My Mind
Hai everybody,

Tiga hari kemarin, aku libur untuk tidak mengudara di jalur internet. Mulai hari Jum'at kemarin (14 Maret 2008), keluargaku berangkat ke Bandung untuk menghadiri pernikahan abangku yang dilangsungkan pada tanggal 15 Maret 2008, hari Sabtu kemarin.

Aku sendiri baru jalan ke Bandung pada hari Sabtu pagi karena ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan terlebih dahulu di Jakarta.

Pernikahan abang aku dilaksanakan di Gereja GKI Maulana Yusuf, Bandung. Acara pemberkatan pernikahan dilakukan di Gereja tersebut karena orang tua dari mempelai perempuan (yang saat ini telah menjadi isteri abang aku), beribadah di GKI Maulana Yusuf, dimana sang Papa, bertindak sebagai seorang Penatua disana.

Bisa dibilang, pernikahan abang aku ini adalah sebuah perwujudan dari pernikahan dua  suku dengan budaya yang berbeda, karena isteri abang aku adalah orang Jawa (tepatnya Solo, Jawa Tengah) sedangkan kami sendiri adalah orang Batak.

Jodoh memang tidak mengenal apa yang dinamakan perbedaan suku. Ketika Tuhan telah memberkati terbentuknya keluarga, maka, apapun suku dan budaya kita, itulah yang menjadi jodoh kita.

Perbedaan langgam budaya membuat acara resepsi pernikahan abang aku tersebut diadakan dalam 2 sesi, yaitu secara nasional namun dengan iklim adat Jawa (sesuai permintaan pihak keluarga pengantin perempuan), dan nanti, pada tanggal 22 Maret 2008, diadakan pesta  atau resepsi pernikahan secara adat batak.

Mungkin banyak orang bilang, besar sekali ego orang batak sehingga pernikahan yang terjadi  pada generasinya, harus diadakan pesta secara adat.

Well, begitulah orang batak dengan keunikan adat-istiadatnya. Dalam culture batak, seberapa besar pun diadakan sebuah resepsi pernikahan, apabila belum dilakukan secara adat, maka, pernikahan tersebut belum diakui secara adat.

Bagi pribadi lepas pribadi yang tidak terbiasa dengan kehidupan adat, pasti akan mengatakan hal yang sama seperti yang aku ungkapkan diatas : "egois sekali orang batak itu..." Tapi, itulah adat.

Sebuah tanda sukacita memang tidak ada salahnya apabila juga melibatkan adat. Karena bagaimanapun, sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang suku dan keragaman adat istiadatnya, sesuatu yang baik serta tidak bertentangan dengan iman kepercayaan kita masing-masing, tidaklah salah untuk dilakukan.

Resepsi yang diadakan pihak mempelai perempuan sendiri tidak menggunakan adat Jawa. Kami hanya diminta menggunakan pakaian beskap dan belangkon yang menandakan siapa kami (apakah saudara kandung, keluarga dekat, atau orang tua). Lebih dari itu, tidak ada, karena susunan acaranya sendiri, memang dibuat sebagai resepsi nasional.

Selain itu, ada tiga hal yang menarik lainnya dalam pernikahan itu. Pertama, abang aku dan isterinya, adalah sama-sama anak pertama. Abang aku memang anak ke-3 dari lima bersaudara. Namun, dalam urut-urutan anak laki-laki, abang aku adalah anak pertama.

Daya tarik kedua adalah pernikahan itu terjadi antara dua orang anak Penatua. Bapak aku sendiri seorang Penatua di HKBP. Bapak aku memang sudah pensiun dalam jabatan pelayanannya itu.

Sedangkan hal menarik ketiga, selain abang aku, tidak ada yang mengenal baik seluk-beluk kota Bandung. Apabila kami ingin jalan-jalan atau belanja-belanja ke kota Bandung, selama ini, abang aku lah yang menjadi pemandunya.

Wah, rombongan besar keluarga aku bahkan sampai nyasar-nyasar untuk menemukan tempat penginapan yang keluarga aku sediakan. Mau bagaimana lagi, keluarga aku ingin menghormati kehadiran keluarga besar (baik dari pihak Bapak atau Ibu aku) dengan menyiapkan tempat menginap yang layak dan representatif bagi mereka.

Yaaa... semua harus benar-benar merasakan sukacita dan tidak boleh disulitkan karena tidak  mendapatkan tempat untuk menginap.

Pilihan jatuh pada Wisma Unpar. Sebuah tempat penginapan yang tidak begitu luas namun nyaman, tenang, bersih dan murah harga sewanya. Meskipun murah, tempat itu bukan murahan karena masih memiliki cita rasa tersendiri sebagai sebuah lokasi penginapan.

Aku sendiri menilai, acara pernikahan itu berlangsung sukses. Banyaknya tamu yang datang menandakan bahwa pernikahan abang aku merupakan sukacita pula bagi mereka-mereka yang diundang.

Usai pelaksanaan resepsi, esok paginya, aku dan saudara-saudaraku serta kekasihku, Ira, pergi belanja-belanja di daerah Martadinata. Ada lebih dari 5 jam kami hanya berkutat di daerah itu untuk membeli barang-barang yang menarik perhatian dan perlu dibeli.

Balik dari Bandung agak sore. Sebelum pulang, mampir dulu ke toko kue Bawean di Jalan Riau. Sejumlah kue, ice cream, dan segelas capuccino dingin kami beli. Tak tertinggal pula, kami memborong tahu sumedang yang dijual didepan toko kue itu. Lucunya, sebelum tahunya habis, cabe rawit yang dijadikan aksesoris makanan tahu goreng tersebut, lebih dahulu habis. Padahal, pedas sekali cabe rawitnya...

Sampai di rumah, badan benar-benar terasa lelah. Tapi apa daya, kehidupan harus berlanjut. Yang belum dikerjakan, harus dikerjakan, yang menjadi tanggung-jawab, tak boleh menjadi lalai. Apalagi acara pesta adat batak akan diadakan hari Sabtu esok (22 Maret 2008). Namun karena tempatnya di Jakarta dan gak jauh dari rumah, kelelahan mungkin tidak seperti saat di Bandung kemarin. Semoga saja.



.Sarlen Julfree Manurung

Labels: | edit post
5 Responses
  1. salam kenal.
    makasih uda invite ya


  2. Semoga Tuhan memberkati pernikahan kudus ini. Tuhan pasti membuat semua Indah pada waktuNya, bro...

    Take Care
    CheerZ
    Linda


  3. Waktu ito juga akan tiba. Kal sudah tiba, undang undang ya;). Jbu


  4. Thank u, Ito Lisbeth, atas doanya. Aku dan Ira tak akan pernah melupakan orang-orang baik, seperti Ito Lisbeth.

    GBU too


    .Julfree


  5. "xoxo_ luvu" Says:

    Tuhan memberkati keluarga baru ini...


Post a Comment