My Mind
Dalam surat kabar Kompas tanggal 1 September 2008, disampaikan sebuah statement kecil  dari Profesor Zuhal, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, yang baru saja menerima Bintang Jasa "The Order of the Rising Sun, Gold and Silver Star" dari pemerintah Jepang.

Profesor Zuhal mengatakan : "Saya menyaksikan bagaimana Jepang bangkit dari puing-puing Perang Dunia II dan membangun kembali negara dengan mengandalkan diri pada SDM dan penguasaan teknologi."

Jepang memang benar-benar bangkit. Dalam 20 tahun, Jepang mulai bangkit menjadi kekuatan ekonomi baru, tidak hanya di kawasan Asia Timur, namun mulai dipertimbangkan pula kemajuan pembangunannya di seluruh kawasan di dunia.

Kebangkitan ekonomi Jepang hampir sama dengan kebangkitan ekonomi Jerman yang juga hancur karena kekalahan dalam Perang Dunia II. Bahkan kedua negara tersebut, kini menjadi bagian dari dua negara dengan kekuatan ekonomi besar dan berpengaruh di dunia.

Bagaimana dengan Indonesia?

Ekonomi Indonesia belum hancur. Bangsa ini bahkan tidak terlibat peperangan dengan bangsa lain berpuluh-puluh tahun lamanya. Pembangunan bangsa ini masih berjalan meskipun sempat mengalami krisis ekonomi selama beberapa tahun. Akan tetapi, kenapa bangsa ini sulit sekali untuk bangkit dan menjadi salah satu negara dengan kemampuan ekonomi besar?

Indonesia sempat lebih baik dari Malaysia dan Singapura. Namun, karena tidak mengangkat konsepsi pembangunan yang memanfaatkan teknologi, kini bangsa kita agak jauh dibelakang kedua negara tetangga kita itu.

Mungkin, salah satu alasan kenapa bangsa Indonesia sulit untuk bangkit dan menjadi salah satu negara besar, adalah karena pemerintah tidak menerapkan konsep pembangunan yang mengandalkan pemanfaatan teknologi.

Entah kenapa, peningkatan dana riset terkait teknologi baru menjadi bahan pemikiran dalam anggaran APBN 2009. Padahal, bangsa kita sudah memiliki banyak SDM yang memiliki daya nalar serta kemampuan menyerap teknologi dengan baik. Ada kesan, hal itu terlambat dilakukan oleh pemerintah.

Teknologi memang identik dengan biaya yang mahal untuk pengadaannya. Namun, dengan menggunakan teknologi yang tepat guna, nilai efisiensi dan kemampuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjadi lebih baik. Belum lagi kalau dikaitkan dengan mobilitas serta pengembangan jalur komunikasi.

Saya pernah menyampaikan betapa pentingnya pembangunan jaringan teknologi diberbagai tempat di seluruh tanah air, untuk mempercepat penyampaian informasi kepada masyarakat. Informasi yang cepat didapat, membuat masyarakat dapat cepat pula menyerap kemampuan teknologi yang terus berkembang.

Konsep pemikiran ini saya sampaikan kepada salah satu provider jasa komunikasi selular karena bentang wilayah Indonesia, memang membutuhkan adanya jaringan komunikasi yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.

Indonesia juga nampaknya agak lambat untuk mengembangkan jaringan internet di dalam negeri. Selain pendanaan dan kesiapan teknologi pendukung, ketakutan besar adanya pengaruh buruk dari adanya internet, membuat Indonesia belum memiliki jaringan internet berskala internasional.

Para pelajar baru diberi pengetahuan tentang internet beberapa tahun belakangan ini. Namun itu pun berlaku di seluruh wilayah nusantara. Banyak sekolah di wilayah pedesaan yang belum tersentuh. Padahal, Departemen Pendidikan Nasional telah menerapkan penentuan masuk-tidaknya siswa di suatu sekolah, sudah memanfaatkan internet.

Ketika para siswa tidak lagi gaptek, orang tua mereka masih gaptek, sehingga kalang kabut mencari karyawan warnet untuk bisa masuk ke situs yang mengumumkan tentang bangku sekolah. Nasib orang tua, ada pihak karyawan warnet yang justru memanfaatkannya untuk kegiatan bisnis tambahan.

Sebuah warnet di kawasan Jakarta Pusat menarik bayaran 20.000 rupiah untuk sekali online. Padahal belum tentu satu hari langsung bisa mengetahui adanya bangku yang masih kosong di sekolah pilihan orang tua, bisa jadi besoknya harus datang lagi.

Pembangunan dunia pertanian, seharusnya bisa membuat kesejahteraan petani apabila mereka diperkenalkan dengan teknologi. Banyak petani Indonesia yang masih menggunakan cara-cara tradisional sehingga kapasitas produksi pertanian, tidak dapat dimaksimalkan.

Demikian pula halnya dengan perikanan. Para nelayan kita kalah canggih dengan para nelayan dari negara lain sehingga masyarakat nelayan kita, cenderung tidak produktif dan memiliki daya jangkau yang lebih jauh untuk wilayah penangkapan ikan.

Seorang juragan nelayan pernah mengeluhkan akan hal ini di media massa. Juragan nelayan itu mengatakan kalau informasi tentang wilayah penangkapan ikan yang diberikan pemerintah, sering kali terlambat beberapa hari, sehingga ketika nelayan kita ada di wilayah yang ditunjuk, sudah tidak ditemui lagi kelompok ikan di wilayah tersebut.

Banyak hal-hal lain yang masih bisa dikupas mengenai pembangunan yang bernuansa teknologi di negeri ini. Apa yang saya ungkapkan disini, rasa-rasanya, sudah cukup mewakili kegelisahan hati saya tentang lambatnya pembangunan negara kita dengan memanfaatkan teknologi, khususnya teknologi yang tepat guna.

Masyarakat Indonesia mampu melakukannya, sayangnya, pemerintah kita masih belum memberikan proporsi anggaran yang lebih banyak untuk mempercepat proses pembangunan melalui penggunaan atau penerapan teknologi. Kalau negara lain bisa, kenapa negara kita tidak bisa?


.Sarlen Julfree Manurung


Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment