bisa mendapatkan tempat duduk didalam alat transportasi yang mereka gunakan. Apabila mereka tidak mendapatkan tempat duduk, mereka terpaksa harus berdiri berjam-jam dan berdesak-desakan didalam kendaraan yang mereka tumpangi.

Rasa lelah masih harus dirasakan para pemudik apabila alat transportasi yang mereka gunakan, terjebak kemacetan. Kemacetan arus kendaraan mudik terjadi karena dalam waktu yang bersamaan, ratusan bahkan hingga ribuan kendaraan, bertemu pada satu alur jalan tertentu.

Kurangnya tingkat kedisiplinan pengemudi, membuat kemacetan menjadi semakin parah. Penyebab kemacetan lalu lintas lain terjadi pada sejumlah ruas jalan ataupun jembatan yang sedang diperbaiki, pada ruas-ruas jalan yang berlubang-lubang atau rusak parah namun belum tersentuh upaya perbaikan, dan adanya pasar tumpah yang menjamur pada sejumlah titik jalan.

Banyaknya titik ruas jalan yang mengalami kemacetan, membuat para pemudik yang menggunakan alat transportasi darat, mudah mengalami rasa lelah.

Tingkat kelelahan semakin besar apabila pemudik harus rela berdiri berjam-jam dan berdesak-desakan didalam alat transportasi yang mereka pakai karena semenjak awal mereka tidak mendapatkan tempat duduk.

Harga tiket yang murah memang tidak menjamin pengguna alat transportasi mendapat kenyamanan ruang, pelayanan serta fasilitas yang memadai. Para penumpang mudik dipaksa untuk menerima keadaan tidak nyaman apabila ingin tetap menggunakan alat transportasi yang mereka pilih.

Kenyamanan baru bisa dirasakan pemudik apabila mereka bersedia membayar mahal harga tiket alat transportasi yang memang sengaja dipersiapkan agar penumpangnya dapat nyaman selama dalam perjalanan.

Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, tentu mereka tidak memiliki kesiapan dana untuk membayar “ongkos kenyamanan” yang ditawarkan oleh penyedia sarana transportasi mudik dengan harga mahal. Oleh karena itu, mereka hanya bisa pasrah untuk naik alat transportasi umum yang tidak dijamin bisa merasa nyaman selama di perjalanan karena lebih terjangkau harga tiketnya oleh isi kantong.

Sedangkan bagi mereka yang mampu, pesawat terbang, kereta api kelas eksekutif dan bisnis, menyewa mobil, atau menggunakan mobil pribadi, merupakan pilihan-pilihan yang bisa dipilih untuk menjadi alat transportasi pada saat mudik, dengan tingkat kenyamanan memadai selama diperjalanan.

Perkembangan jaman dan pembangunan ekonomi masyarakat, membuat masyarakat memiliki pilihan sarana transportasi yang lebih variatif. Beberapa waktu belakangan ini, telah menjamur pula biro travel yang menyediakan mobil-mobil kecil sebagai alat transportasi jarak dekat.

Bahkan, sejumlah anggota masyarakat kita, memilih untuk menggunakan kendaraan sepeda motor sebagai alat transportasi untuk mudik. Sejumlah pemudik lebih memilih untuk menggunakan sepeda motor karena lebih irit ongkos transportasi.

Jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor, tidaklah sedikit dan dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun ini, tercatat lebih dari 450.000 sepeda motor digunakan untuk mudik oleh para pemudik dari kota Jakarta. Jumlah yang tak kalah banyaknya juga digunakan anggota masyarakat yang ada di sejumlah kota besar lain yang ada di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali.

Kegiatan mudik juga diramaikan oleh penggunaan mobil pick-up atau truk yang pada bagian bak-nya diberi terpal sebagai pelindung dari panas, terpaan angin kencang atau hujan. Alasan pemudik menggunakan mobil pick-up ataupun truk, juga karena mereka ingin menghemat ongkos transportasi karena harga sewanya relatif murah namun bisa mengangkut cukup banyak orang pada bagian bak-nya.

Faktor murah meriah pengeluaran untuk ongkos, merupakan faktor penentu terbesar dalam menentukan pilihan alat transportasi yang akan dipakai untuk mudik. Semakin sedikit uang yang harus dikeluarkan untuk sebagai ongkos transportasi, maka semakin menjadi pilihan masyarakat.
 
Tingkat keselamatan memang cenderung kurang mendapatkan perhatian masyarakat dalam menggunakan alat transportasi untuk mudik. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka kecelakaan lalu lintas dari para pemudik yang menggunakan sepeda motor atau moda transportasi lainnya.

Data kepolisian menunjukkan angka kecelakaan selama sembilan hari libur Lebaran tahun ini mencapai 1373 kasus, dimana 970 kasus diantaranya merupakan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan sepeda motor.

Tingginya angka kecelakaan lalu lintas pada musim mudik tahun ini, sungguh sangat mencemaskan. Apalagi jumlah korban meninggal dunia mencapai 500 orang selama sembilan hari kegiatan ritual mudik.

Aparat kepolisian dan dinas terkait lainnya, kiranya dapat membuat suatu aturan main bagi para pemudik yang ingin menggunakan kendaraan sepeda motor. Hal itu perlu dilakukan karena tidak semua pengendara sepeda motor memiliki kesiapan fisik prima untuk bisa mengendarai jarak jauh sepeda motornya. Ritual mudik melalui jalur darat memang perlu disikapi dengan bijaksana.

Ritual mudik juga perlu mempertimbangkan adanya kesiapan pendanaan yang lebih terencana, mengingat para pemudik, pada saat harus kembali bekerja di kota, rata-rata sudah kehabisan uang karena telah terkuras selama kegiatan mudik dilakukan.

Kondisi kehabisan uang setelah mudik, bukanlah suatu kondisi yang patut dipelihara dan menjadi kebiasaan masyarakat.

Bagaimanapun, adanya pemenuhan kebutuhan hidup tidak terhenti ketika masa-masa liburan perayaan hari raya keagamaan yang diisi kegiatan mudik, usai.

Masyarakat kita yang memegang tradisi mudik perlu diingatkan untuk mengelola dan mempersiapkan suatu perencanaan keuangan yang matang agar sekembalinya mereka dari mudik, mereka masih memiliki uang, dan tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri tanpa harus meminjam uang dari orang lain.

Setidaknya, keinginan untuk mudik tahun depan, sudah mulai direncanakan sejak saat ini dengan menabung. Apabila dana tabungan sudah dipersiapkan sejak awal, kiranya masyarakat masih memiliki uang pada saat mereka kembali dari mudik.

Tahun depan, ritual mudik akan kembali terjadi. Kebahagiaan masyarakat karena bisa bersilahturahmi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman, akan terulang lagi. Harapannya, segala kepedihan hati karena musibah kecelakaan serta masyarakat yang kembali jatuh miskin karena kehabisan uang setelah kembali dari ritual mudik, jangan sampai terulang lagi.

Labels: | edit post
2 Responses
  1. Saya terakhir mudik dua tahun lalu. itu pun sesudah 10 tahun kemudian dari waktu terakhir saya mudik. Enak juga, jalan-jalan sendirian, dari jakarta ke balige, malah sempat ke salib kasih di tarutung, sendiri jg...Asik lah. pengalaman yang menyenangkan!


  2. Wahhhh... pengalaman yang menyenangkan tuhhh... Senang membacanya...


Post a Comment