My Mind

Ada Pelajaran Berharga Dibalik Kelalaian


Banyak pihak yang menyesalkan terjadinya tragedi kemanusiaan di daerah Pasuruan, Jawa Timur, dimana kelalaian serta sikap yang tidak cepat tanggap terhadap suasana yang sesungguhnya sudah tidak lagi kondusif, telah berakibat pada kematian 21 orang secara mengenaskan.

Pihak panitia pembagian zakat yang dilakukan oleh seorang pengusaha dermawan tersebut, terlihat tidak mempersiapkan tindakan antisipatif apabila keadaan yang tidak diinginkan, terjadi. 

Hal ini bisa dilihat dari lambatnya respon dan inisiatif pihak panitia yang tidak segera menghentikan kegiatan pembagian zakat, ketika teriakan dari ibu-ibu yang terhimpit sudah terdengar sangat memilukan, serta sejumlah ibu-ibu yang terinjak-injak massa, tidak lagi terdengar suaranya.

Dalam gambar tayangan di sejumlah televisi swasta, terlihat jelas kalau pihak panitia memang lambat bertindak dan tidak berusaha keras menghalau atau meminta massa yang ada di bagian belakang, untuk tidak terus mendesak serta mencoba mendorong antrian ke arah depan.

Lapangan yang tidak terlalu luas, membuat massa ibu-ibu yang jumlahnya mencapai ribuan orang, harus berdesak-desakan dan terus mendorong antrian ke arah depan agar mereka bisa mendapatkan uang zakat.

Nampaknya pihak panitia pembagian zakat lupa kalau sebagian besar ibu-ibu yang berdesak-desakan untuk mengantri menerima zakat tersebut, sedang berpuasa. Sangat besar kemungkinan, kalau seseorang yang tidak berpuasa ikut mengantri di lapangan, tidak akan mampu bertahan berdiri lama-lama karena kuatnya desakan serta himpitan ribuan orang dari arah belakang.

Dipasangnya tenda di lapangan tempat ibu-ibu mengantri, justru membuat keadaan di lapangan itu terasa makin sesak dan panas. Pihak panitia menyikapi panasnya udara dengan menyemprotkan air dari sebuah selang. Tindakan ini jelas tidak efektif untuk menyejukkan suasana.

Berdasarkan pemberitaan media massa, pihak panitia beralasan, bahwa kehadiran dari begitu banyak orang yang ingin menerima zakat dari pengusaha dermawan setempat itu, diluar dugaan serta perkiraan mereka.

Mereka mengatakan kalau jumlah anggota masyarakat yang datang saat itu, jauh lebih besar dibandingkan jumlah warga yang datang tahun-tahun sebelumnya. Karena itulah  mereka tidak siap menghadapi suasana yang tak terduga tersebut.

Tentu saja alasan ini tidak dapat dicerna dengan baik, mengingat para ibu-ibu yang ingin mendapatkan uang zakat tersebut, telah berkumpul beberapa jam sebelum waktu pemberian zakat dilakukan. Besarnya konsentrasi massa yang membludak seharusnya sudah terpantau jauh sebelum acara pembagian zakat dilakukan.

Waktu pembagian zakat tersebut seharusnya bisa diundur kalau panitia dapat bersikap represif serta jeli melihat suasana yang diluar perkiraan, sebelum acara pembagian zakat dimulai. 

Oleh karena itu tidaklah salah kalau kemudian dikatakan, pihak panitia memang telah lalai untuk menghindari keadaan yang tidak diinginkan. Lambatnya mereka berpikir dan bertindak, akhirnya menghadirkan tragedi kemanusiaan dengan tewasnya puluhan ibu-ibu secara mengenaskan.

Tragedi kemanusiaan seperti ini memang sebaiknya tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Sebuah niat tulus dan bermakna ibadah dalam pembagian zakat ini, yang pada akhirnya menjadi tragedi serta malapetaka bagi mereka yang membutuhkan bantuan sosial dari orang-orang yang dermawan, memang tidak perlu menjadi bagian dari keprihatinan nasional.

Membantu atau menolong orang yang tidak mampu, memang merupakan bagian dari ibadah. Tidak adanya larangan untuk mendemonstrasikan kegiatan membantu mereka yang miskin serta kurang mampu, bukan berarti membebaskan seseorang untuk tidak memperhatikan keberadaan dan harga diri mereka. 

Kemiskinan seharusnya tidak membuat seseorang yang lebih berada atau memiliki kemampuan finansial yang lebih baik, untuk memperlakukan kehadiran mereka dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Apabila sikap untuk memperlakukan orang miskin secara tidak manusiawi tersebut tetap dipertahankan, sama artinya seseorang yang memberlakukan keadaan seperti itu, tidak menghargai Tuhan sebagai Pribadi Yang Maha Pencipta.

Orang miskin yang sudah menderita, seharusnya tidak dibiarkan menderita (meskipun hanya beberapa jam saja) pada saat mengantri untuk menerima bantuan yang jumlah atau nilainya tidak seberapa. Harkat dan martabat mereka harus tetap diperhatikan.

Perbedaan antara kita serta orang-orang miskin itu hanyalah kemiskinan, tidak lebih dan tidak kurang dari itu. Kedudukkan dalam hak serta kesamaan derajat, tetap sama. Mereka hanya bisa pasrah atau bersikap nrimo diperlakukan berjejalan karena mereka tidak berdaya serta merasa tidak berhak untuk menuntut lebih.

Seharusnya, sikap seperti itu tidak perlu menjadi bagian dari gaya hidup kita. Apabila ada tradisi untuk memberikan bantuan secara massal, maka besarnya keinginan untuk membantu orang miskin namun dengan tidak memperhatikan harkat dan martabatnya, jangan pula dijadikan tradisi. Kita harus mengingat kalau orang miskin itu merupakan insan manusia juga.

Meskipun tidak mereka dinyatakan, orang miskin serta kaum tidak mampu lainnya, juga berhak dan ingin diperlakukan secara manusiawi juga. Ketika prinsip perlakuan hidup seseorang secara tidak manusiawi itu tidak terjadi, sebuah kelalaian dapat hadir.

Di mata Tuhan dan hukum negara, tindakan lalai dianggap sebagai sebuah kesalahan. Tragedi kemanusiaan di Pasuruan yang mengakibatkan kematian 21 orang tersebut, merupakan bukti nyata telah terjadi kelalaian dalam memperlakukan orang lain.

Peristiwa itu membuat sebuah tradisi pemberian zakat secara massal, perlu dilakukan langkah-langkah korektif sehingga tragedi kemanusiaan lainnya, tidak perlu terjadi di masa yang akan datang.

Memang tak dapat disangkal kalau kepercayaan seseorang terhadap badan pengelola zakat masih belum sepenuhnya tercipta. Pada sisi yang lain, setiap pihak menghargai besarnya keinginan pribadi seseorang untuk bisa memberikan bantuan sesuai dengan kehendaknya, yaitu kepada siapa dana zakat yang ingin seseorang itu sampaikan.

Tidak sedikit pula orang yang memiliki hasrat untuk mau menyerahkan dana zakatnya agar dapat dikelola dan dibagikan oleh badan pengelolaan zakat yang dikelola mesjid setempat. Selain karena ingin menyerahkan bantuan zakat kepada orang-orang yang diinginkan, para dermawan itu tidak ingin dana besar yang mereka zakatkan, ternyata masuk kantong pribadi dan tidak dibagikan kepada mereka yang berhak.

Oleh karena itu, sisi korektif memang harus dilakukan, tidak hanya pada pelaksanaan pembagian zakat secara tradisional (dengan mengundang kehadiran masyarakat secara langsung), atau dengan jalan melalui badan pengelola zakat. Moral dan mental setiap orang harus diyakini betul kalau orang-orang yang mengelola dana zakat itu adalah pribadi-pribadi yang jujur dan dapat dipercaya.

Apa yang terjadi di Pasuruan, memang dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi banyak pihak. Setidaknya, tragedi kemanusiaan itu, dapat membuat kita berpikir lebih bijaksana serta sepatutnya telah memiliki konsep dan rencana dalam membuat acara, sehingga sebuah kesalahan karena kelalaian, tidak perlu terulang kembali.

Tragedi kemanusiaan di Pasuruan selayaknya membawa hikmat bagi masyarakat bangsa Indonesia. Dalam hal ini, seluruh anggota masyarakat patut mengingat kalau sebuah tindakan lalai dalam memperlakukan orang lain, dapat menghadirkan tangis pilu yang menyayat hati. Semoga di masa yang akan datang, tragedi kemanusiaan sejenis, tidak terulang kembali.

Labels: | edit post
2 Responses
  1. Vonny Ablett Says:

    Semoga yach Bang,..

    Kita bisa belajar dari pengalaman yang pahit tersebut.

    JBU always!


  2. Yup, harus... Kita harus menghargai kehidupan dan orang lain, siapa pun orangnya.
    GBU too.


Post a Comment