My Mind

Lagi-lagi, saya ingin berbicara tentang persahabatan. Tapi kali ini saya ingin mewacanakan persahabatan dari dimensi dan pola pemikiran yang agak berbeda, terutama apabila dibandingkan dengan sejumlah artikel mengenai persahabatan yang pernah saya tulis sebelumnya.

Harapannya, tulisan saya ini dapat menambah wawasan cakrawala berpikir kita, khususnya dalam mengantisipasi adanya suatu keadaan "tidak menyenangkan" yang bisa merusak hubungan persahabatan kita dengan orang lain, sehingga kelak, kita dapat tahu bagaimana cara menyikapi keadaan "tidak menyenangkan" tersebut, dan selanjutnya kita tahu, bagaimana cara menjalani kehidupan persahabatan, secara simpatik dan (tentu saja) bermartabat.

Saya merasa perlu menuliskannya, karena keadaan yang saya sampaikan disini, telah dialami oleh banyak orang, dan kiranya tulisan yang didasari oleh pengalaman pribadi sejumlah orang terdekat serta teman saya ini, bisa menjadi bahan pelajaran berharga bagi masing-masing kita. Guys, sesuatu hal yang buruk, tidak layak untuk di contoh.


Perilaku Kleptomania Seorang Sahabat

Sebuah anekdot lama mengatakan : Dalam hidup ini, sangatlah mudah mencari musuh daripada menjaga, membina dan mempertahankan sebuah hubungan persahabatan.

Gak usah dipikir lama-lama, fakta dan kenyataannya memang demikian. Jangankan kita menjaga keutuhan hubungan persahabatan dengan orang lain agar tetap terjaga baik, melakukan perawatan atas barang-barang pribadi yang kita miliki agar tetap dalam kondisi baik saja, sering kali kita lalai melakukannya karena kita tidak memasukkannya ke dalam daftar rutinitas atau non-rutin kegiatan kita.

Apalagi kalau dikait-kaitkan dengan adanya suatu pernyataan yang mengatakan : tidak seluruh bentuk interaksi dalam kehidupan “persahabatan” seseorang dengan sahabatnya, hanya berisikan hal-hal baik, hal-hal menarik atau hal-hal yang menyenangkan hati semata, namun bisa juga menghadapi suatu keadaan yang… amat tidak bersahabat.

Kita mungkin sering mendengar adanya kisah permusuhan yang terjadi antara seseorang dengan sahabatnya, karena sahabatnya tidak mengembalikan uang atau barang yang telah cukup lama dipinjamnya. Mungkin pula kita pernah mendengar tentang permusuhan yang terjadi karena seseorang dianggap telah mencuri “pacar” dari sahabatnya.

Well, sepertinya kedua contoh peristiwa “gak menyenangkan” diatas, sudah menjadi rahasia umum di banyak lingkungan pergaulan. Mungkin lingkupnya masih amat terbatas, yaitu hanya merebak di lingkungan kawan sepergaulan semata. Namun bagaimana kalau sudah mencakup masyarakat yang lebih luas?

Pada saat berita tidak menyenangkan merebak di kalangan artis, maka berita-berita "penuh sensasi" keartisan tersebut, akan "segera" menjadi bahan gossipan para ibu-ibu yang “punya banyak waktu luang” untuk bergunjing.

Adapun bentuk perilaku "tidak menyenangkan" dan "amat menakutkan" yang saya maksudkan disini, yaitu adanya perilaku kleptomania yang menjadi bagian dari kepribadian seseorang, dalam hal ini, bagian dari perilaku seorang sahabat kita.

Pada dasarnya, kleptomania adalah sebuah perbuatan mencuri barang milik orang lain. Biasanya, barang-barang yang dicuri berupa pernak-pernik aksesoris atau perhiasan berbentuk kecil, unik, dan tidak mudah ditemukan di pasaran. Benda-benda seperti inilah yang menjadi target pengambilan pelaku kleptomania.

Belakangan ini, aksi pelaku kleptomania, tidak hanya tertuju pada pengambilan barang-barang kecil, unik, dan jarang ditemukan di pasaran semata, namun juga mengambil uang sebagai target sasaran. Ketika hal itu terjadi, maka pelaku klepto tersebut telah melakukan aksi layaknya seorang pencuri, namun dengan sasaran target pencurian, orang-orang terdekatnya sendiri.

Kalau sudah sampai dikatakan "suka", maka tindakan kleptomania telah menjadi bagian dari sebuah kebiasaan buruk yang mengemuka karena seseorang ingin memiliki barang milik orang lain dengan jalan mencuri. Oleh sebab itu bisa dikatakan, pelaku kleptomania, memiliki bakat sebagai seorang pencuri.

Hal yang menarik perhatian saya, beberapa waktu belakangan ini, perbuatan kleptomania (mencuri) tersebut, banyak dilakukan oleh anggota masyarakat terdidik dan berasal dari kalangan masyarakat berada (the have people).

Yup, sudah mulai banyak terdengar cerita adanya sejumlah peristiwa kehilangan barang (dan juga uang) yang (diduga) berkaitan dengan adanya perilaku kleptomania dari kalangan orang-orang terdekat kaum berada. Dalam 3 bulan terakhir, saya sendiri mendengar cerita kasus pencurian dengan modus kleptomania, dimana ada dugaan, pelakunya adalah seseorang yang telah dianggap sebagai seorang sahabat.

Cerita tentang orang kaya terlibat kasus korupsi, mungkin sudah biasa. Tapi kalau mendengar cerita orang kaya memiliki perilaku kleptomania, cukup mengenaskan rasanya apabila hal itu bisa terjadi, karena apabila dilihat dari sisi kemampuan ekonomi, seharusnya mereka dapat memiliki barang yang dicurinya itu dengan jalan membeli.

Perilaku yang Tak Pernah Diduga Sebelumnya

Saat ini, adanya perilaku kleptomania seorang sahabat, telah menjadi momok "menakutkan" bagi komunitas pergaulan orang-orang berada, karena selama ini mereka menganggap, pelaku tindak pencurian secara klepto tersebut, hanya dilakukan oleh orang-orang miskin atau kaum marjinal lainnya, yang melakukan tindakan tersebut karena terdesak oleh pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Namun ketika peristiwa pencurian semakin merebak dan tidak ditemukan pelakunya, semakin muncul dugaan kalau pelaku tindak pencurian tersebut, justru dilakukan oleh bagian dari anggota komunitas mereka sendiri, yaitu seseorang yang sudah cukup lama mereka kenal dengan baik, dan diketahui pula kalau pelaku berasal dari lingkungan keluarga baik-baik.

Memang banyak orang yang tidak menyangkanya. Hal ini bisa terjadi karena pelaku kleptomania, sangat pintar menutupi perilaku buruknya (pandai bersandiwara), dimana mereka tidak menunjukkan gejala kalau mereka memiliki bakat sebagai seorang pencuri.

Pola sikap yang mereka tunjukkan tetap bersahabat, bahkan sikap mereka terlihat penuh perhatian, ketika korban baru menyadari telah kehilangan barang, sehingga tidak mengundang rasa curiga korban aksi kleptomania.

Keadaan ini telah membuat banyak komunitas pergaulan "kelas atas" mulai melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menghindari adanya peristiwa yang sama dalam komunitas mereka.

Adanya aksi pencurian yang dilakukan secara kleptomania oleh orang-orang dari kalangan berada tersebut, tidak memiliki motif ekonomi. Indikator ini pula (bahwa mereka memiliki kemampuan ekonomi baik bahkan teramat baik) yang membuat mereka "tidak diperhitungkan" untuk masuk dalam pihak-pihak yang patut dicurigai.

Pada dasarnya, tindak pencurian itu dilakukan "hanya karena" mereka ingin memiliki benda-benda kecil, unik, dan tidak mudah ditemukan di pasaran, barang-barang berharga atau sejumlah besar uang yang dipunyai sahabatnya.

“Masak sih, seseorang yang berasal dari lingkungan berada, tidak mampu membeli barang atau benar-benar mereka tidak memiliki uang sehingga harus melakukan tindakan kleptomania?"

Sekali lagi saya katakan, faktanya memang demikian adanya. Beberapa waktu belakangan ini, ada sejumlah komunitas pergaulan, yang mencurigai adanya seorang “musuh dibalik selimut” dalam komunitas persahabatan diantara mereka.


Kebanyakkan Pelakunya Adalah Perempuan

Dalam sejumlah kasus yang telah terekspose, ada kecenderungan, pelaku kleptomania yang saat ini banyak berkeliaran di kalangan orang-orang kaya dan lingkungan pergaulan para eksekutif perusahaan, adalah kaum perempuan. Bisa dikatakan, ada cukup banyak perempuan terdidik, berpenghasilan besar, atau merupakan anak orang kaya, saat ini memiliki perilaku kleptomania sebagai bagian dari kepribadian mereka.

Berbicara soal lingkup persahabatan, kedekatan hubungan persahabatan antara seorang perempuan dengan sahabat perempuannya, jauh lebih erat serta lebih rekat apabila dibandingkan dengan hubungan persahabatan yang tercipta diantara kaum pria atau antara seorang perempuan dengan sahabatnya yang seorang pria.

Adanya kualitas kerekatan hubungan yang jauh lebih intim, membuat persahabatan diantara kaum perempuan menjadi jauh lebih terbuka dan lebih bebas, seperti halnya mereka tidak canggung lagi keluar-masuk kamar / ruang kerja, atau bebas memegang dan membuka dompet / tas / telepon selular sahabatnya.

Tentu saja, keadaan ini membuat mereka memiliki pengetahuan yang cukup baik, tentang tempat dimana temannya biasa menyimpan / meletakkan uang atau benda-benda pribadi miliknya.

Para pelaku kleptomania benar-benar memanfaatkan "kelengahan" sahabatnya dalam menyimpan / meletakkan barang, untuk melakukan aksi pencurian "di waktu yang tepat" hingga ada tenggang waktu cukup sebelum akhirnya sahabatnya menyadari telah kehilangan barang atau uang.

Rasa curiga tidak mengemuka, karena persahabatan diantara sesama perempuan, selalu menghadirkan kepercayaan tinggi kepada sahabatnya, meskipun, apabila dicermati lebih jauh, segenap alibi maupun fakta yang ada (yaitu pada saat peristiwa kehilangan terjadi), sangat memungkinkan untuk menunjuk wajah sang sahabat sebagai pelaku pencurian.

Kalaupun ada rasa curiga, ada kecenderungan, korban tidak berani secara langsung menyampaikan tudingan / tuduhan, karena mereka lebih meletakkan rasa percaya serta kedekatan emosional dalam hubungan persahabatan, sebagai langkah untuk tidak menyampaikan tuduhan kepada sahabatnya (alasannya, untuk menjaga nilai-nilai persahabatan yang selama ini telah terjalin).

Oleh karena “perasaan tidak enak” itulah, sebuah tuduhan tidak diajukan, meskipun ada sejumlah kerugian materi yang harus ditanggung akibat dari adanya perilaku klepto sahabatnya sendiri.

Kok Bisa Ya, mereka melakukan perbuatan seperti itu?

Antara Keinginan Memiliki dan Kebutuhan Ekonomi

Sejumlah kalangan mengatakan, hal itu bisa saja terjadi, karena pelaku kleptomania (dalam hal ini, orang-orang kaya) adalah manusia juga, yang mempunyai rasa iri (kecemburuan sosial) atau ada keinginan (juga) untuk bisa memiliki benda atau sejumlah besar uang tunai yang dimiliki sahabatnya. Hidup berkelimpahan materi dan harta kekayaan bukan berarti seseorang tidak memiliki kekurangan, layaknya rasa iri.

Pada saat rasa iri hati semakin mengemuka, keinginan untuk melakukan aksi kleptomania, segera saja menaungi benak pikiran. Padahal mereka memiliki kelimpahan materi untuk bisa mendapatkan benda yang sama, bahkan mereka bisa untuk mendapatkan benda yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan benda yang dimiliki sahabatnya.

Beberapa kalangan juga mengatakan, adanya perilaku kleptomania karena adanya desakan kebutuhan ekonomi yang harus sesegera mungkin dipenuhi. Namun, apabila kita mengingat kelompok strata kemampuan ekonomi dari para pelaku kleptomania "kelas atas" tersebut, melakukan tindak pencurian untuk menutupi masalah pemenuhan kebutuhan ekonomi, "sepertinya" tidak masuk hitungan.

Life Is Not Adventure

Adanya kesenangan melakukan aksi kleptomania yang menjadi bagian dari perilaku seorang sahabat, membuat cerita hubungan persahabatan, dipenuhi oleh rasa curiga. Tentu saja, keadaan yang penuh curiga, bukanlah keadaan yang ingin dijalani pada saat menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain.

Terkait dengan adanya perilaku menyimpang dari orang-orang terdekat, tentunya akan meghadirkan adanya pandangan masyarakat, dimana perilaku tersebut merupakan ekspresi dari seseorang yang memiliki masalah sosial.

Dinamika kehidupan pergaulan sehat, yang berkembang dengan baik karena orang-orang yang ada didalamnya telah memiliki pendidikan yang baik, hingga bisa membuat seseorang sudah dapat hidup berkecukupan (bahkan berkelimpahan materi), tidak mengenal adanya perbuatan yang bisa merugikan orang lain, terutama, menyakiti hati dan perasaan dari sahabat-sahabatnya.

Seseorang yang terdidik tidak akan pernah mau "menyentuh" berbagai bentuk tindak kriminal karena mereka pasti tahu apa konsekuensi ketika hal itu mereka lakukan. Namun, seorang terdidik tidak akan memikirkan adanya konsekuensi dari adanya perilaku seorang kriminal yang mereka lakukan, apabila mereka menganggapnya sebagai sebuah kesenangan (keinginan memiliki) belaka.

Tidak ada alasan pembenaran bagi seseorang untuk melakukan tindak kriminal, layaknya tindak pencurian yang dilakukan oleh seorang kleptomania. Demikian pula halnya apabila tindakan tersebut dikatakan hanya untuk memenuhi kesenangan pribadi semata, yaitu untuk memiliki benda-benda berharga yang dimiliki sahabatnya.

Oleh sebab itu, apapun maksud dan tujuannya, melakukan tindak pencurian dalam rupa kleptomania, adalah sebuah perbuatan salah (melanggar aturan hukum), dan tidak layak untuk diekspresikan (apalagi dikembangkan) sebagai bagian dari cara kita menjalani kehidupan pergaulan, khususnya, dalam hubungan persahabatan kita dengan orang lain.

Sangatlah disayangkan apabila seseorang dalam menjalin hubungan persahabatan, harus dilalui dengan menghadirkan perilaku kleptomania. Tindaklah pantas kiranya apabila baiknya alur kisah persahabatan yang selama ini tercipta, harus tercoreng hanya karena ada keinginan untuk memiliki barang atau uang yang dipunyai sahabat.

Hidup ini memang bagaikan sebuah kisah petualangan. Namun, melakukan suatu tindak pidana, apapun maksud dan tujuannya, bukanlah sebuah petualangan hidup. If you do that, life is not adventure. Doing illegal acts, only make you in big trouble.

Kiranya model persahabatan seperti ini, tidak dicontoh oleh siapapun juga.

.Sarlen Julfree Manurung

NOTE :

Kleptomania juga merebak di kalangan para designer dan kalangan akademisi. Bagi para designer : Please, jadilah seorang designer (produk atau bangunan) sejati agar kita memiliki kebanggaan karena karya kita diterima masyarakat pengguna jasa designer. Bagi para akademisi : Orang pintar, tahu bagaimana kecerdasan yang dimiliki dapat memajukan diri, bukan malah memundurkan kemajuan hidup.

Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment