My Mind

Hari Jum'at (02/03/2012) kemarin, saat saya jalan kaki untuk pulang ke rumah usai melepas rasa jenuh yang teramat sangat, saya bertemu dengan seorang teman saya. Wajahnya terlihat lelah. Temanku itu mengajakku ngobrol-ngobrol sejenak di warung tenda pecel lele milik Pak Huda. Nampaknya hatinya sedang diliputi rasa gundah.

 

Teman saya itu bercerita, kalau dirinya baru saja kembali dari rumah sakit, mengantarkan anaknya ke UGD karena beberapa kali muntah-muntah sejak sore hari. 


Kekhawatiran teman saya itu cukup beralasan, karena saat pertama kali anaknya muntah-muntah, ia dan isterinya masih dalam perjalanan pulang ke rumah dari kantor (saat masuk UGD, anaknya sudah 5 kali muntah). Sepanjang hari, anaknya ditemani oleh baby sitter dan kedua mertuanya.

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, ternyata anaknya muntah-muntah karena telah memakan / menelan potongan pensil crayon yang dipakainya untuk menggambar. 

 

Rupanya, saat tidak terawasi dengan baik, anaknya yang masih balita itu, memasukkan pensil crayon ke dalam mulutnya, menggigitnya dan menelannya. Mungkin dikiranya pensil crayon itu sebatang cokelat. Untung saja segera dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan pertolongan medis.

 

Syukurlah, saat ini kondisi anak teman saya itu sudah membaik. Hal itu saya ketahui tadi pagi, saat saya tanyakan kabar tentang kondisi anaknya via SMS. Teman saya bilang, walau masih agak lemas, anaknya sudah bermain kembali sambil sarapan. Puji Tuhan.

 

Awasi Saat Anak Beraktifitas

 

Well, pertemuan dan obrolan dengan teman saya itu, menjadi salah satu bahan renungan, sebelum saya berangkat tidur malam itu. 


Alam perenungan saya tidak memikirkan tentang kenapa peristiwa itu bisa terjadi. Hal yang saya pikirkan adalah : kita tidak boleh lalai mengawasi anak-anak (khususnya, yang masih balita) saat mereka sedang bermain atau memegang benda yang bisa mengganggu kesehatan atau membahayakan keselamatan jiwanya.

 

Entah apa jadinya kalau racun dalam pensil crayon, telah menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan anak teman saya itu. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi pada anak-anak balita yang lain.

 

Ditengarai, saat ini ada begitu banyak mainan anak-anak yang mengandung racun berbahaya. Tidak hanya mainan, tapi ada banyak pula produk-produk jajanan yang dijual bebas, diolah secara tidak higienis, atau ditambahkan zat-zat kimia berbahaya (seperti : pewarna tekstil, boraks, formalin, dll.) dalam proses produksinya.


Beberapa kali stasiun televisi swasta menayangkan, bagaimana orang-orang yang tidak bertanggung jawab, memasukkan zat-zat kimia berbahaya pada bahan makanan yang sedang mereka produksi. Padahal zat-zat itu dapat menimbulkan kerusakan jaringan pada organ tubuh, bahkan menjadi penyebab timbulnya kanker atau tumor.


 

Orang tua memang tidak boleh lengah mengawasi anak-anaknya saat beraktifitas. Ada banyak aktifitas yang bisa membuat seorang anak mengalami cidera, keracunan, atau bahkan, meninggal dunia. 

 

Sepanjang tahun 2011 lalu, lebih dari 3 orang anak meninggal dunia karena terjatuh setelah bermain-main di sekitar eskalator yang ada di mall. 


Pada tahun yang sama, ada banyak pula anak-anak yang mengalami keracunan karena makan atau minum dari penjaja makanan tidak sehat yang dijual para pedagang diluar pagar sekolah. Bahkan ada banyak pula anak-anak yang dilarikan ke rumah sakit, karena tersedak benda-benda yang mereka masukkan ke dalam mulut mereka. 

 

Kelalaian memang bisa berakibat fatal. Oleh sebab itu, pola pengawasan harus selalu dilakukan agar anak tidak "bereksperimen" dengan hal-hal yang ingin dilakukan dan diketahuinya. Bagaimana pun, pengetahuan anak atas "hukum sebab-akibat" masih membutuhkan arahan serta bimbingan orang tua.

 

Tubuh seorang anak balita, masih amat rentan dari gangguan kesehatan mengingat anak-anak masih dalam masa pertumbuhan. Jaringan organ dan sistem kekebalan tubuh mereka, masih belum sempurna. Demikian pula dengan sel-sel otak mereka, sedang giat-giatnya berproduksi.

 

Wawasan pengetahuan mereka tentang bahaya (memakan atau memasukkan suatu benda yang bukan makanan ke dalam mulut, memanjat bangku, naik tangga, memegang korek api atau benda tajam, dll.), masih sangat minim. Itu sebabnya, suatu pola pengawasan melekat, perlu terus dilakukan. Para pendamping anak saat beraktifitas, tidak boleh lengah dalam mengawasi. 

 

Ada baiknya, pola pengawasan dilakukan secara langsung oleh orang tua, mengingat kedekatan emosional dengan orang tuanya, amat mempengaruhi penerimaan anak atas hal-hal yang patut dan perlu diketahuinya, agar sesuai dengan tatanan, aturan, serta pola hidup yang diinginkan orang tua.

 

Berikan Anak Pengetahuan dan Pemahaman

 

Anak-anak usia balita memang harus diberikan pengetahuan tentang hal-hal apa saja yang boleh serta bisa mereka lakukan, dan yang boleh / bisa di makan atau di minum. Selain itu, orang tua juga harus memberikan pengarahan dan pengajaran tentang cara berbicara secara santun.

 

Pola pembelajaran tentang hal-hal yang benar dan baik, bahkan harus terus dilakukan meskipun anak-anak sudah duduk di bangku sekolah menengah tingkat atas, karena pada usia tersebut, selain karena rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu masih tinggi, lingkungan pergaulan juga bisa mempengaruhi mereka untuk melakukan yang tidak benar.

 

Dalam hal ini, sifat dari pola pembelajaran dan penanaman pengetahuan terhadap anak yang dilakukan oleh para orang tua, berlaku secara berkesinambungan, disesuaikan dengan usia serta karakter setiap anak.

 

Arahan yang diberikan orang tua, sebaiknya disampaikan dengan menggunakan bahasa yang mudah di mengerti oleh anak, dan disampaikan dengan penuh kasih, sehingga anak dapat menerima pembekalan yang dilakukan orang tua, dalam makna arti serta konteks pemikiran yang benar.

 

Berikan alasan, contoh, dan ilustrasi yang tepat, kenapa sesuatu itu boleh dilakukan, boleh di makan / di minum, serta boleh diucapkan, dan kenapa yang lainnya tidak boleh dilakukan, tidak boleh di makan / di minum, serta tidak boleh diucapkan. Jika memang tidak boleh, nyatakan kenapa hal itu tidak boleh. 

 

Satu hal yang perlu juga diingat para orang tua : jangan pernah mengajarkan anak-anak dengan bahasa yang kasar (kata-kata penuh rasa amarah). Jangan pula memberikan hukuman dalam bentuk pukulan, mencubit, atau menjewer telinga apabila anak melakukan kesalahan.

 

Apabila seorang anak melakukan kesalahan, Cynthia Whitham, MSW. dalam bukunya yang berjudul "Mengatasi Rengekan dan Perilaku Buruk Anak" mengatakan, tindakan yang perlu dilakukan adalah : tatap matanya, dan nyatakan dengan tegas bahkan kita sebagai orang tua, tidak ingin dirinya melakukan hal-hal yang kita larang, yang membahayakan dirinya, dan yang bisa membuat kita marah.

 

Setelah itu, berikan anak pelukan penuh kehangatan, usap air matanya (jika menangis), dan sampaikan alasan kenapa kita menegurnya (karena kita menyayanginya, kita tidak ingin dirinya terluka, kita tidak ingin dirinya melakukan perbuatan-perbuatan yang salah) dengan bahasa penuh kasih serta mimik wajah tersenyum.

 

Menurut Cynthia, bahasa nasehat yang penuh kasih, masih lebih efektif untuk mengarahkan anak untuk tidak melakukan hal-hal yang kita larang atau hal-hal tidak boleh mereka nyatakan.

 

Akan ada penerimaan yang berbeda dari anak jika kita menyampaikan suatu pengarahan dengan menggunakan bahasa yang kasar, dalam kondisi marah, atau dengan hukuman. Tindakan tersebut tidak baik bagi perkembangan psikologi anak, sebab seorang anak (yang masih berusia balita dan usia sekolah SD) akan menerima didikan serta pengajaran yang kita berikan itu secara bulat-bulat.

 

Pada sisi yang lain, jangan pula segan-segan memuji anak, pada saat melakukan perbuatan yang benar atau yang sesuai dengan keinginan dan harapan orang tua. Adanya pujian dari orang tua, merupakan pola pendekatan emosional (rangsangan psikologi) positif, yang akan membuat seorang anak, lebih memilih untuk terbiasa menjalani pola hidup benar, seperti yang diajarkan orang tuanya.

 

Dalam masa pertumbuhan, rasa ingin tahu anak memang sangat tinggi. Namun tidak demikian dengan kemampuan mereka dalam mencerna pengetahuan yang baru diterimanya. Oleh sebab itu, daya nalar serta pengetahuan anak, perlu terus dibangun dan diarahkan, sehingga anak dapat membedakan mana yang benar serta mana yang salah, mana yang membawa manfaat dan mana yang bisa menjerumuskannya ke dalam masalah, dan mana yang bisa membuat diri serta hati mereka bahagia atau terluka. 

 

Orang tua juga jangan selalu menuruti keinginan anak, karena hal itu akan membuat pribadi anak menjadi seorang anak yang manja, tidak termotifasi untuk tetap memanfaatkan yang sudah ada. Anak-anak juga perlu tahu dan diberi ketegasan, akan ada batasan-batasan yang membuat diri mereka tidak selalu bisa mendapatkan yang mereka inginkan.

 

Sekali lagi, lakukan hal itu dengan bahasa penuh kasih, bukan dengan ngomel-ngomel, apalagi kalau disertai dengan tindakan memukul, menjewer, atau mencubit bagian tubuh dari anak.  

 

Pola pembelajaran harus diberikan se-edukatif mungkin, dimana ada unsur tanya-jawab dan pelatihan / pengenalan akan sesuatu. Jangan ragu pula untuk bertanya kepada orang-orang yang sudah berpengalaman, atau memiliki latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan psikologi anak. 

 

Anak harus tetap diberikan kemerdekaan berekspresi, tapi jangan biarkan mereka berimajinasi sendiri. Anak harus tetap diberikan arahan, dimana proses pengenalan dan pembelajaran yang dilakukan, harus ada keseimbangan antara wacana dan praktek.

 

Pengawasan Adalah Bagian Dari Proses Pembentukan Karakter Anak

 

Orang tua merupakan sosok paling berpengaruh dalam membentuk perilaku anak. Karena kedekatan emosional, keberadaan orang tua menjadi amat berarti dalam kehidupan seorang anak. Segenap bentuk perhatian, cara merespons, dan sikap orang tua memberikan arahan atau menerima pandangan anak, akan sangat mempengaruhi pembentukan perilaku serta karakter seorang anak, apakah akan sesuai harapan orang tua, atau tidak.

 

Keberhasilan dalam mendidik anak, mungkin tidak ditemui hari ini. Namun segenap proses pembelajaran benar yang diajarkan kepada anak, kemungkinan besar akan menghasilkan pribadi-pribadi anak yang berkarakter kuat, mandiri, tidak minder, dan inspiratif. 

 

Potensi-potensi yang dimiliki seorang anak juga dapat terus ditumbuh kembangkan dengan pola pengawasan yang diterapkan orang tua, karena di dalam pengawasan, akan ada komunikasi saat berinteraksi, akan ada perlindungan dalam pencegahan, serta akan ada banyak ungkapan kasih yang bisa diuraikan.

 

Dalam hal ini, adanya suatu pola pengawasan anak-anak saat beraktifitas sejak usia dini, memiliki arti penting, yaitu dalam mengendalikan kualitas kepribadian yang dibentuk orang tua, sejak dilahirkan.

 

Hidup adalah proses. Dan proses itu telah dimulai sejak seseorang masih berusia balita. Awasi anak-anak balita pada saat beraktifitas, agar proses yang terus berjalan dari hari ke hari, dapat sesuai dengan harapan, dimana seorang anak dapat hidup berhasil berkat pola pendidikan dan pengajaran yang dikembangkan orang tuanya.

 

 

.Sarlen Julfree Manurung

Labels: | edit post
0 Responses

Post a Comment