My Mind
POLITIK PENCALONAN TOKOH
DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM



Alam kebebasan reformasi, telah menginspirasi beberapa kelompok dalam masyarakat untuk mengapresiasikan dan mengekspresikan prinsip serta ideologi yang selama ini mereka anut sebagai bagian dari kemerdekaan hak konstitusional warga negara, dengan cara mendirikan partai politik.

Partai politik merupakan satu-satunya organisasi kemasyarakatan yang memiliki hak penuh untuk dapat menjalankan politik pencalonan, dalam pemilihan dan penentuan para anggota parlemen serta para pemimpin bangsa.

Pemberian hak penuh kepada partai politik tersebut, tercantum dalam UUD 1945 serta didalam sejumlah peraturan perundang-undangan, sebagai peraturan pelaksana.

Dibawah naungan aturan hukum tersebut, partai-partai politik menjalankan berbagai kegiatan politik yang dilandasi oleh adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang memungkinkan partai politik dapat semakin dekat dengan kekuasaan, berada dalam lingkup kekuasaan, atau mempertahankan keberadaan mereka pada panggung politik.

Dalam bahasa yang lain dapat dikatakan, bahwa sejumlah peraturan hukum yang ada, telah membuat partai politik memiliki posisi yang strategis, yaitu dapat melakukan aktifitas untuk mendapatkan, mengendalikan, atau melanggengkan kekuasaan negara.

Kondisi tersebut membuat partai politik memiliki pengaruh cukup besar untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kedudukan dari pihak-pihak yang sedang berkuasa.

Adanya potensi besar bagi partai politik untuk dapat berkuasa serta mempertahankan eksistensi partai politik pada panggung politik nasional, telah membuat partai politik menghadirkan suatu sistematika rekruitment keanggotaan partai, sebagai bagian dari kaderisasi partai.

Selain itu, pola kegiatan rekruitment dilakukan pula untuk mendapatkan tokoh-tokoh bangsa, yang nantinya akan dicalonkan partai politik pada saat pelaksanaan pemilu, sebagai calon pemimpin bangsa atau pemimpin di daerah.

Cara pemilihan dan penentuan calon pemimpin bangsa yang dilakukan partai politik, cenderung dilakukan dengan berdasarkan pada seberapa besar tingkat popularitas yang dimiliki seorang tokoh ditengah masyarakat.

Dasar pemikirannya, dengan mencalonkan seorang tokoh yang telah populer ditengah masyarakat, diharapkan dapat memberikan pengaruh besar terhadap tingkat kontribusi perolehan suara kemenangan secara signifikan dalam pelaksanaan pemilihan rakyat, karena rakyat cenderung akan memilih seorang calon pemimpin yang telah dikenal dan memiliki nama ditengah masyarakat.

Pola rekruitment seorang calon pemimpin dengan didasarkan pada tingkat popularitas tokoh tersebut ditengah masyarakat, cenderung kurang memperhatikan kapabilitas dari sang tokoh.

Alasannya, seorang tokoh yang cukup populer ditengah masyarakat, belum tentu telah memiliki pengalaman serta catatan prestasi memuaskan sebagai seorang pemimpin, khususnya di pemerintahan.

Popularitas juga tidak bisa dijadikan suatu landasan pemikiran, bahwa seorang tokoh memang dapat bekerja secara profesional dan memiliki pengetahuan yang baik akan manajemen pemerintahan.

Padahal, pengalaman kerja sebagai pemimpin dengan sejumlah prestasi memuaskan, dimana keberhasilan tersebut didapatkan karena sang tokoh memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik atas manajemen pemerintahan serta dengan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kerja, merupakan daftar riwayat hidup dan ciri-ciri yang seharusnya melekat dalam diri seorang calon pemimpin.

Cara pemilihan calon pemimpin dengan menerapkan prinsip pencalonan berdasarkan pada tingkat popularitas seorang tokoh, kurang menguntungkan para politisi muda dan politisi asal daerah untuk dapat menunjukkan kemampuan dan bakat memimpin mereka sebagai seorang pemimpin.

Potensi serta kemampuan mereka tidak dapat ditonjolkan karena memang kesempatan tersebut seakan-akan tertutup, selain karena dianggap belum cukup populer ditengah masyarakat luas, karir berpolitik mereka juga dianggap belum terpoles dengan baik.

Memang ada sejumlah politisi-politisi muda dan politisi asal daerah yang namanya telah diperhitungkan serta cukup dikenal pada kancah perpolitikkan nasional. Namun nama mereka masih belum menjadi pilihan karena dianggap masih muda dan mereka sendiri tidak didukung oleh adanya tim suksesi dari pihak-pihak yang berkompeten.

Karir para politisi-politisi asal daerah juga kurang berkembang dengan baik, karena dalam rangka pilkada,  DPP masing-masing partai politik kerap kali mengintervensi upaya pencalonan pemimpin di daerah.

Pada saat kepentingan partai telah menghadirkan hasrat serta keinginan untuk dapat memperluas atau memperkuat posisi kekuasaan yang ada, justru politisi yang ada di tingkat pusat, diarahkan untuk menguasai forum panggung politik di daerah.

Keadaan seperti itu juga berlangsung pada saat banyak politisi di tingkat pusat justru mengatasnamakan daerah, meskipun dirinya sendiri aktif sebagai politisi di tingkat pusat dan tidak bermukim di daerah dimana dirinya dicalonkan.

Kondisi ini telah mengakibatkan ribuan politisi asal daerah, hanya ratusan saja yang bisa masuk dalam elite politik nasional, yaitu sebagai anggota DPR, DPD, DPRD, dan menteri dalam kabinet pemerintahan. Itupun baru bisa terjadi pada saat dilakukannya pemilu atau adanya kegiatan reshuffle kabinet.

Mereka sulit mendapat tempat pada lembaga legislatif atau eksekutif, kalau mereka tidak memiliki referensi dengan prestasi sangat memukau, atau memiliki koneksi dengan kalangan elite politik tingkat pusat.
 
Apabila referensi dan koneksi tidak mereka miliki, maka dapat dipastikan kalau karir berpolitik mereka hanya berada dalam lingkup wilayah daerah, atau mereka harus cukup puas hanya bisa beraktifitas pada lembaga swadaya masyarakat semata.

Suatu hal yang realistik kiranya apabila di masa yang akan datang, proses regenerasi yang tidak berjalan, akan membuat bangsa Indonesia akan mengalami kekurangan politisi-politisi berbakat yang memiliki jiwa kepemimpinan.

Oleh karena itu bisa dikatakan, sistem rekruitmen calon pemimpin di Indonesia masih belum berjalan dengan baik, selain karena tidak mewakili kebebasan pelaksanaan hak konstitusional masyarakat, juga tidak menghadirkan kaderisasi calon pemimpin masa depan. Bukankah kehidupan hanya terjadi pada hari ini saja?

Kegiatan pencarian serta penentuan pasangan calon pemimpin, pada dasarnya masih didasarkan pada seberapa besar kepentingan pribadi, golongan, atau kelompok (partai Politik) akan dapat diakomodasikan untuk meraih atau mempertahankan posisi dalam panggung kekuasaan.

Besarnya daya upaya yang dilakukan partai politik untuk meraih kekuasaan dan agar tetap eksis pada panggung perpolitikkan nasional, menghadirkan sebuah gambaran, bahwa ambisi partai politik, telah membuat mereka lebih mementingkan hasrat untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga mereka dianggap telah melupakan pemilihnya, yang menginginkan partai politik memperjuangkan aspirasi politik rakyat.

Lalu, bagaimana dengan posisi rakyat sendiri?

Meskipun politik pencalonan tidak menempatkan rakyat sebagai sebuah subyek melainkan obyek dari upaya pemenuhan ambisi partai politik untuk mencapai puncak kekuasaan, akan tetapi posisi rakyat justru sebagai pihak yang paling menentukan, apakah sebuah partai dapat menjadi bagian dari kekuasaan atau tidak.

Bisa atau tidaknya suatu partai berada pada panggung kekuasaan, bergantung pada : apakah rakyat memberikan dukungan penuh, kurang memberikan mendukung penuh, atau tidak memberikan dukungan sama sekali, meskipun tokoh yang dicalonkan partai merupakan seorang tokoh politik yang memiliki pengaruh besar.

Keputusan rakyat dalam pelaksanaan pemilihan umum merupakan sebuah keputusan dengan suara mutlak, yang dapat menjatuhkan atau mengangkat posisi partai politik dalam kancah perpolitikkan nasional.

Jadi, meskipun partai politik telah menggunakan seorang tokoh yang sangat dikenal oleh masyarakat luas, namun apabila rakyat yang berhak memilih tidak memberikan dukungan karena tidak adanya sikap partai politik untuk mengayomi rakyat, maka upaya partai untuk berkuasa melalui politik pencalonan dalam pelaksanaan pemilu, akan bermakna sia-sia belaka.



Jakarta, 30 Oktober 2007
 
Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment